Foto: Peni Sari Palupi
Ilustrasi kebun: Produktivitas kebun harus ditingkatkan
Produktivitas tanaman yang rendah bikin keuntungan petani kecil tidak memadai.
Indonesia menjadi tuan rumah Asia Small Tea Growers Conference 2023 pada 23 Agustus 2023 di Bandung, Jabar.Acara dihadiri delegasi Asia Tea Alliance (ATA) dari berbagai negara dan perwakilan pemangku kepentingan teh di Indonesia.
Acara tahun ini berfokus pada pemberdayaan petani kecil dan potensi untuk menciptakan kerja sama yang melibatkan berbagai pihak dalam industri teh di Asia. Menurut Managing Director Solidaridad Asia, Shatadru Chattopadhayay, acara ini sebuah inisiatif terobosan menyatukan produsen teh kecil dan besar di Asia. ATA sebagai salah satu forum penting untuk mengatasi masalah industri teh.
“ATA akan berada digaris depan mendukung produksi yang efisien, ekonomis, pasokan teh berkelanjutandan berkualitas untuk meningkatkan taraf hidup petani, pekerja teh dan pendapatan yang adil. Hal ini harus bersama-sama menciptakan masa depan yang menunjukkan kemajuan, keberlanjutan, dan kesuksesan,” ujar Chattopadhayay dalam sambutannya.
Posisi Terkini
Koordinator Pemasaran Hasil, Ditjen Perkebunan, Kementan, Normansyah Syahrudin mengungkap, produksi teh Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Biang keladinya adalah peralihan fungsi lahan kebun teh menjadi perumahan, petani teh beralih budidaya komoditas lain, dan kebun teh yang sudah tidak produktif lantaran sudah tua.
Untuk itu Kementan merilis program peningkatan produktivitas teh nasional melalui peremajaan kebun,pemberian bibitunggul, saranadan prasarana pascapanen agar hasil panen maksimal. “Pemberian bantuan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas teh. Kementan menargetkan produktivitas kebun teh menjadi 1 ton/ha sehingga tidak lagi di bawah 1 ton/ha,” terangnya.
Senada dengan Normansyah, menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022,produksi teh kering nasional mencapai 136.800 ton.
Jumlah ini turun sebesar 5,72% dari tahun sebelumnya145.100 ton. Kementerian Koperasi dan UKM terus melakukan berbagai intervensi kebijakan dari hulu hingga hilir. Fokusnya mengembangkan model bisnis hilirisasi untuk meningkatkan peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rantai pasok global.
“Sisi hulu kami melakukan pendampingan untuk meningkatkan produktivitas dan akses pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dana bergulir untuk koperasi. Sisi hilir memperluas akses pasar dalam negeri dan luar negeri, serta memperluas kemitraan dengan BUMN dan swasta,” ungkap Teten.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Tani Lestari Waras Paliant mengatakan, posisi petani berada paling ujung rantai pasok dengan segala keterbatasan. Pasalnya, petani rakyat mengelola kebun secara mandiri, cekak modal, kurang paham teknologi dan cara menghadapi kondisi pasar yang dinamis. Mereka perlu solusi inovatif untuk mengubah kondisi tersebut. Salah satunya dengan membentuk paguyuban bersama petani dengan membangun produk hilir teh rakyat.
“Saat ini tren konsumsi teh global terus meningkat, tetapi kondisi sektor teh Tanah Air semakin lesu. Perlu diketahui, 46% perkebunan teh Indonesia digarap petani kecil, 34% dikelola negara dan 20% dikelola swasta. Perkebunan petani kecil memang luas tapi produktivitasnya turun. Data BPS produksi teh kering pada 2021 hanya 144.064 ton, 40% dihasilkan perkebunan besar negara, 35% perkebunan rakyat, dan 25% perkebunan swasta,” ulas Waras.
Menanggapi hal itu, Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian, mengatakan, “Petani harus semangat memproduksi teh. Memang konsumsi teh saat ini masih rendah, jadi perlu dorongan untuk meningkatkan konsumsi dan nilai jual tinggi seperti produk hilir. Saya yakin petani dapat meningkatkan produktivitas dan menjaga kebun teh dengan baik serta mendorong terbentuknya pariwisata kebun teh di daerah setempat. Agar petani tidak hanya fokus pada hasil produksi tapi pariwisata juga jalan,” katanya.
Ketua Umum Dewan Teh Indonesia (DTI), Rachmad Gunadi mengungkapkan, teh Indonesia harus berbenah, dari sisi konsumsi domestik. Pasalnya pangsa pasar dalam negeri begitu besar.
“Teh Indonesia bagus dan dihargai pasar luar negeri dengan harga bagus. Produk teh yang bagus di ekspor, dalam negeri dapatnya yang jelek-jelek, sudah 78 tahun merdeka masih konsumsi teh itu-itu saja, malu. Mereka mampu beli produk lipton sangat mahal, bisa jadi itu teh Indonesia,” tegasnya.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 351 terbit September 2023 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.