Foto: Dok. BPTP Jateng
Hardiman, produksi Inpari 32 8 ton/ha dan pasar mau menerima gabahnya
Ciherang masih menjadi varietas dominan pilihan petani. Ini salah satu penyebab produktivitas padi rata-rata nasional mentok di angka 5,2 ton/ha.
Pada berbagai kesempatan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengingatkan tentang adanya ancaman krisis pangan akibat dampak perang Rusia-Ukraina dan perubahan iklim. Dalammomentum peringatan Hari Krida Pertanian (HKP) ke-50 di Sukoharjo, Jateng (21/6), Mentan meminta para kepala daerah memiliki cadangan pangan hingga cukup untuk dua tahun. Selaras dengan hal tersebut diperlukan upaya peningkatan produksi padi sehingga kita dapat mengisi lumbung-lumbung pangan sebagai cadangan pangan tatkala musim paceklik tiba.
Beralih ke Inpari 32
Sejatinya, potensi peningkatan produksi padi di Indonesia masih cukup besar. Dari sisi produktivitas, saat ini rata-rata nasional selama kurun waktu 2018-2021 baru sebesar 5,2 ton gabah kering giling (GKG)/ha. Padahal kita memiliki varietas-varietas unggul baru dengan potensi hasil di atas 6 ton/ha, seperti Inpari 32, Inpari 42, Inpari 43, Pajajaran, Cakrabuana, dan Inpari Sidenuk. Introduksi varietas unggul baru ini menjadi salah satu strategi yang harus dilakukan untuk mengerek produksi padi nasional.
Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik 2017, 44,48% benih yang digunakan petani adalah varietas Ciherang, kemudian menyusul IR-64 (12,92%), Mekongga (6,42%), varietas lokal (7,65%) dan sisanya varietas inbrida lainnya. Jadi, tiga varietas teratas favorit petani berturut-turut adalah varietas Ciherang, IR-64,dan Mekongga.
Ciherang dan Mekongga merupakan turunan dari IR-64. Dengan demikian bisa dikatakan, salah satu penyebab capaian produktivitas padi sebesar 5,2 ton/ha lantaran tingginya penggunaan ketiga varietas tersebut, terutama Ciherang. Padahal banyak pilihan varietas dengan karakteristik rasa yang sama, yaitu tekstur nasi pulen dengan potensi hasil lebih tinggi dan umur lebih pendek.
Karena itu pemerintah terus mengedukasi petani untuk mengganti varietas Ciherang dengan varietas unggul baru, seperti Inpari 32. Upaya penggantian diwujudkan melalui penyuluhan dan kegiatan bantuan benih oleh Kementerian Pertanian(Kementan). Pada 2021, Kementan menyalurkan bantuan benih padi varietas Inpari 32untuk pertanaman seluas 94 ribuha.
Produktivitas Lebih Tinggi dan Tahan OPT
Dan hasilnya cukup menggembirakan. Banyak petani yang mulai beralih ke Inpari 32 dan merasakan hasil yang berlipat dibandingkan sebelumnya. Salah satu wilayah yang sudah mulai beralih ke Inpari 32 adalah Banten. Berdasarkan hasil pantauan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Banten, varietas ini sudah menyebar di berbagai lokasi di Banten.
Petani mengakui adanya keunggulan Inpari 32 dibandingkan Ciherang yang sebelumnya mereka tanam. Kiryo, Ketua Kelompok Tani Lumbung Jatok di Desa Panimbangjaya,Kec. Panimbang, Kab. Pandeglang, menyatakan, hasil panen Inpari 32 memuaskan dan tanamannya tahan terhadap penyakit kresek dan tungro. “Hasil panen gabahnya lebih banyak dan bobotnya lebih berat. Dari segi rasa, nasi Inpari32 juga sama pulennya dengan Ciherang,” jelas Kiryo.
