Rabu, 4 Mei 2022

SAWIT : Peremajaan Sawit Rakyat, Pengin Ngebut dan Tetap Selamat

SAWIT : Peremajaan Sawit Rakyat, Pengin Ngebut dan Tetap Selamat

Foto: Galuh Ilmia Cahyaningtyas
Peremajaan sawit rakyat sangat strategis tapi masih menghadapi tantangan

Pemerintah ingin mempercepat pelaksanaan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), tapi tantangannya cukup besar agar dana tidak terselewengkan.
 
Keberhasilan Program PSR dinilai sangat strategis untuk meningkatkan produksi sawit nasional tanpa perlu membuka lahan baru. Kita tak perlu ribet berurusan dengan isu deforestasi. Peningkatan produktivitas kebun dari rata-rata 3-4 ton minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) menjadi 7-8 ton/ha dapat mendongkrak kesejahteraan pekebun rakyat. Bagaimana strategi pemerintahuntuk mengebut PSR?
 
 
Kurang dari Separuh
 
Dalam webinar “Dampak Positif Program PSR, Sarpras, dan Pengembangan bagi Petani Sawit” Maret silam, Hendratmojo Bagus Hudoro dari Ditjen Perkebunan,Kementan,menjabarkan strategi percepatan PSR. Menurut Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar ini, dari 16,38 juta ha total kebun sawit nasional, sebanyak 6,94 juta ha atau sekitar 41% adalah kebun rakyat, baik swadaya maupun plasma.
 
Dari angka tersebut, 2,8 juta haberpotensi diremajakan dengan bantuan hibah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)sebesar Rp30 juta/ha. Dana ini untuk membiayai tahun pertama dari tiga tahun proses peremajaan. Selebihnya dengan dana pekebun atau kredit dari bank.
 
“Pada 2017-2022 target PSR 540 ribu ha, tetapi sampai akhir 2021 baru tercapai 257 ribu ha, belum ada separuhnya. Inilah tantangan kita untuk menjamin keberlanjutan usaha sawit melalui kegiatan peremajaan,” ujar Bagus, sapaannya.
 
Pencapaian tertinggi PSR terjadi pada 2020 yang mencakup 51,15% dari target. Sayangnya tahun lalu sangat seret,hanya 15,41%. “Salah satu tantangan adalah ada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyertakan pernyataan bebas kawasan hutan dan bebas dari HGU serta validasi NIK (Nomor Induk Kependudukan) pekebun. Selain itu juga karena sepanjang 2021 harga tandan buah segar (TBS) tinggi sehingga pekebun masih enggan ikut PSR,” imbuh alumnus S2 UGM tersebut.
 
 
Strategi Percepatan
 
Untuk mempercepat laju PSR, Kementan mengeluarkan Permentan nomor 3/2022 tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit pada 18 Februari 2022. Permentan baru ini menggantikan Permentan 07/2019.
 
Menurut Bagus, “Permentan baru membuka jalur usulan peserta PSR melalui kemitraan perusahaan perkebunan. Poktan/gapoktan atau kelembagaan petani lain bisa melakukan kemitraan dengan perusahaan perkebunan. Mereka bersama perusahaan sebagai pendamping dan mitra menyusun rencana anggaran belanja (RAB) dan menyiapkan persyaratan untuk diajukan ke BPDPKS secara langsung. BPDPKS menunjuk surveyor (Sucofindo) untuk melakukan verifikasi. Setelah verifikasi, Dirut BPDPKS menerbitkan SK penerima dana PSR. Selama ini verifikasi berjenjang dari kabupaten, provinsi, lalu ke Pusat (Ditjen Perkebunan) dan BPDPKS.”
 
Selain itu, pengusulan dari dinas kabupaten pun tidak melalui verifikasi dinas provinsi dan Ditjen Perkebunan. Verifikasi sepenuhnya di dinas kabupaten meliputi identitas pekebun dan kelembagaan pekebun serta identitas dan status lahan. Pelaksanaan verifikasi dua tahap, yakni pemeriksaan dokumen (on desk review) dan pemeriksanaan lapangan (on site review). Penyampaian dokumen dan verifikasinya dilakukan secara daring melalui Smart PSR.
 
