Foto: Dok. H. Nurkholis Hermawan
Kualitas produksi bagus, harga pun bagus
Kegagalan berulang tak membuatnya kapok sampai upayanya berbuah manis.
Keinginan untuk membahagiakan keluarga dan menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi menjadi penyemangat hidupnya agar bekerja lebih keras. Inilah yang dikatakan H. Nurkholis Hermawan dari Dusun Wonosari, Kec. Kalibaru, Kab. Banyuwangi, Jatim, saat diwawancarai AGRINA tentang kiat sukses usaha tani cabai merah besar hingga memiliki lahan 8 ha.
Dari Bos Penjual Menjadi Petani
Nurkholis mengawali bisnisnya dari berdagang cabai pada 2004. Ia bermitra dengan sejumlah petani setempat untuk menjual hasil panen cabai ke wilayah Jabodetabek. Dengan berdagang cabai itulah ia menikmati puncak kesuksesan hidup.
Pada 2004-2017, ia mampu mempekerjakan enam orang karyawan yang bertugas mengambil cabai ke lahan, mengemas, lalu mendistribusikannya. Hasil penjualannya sekitar 5-8 ton/hari dengan keuntungan kurang lebih Rp500/kg. Jadi, Rp2 juta-Rp4 juta setiap hari masuk koceknya. Kesuksesan tersebut mengantarkannya pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji bersama sang istri pada 2014.
Namun lama kelamaan bos penjual cabai ini terlena, menyerahkan semua pekerjaan ke karyawan. Sementara dirinya asyik menikmati hobi bertualang dengan motor trail ke berbagai daerah tanpa memikirkan usaha yang dijalankan. Tak pelak bisnisnya terbengkalai, kegagalan pun menghantam dirinya. Modal sudah diberikan kepada petani tetapi mereka mengalami gagal panen sehingga utangnya bertumpuk. “Tahun 2017 saya punya utang Rp1,2 miliar di bank,” kenang bapak asli Banyuwangi ini.
Akhirnya tahun itu juga Nurkholis beralih profesi menjadi petani cabai. Modal budidaya ia pinjam dari teman dan pemasok pestisida. Lagi-lagi ia melakukan kesalahan yang sama. Ingin jadi petani, tapi praktiknya malah jadi mandor. Sejak proses tanam, perawatan, hingga panen orang lain yang mengerjakan. Kegagalan pun kembali menghampirinya hingga membuatnya kesulitan membayar utang.
“Melakukan evaluasi, introspeksi diri akhirnya Maret 2020 saya terjun ke lahan sendiri. Mencoba berbudidaya cabai layaknya sebagai petani pemula. Belajar bertahap, mengamati tanaman, selama satu tahun belajar. Alhamdulillah dari proses belajar tersebut hasil tanamannya bagus tapi hasil penjualan tidak bagus karena harga memang sedang anjlok,” terang bapak lulusan Madrasah Aliyah Al-Amiriyyah Blokagung, Banyuwangi.
Hitung-hitung, kegagalan yang dialaminya dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kerugian sekitar Rp700 juta.Ia merinci, modal awal Rp1 miliar untuk lahan 8 ha. Produktivitas hanya 5 ton/ha, ditambah lagi harga cabai murah sehingga total penjualan cabai cuma Rp300 juta.