Begitu pun di Jawa Barat, misalnya di Majalengka. Sejak 2015 para petani mulai beralih dari Ciherang ke Inpari 32. Hardiman, petani di Kec.Jatijutuh, Majalengka, menyebutkan,pergantian varietas dilakukannya karena lebih tahan terhadap OPT dibanding Ciherang. "Varietas Inpari32 dipilih petani karena rasa sama dengan Ciherang.Dia pulen, pasar juga menerima beras tersebut. Inpari 32 juga punya kelebihan tahan terhadap OPT. Produksinya juga tinggi. Dengan menanam Inpari bisa mencapai 8ton/ha. Sementara waktu menanam Ciherang hanya 5 ton,"ulasHardiman.
Berdasarkan informasi dari Direktorat Perbenihan, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan, pemanfaatan Inpari 32 terus mengalami peningkatan berturut-turut 3,64% (2018); 5,97% (2019) dan 7,47% (2020). Selain Inpari 32, menyusul kemudian Inpari 42 dan Inpari 43. Berdasarkan hasil penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur, produktivitas padi VUB Inpari 42, 43,dan 32 menunjukkan peningkatan hasil gabah kering panen berturut-turut sebesar 1,36 ton/ha, 0,6 ton/ha dan 0,77 ton/ha dibandingkan Ciherang.
Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Peningkatan produksi juga dapat dilakukan melalui peningkatan luas areal panen atau biasa disebut intensifikasi. Optimalisasi pemanfaatan lahan baku sawah menjadi sangat penting. Luas baku sawah Indonesia sebesar 7,46 juta ha dengan rata-rata indeks pertanaman 1,5 (IP150) merupakan potensi yang bisa dioptimalkan untuk dapat meningkatkan produksi padi.
Petani harus didorong untuk dapat memanfaatkan lahan sawahnya lebih dari satu kali tanam setiap tahun. Para petani yang hanya tanam satu kali dalam setahun (IP100) didorong untuk bisa menanam dua kali setahun (IP200). Begitu seterusnya hingga sawah optimal dimanfaatkan dan apabila memungkinkan bisa dilakukan pertanaman hingga empat kali dalam setahun (IP400).
Selain itu, peningkatan produksi padi juga dapat dilakukan melalui perluasan areal tanam (ekstensifikasi) di lahan kering, lahan bera/telantar, lahan perhutanan, lahan perkebunan, lahan eks tambang dan sebagainya. Padi dapat ditanam sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan tanaman utama. Tanaman pangan utama ini juga dapat dibudidayakan di bawah tegakan tanaman utama.
Petani pun bisa melakukan penanaman monokultur pada areal bukaan baru seperti kebun sawit hasil peremajaan. Tanaman sawit baru akan menghasilkan buah paling cepat umur 28 bulan. Selama sawit belum menghasilkan, kebun bisa dimanfaatkan untuk bertanam padi. Tentunya dengan varietas yang sesuai kondisi kebun setempat.
Pada kawasan tertentu yang berskala luas dapat pula dilakukan ekstensifikasi penanaman padi secara korporasi, baik dengan model integrated farming (pertanian terpadu) maupun food estate. Food estate adalah istilah populer dari kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (>25 ha) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, modal, serta organisasi dan manajemen modern. Food estate dengan tanaman prioritas padi misalnya yang dikembangkan di Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau dan Terusan, Kab. Kapuas.
Pemerintah terus mendorong opsi-opsi tersebut sebagai perwujudan dari upaya pemenuhan kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri. Sesuai tema Hari Krida Pertanian 2022, Pertanian Indonesia Siap Menghadapi Krisis Pangan Global. Momentum Hari Krida Pertanian diharapkan memacu semangat anak negeri untuk mewujudkan pertanian yang lebih maju, mandiri, dan modern.
Dr. Rachmat, S.Si M.Si, PMHP Madya Ditjen Tanaman Pangan, Kementan