Begitu lulus verifikasi di kabupaten, dinas provinsi dan Ditjen Perkebunan hanya mengantarkan hasil verifikasi tersebut ke BPDPKS. DitjenPerkebunanlalu meminta Disbun Kabupaten/Bupati untuk menerbitkan SK Calon Pekebun Calon Lahan (CP/CL) sebagai bahan penerbitan rekomtek yang diajukan ke BPDPKS.Batas luas lahan yang akan diremajakan, sebelumnya maksimal 4 ha per kepala keluarga menjadi 4 ha per pekebun.
 
 
Titik Kritis
 
Semangat percepatan itu memang bagus tetapi penjaga keuangan negara, yaitu BPK dan Kejaksaan Agung mengibarkan bendera merah alias hati-hati. Serupiah pun uang negara harus ada pertanggungjawabannya. Apalagi jumlah dana pungutan ekspor yang dikumpulkan BPDPKS itu sangat besarRp71,46 (belum diaudit). Sampai akhir2021, dana PSR yang tersalur Rp6,59 triliun.
 
Amin A. Bangun, Auditor Utama Keuangan Negara II BPK, menjelaskan, dalam pelaksanaan PSR, pihaknya menemukan NIK pekebun penerima dana Program Peremajaan Kebun Sawit  (PPKS) belum seluruhnya valid. “NIK tidak ditemukan dalam database kependudukan. NIK sama, tapi nama pekebun berbeda. NIK menerima dana PPKS melebihi 4 ha,” ulasnya.
 
Belum semua dana PPKS yang telah disalurkan didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang sesuai dan valid dari penerima dana. Bukti pertanggungjawaban juga belum dapat mengindentifikasi lahan pekebun mana yang telah dikerjakan oleh poktan.
 
Masalah lainnya,“Monitoring dan evaluasi oleh BPDPKS belum mencakup monitoring dan evaluasi terhadap realisasi penyerapan dan penggunaan dana oleh petani/kelompok tani. Sehingga BPDPKS tidak mengetahui luas lahan yang telah diremajakan menggunakan dana PPKS,” sebutnya.
 
Dan yang tak kalah penting adalah temuan dana PPKS masih mengendap di rekening pekebun belum disetor ke rekening lembaga pekebunsehingga rawan pemakaian tidak sesuai RAB. Padahal ketentuannya, danadari BPDPKS masuk ke rekening pekebun lalu dipindahkan ke rekening escrow lembaga pekebun. Karena itulah mulai 1 Oktober 2021 BPDPKS memperbarui mekanisme transfer dana dan pertanggungjawabannya dengan melibatkan Sucofindo sebagai verifikator di lapangan.  
 
 
Rekomendasi
 
Rachmat Supriyadi, Kasubdit Pengamanan Infrastruktur Pengairan, Pertanian, dan Kelautan, mewakili Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen memaparkan temuan identik dengan BPK.
 
“Ada permasalahan yang naik untuk dilakukan tindakan hukum di Aceh.Di sepanjang Pulau Sumatera ada beberapa perkara yang ditangani rekan kami di ranah Pidana Khusus,juga di Kalimantan dan Sulawesi,” ungkap Rachmat.
 
Masalah tersebut, imbuh dia, akibat kelemahan proses verifikasi. Apalagi BPDPKS melakukan terobosan dan memangkas tahapan-tahapan dalam pengajuan PSR.Yang sering terjadi di lapangan, dana PPKS tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam setiap item kegiatan/pengadaan. Tumpang tindih atas alas hak atas lahan para pengusul banyak ditemukan di Kalimantan dan Sulawesi. “Dan yang miris sekali, lahan yang diajukan itu tidak ada atau fiktif. Ini betul-betul ada niat jahat dari pemohon. Ini kita antisipasi jangan sampai terjadi,” tegasnya.
 
Karena itu, Kejaksaan Agung memberikan rekomendasi kepada BPDPKS untuk melakukan verifikasi atas dokumen usulan penggunaan dana dari pihak pekebun. Hasilnya diteruskan kepada pihak bank mitra untuk pencairan.
 
BPDPKS mengecek terlebih dahulu usulan penggunaan dana dengan progres fisik di lapangan sehingga dipastikan dana digunakan secara fakta menjadi kebun. BPDPKS juga secara periodik melakukan sosialisasi dan evaluasi terhadap pekebun dan bank mitra terkait penggunaan dana PSR. Terakhir, dinas kabupaten dan provinsi melakukan pengecekan lapangan secara faktual sebelum mengeluarkan rekomendasi atas verifikasi usulan yang diajukan pekebun.
 
Tujuannya, pelaksanaan PSR bisa dikebut dan dananya selamat sampai menjadi kebun baru.
 
 
 
Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain