Jumat, 4 Maret 2022

BEBEK : Menilik Peluang Profit Itik

BEBEK : Menilik Peluang Profit Itik

Foto: Try Surya Anditya
Peluang usaha ternak itik masih terbuka sangat lebar

Seberapa besar menjanjikannya permintaan daging dan telur itik? Mari kita telisik.
 
Kemajuan era media sosial turut mendongkrak tren konsumsi bebek atau itik di Tanah Air. Dengan meningkatnya minat masyarakat, peluang usaha itik baik petelur maupun pedaging masih terbuka sangat lebar. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, populasi itik nasional mencapai 50.311.991 ekor pada 2021 naik dari produksi tahun 2020 yang sebanyak 48.245.164 ekor. Sementara, telur itik menyentuh 329.565 ton di tahun yang sama, naik dari tahun sebelumnya dengan jumlah 316.960 ton.
 
Albert, Technical Consultant & Marketing Putra Perkasa Genetika (PPG) menuturkan, permintaan bibit itik (Day Old Duckling – DOD) menunjukkan tren positif. Ia menjabarkan, sejak awal PPG berdiri pada 2013, penjualan bibit hanya sekitar 6 ribu ekor/bulan. Saat ini penjualan sudah mencapai 400 ribu ekor/bulan dan mengalami peningkatan permintaan. “Tidak menutup kemungkinan akan meningkat terus permintaan dari beberapa daerah,” ungkapnya.
 
 
Pasar Masih Besar
 
Bagusnya permintaan pasar itik pedaging diamini Muhamad Yasin. Peternak itik hibrida di daerah Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat ini berujar, populasi kandangnya naik bertahap. Peternakan yang baru dirintis pada Mei 2021 itu awalnya berjumlah 500 ekor. Kini, pembesaran itik pedagingnya sudah sebanyak 3.000 ekor.
 
“Limabulan terakhir kemarin itu agak susah menjual karena ada PPKM dan daya beli masyarakat juga sedang turun. Tapi, mulai membaik. Saya optimis kesempatan pasar bebek hibrida masih sangat luas,” yakin dia.
 
Yasin mengulas, dengan harga beli DOD Rp11 ribu/ekor, ia bisa mengantungi keuntungan sebesar Rp10 ribu/ekor ketika harga sedang bagus. Usaha pembesaran itik miliknya, sudah bisa dipanen pada umur 40 hari. Dari 500 ekor itik, jumlah yang bisa dipanen sebanyak 480-490 ekor.
 
Yasin menyarankan, yang ingin mencoba beternak bisa di skala usaha 100 ekor dengan itik hibrida. Sebab, menurutnya, itik hibdrida memiliki ketahanan yang kuat dalam budi daya.
 
Sedangkan dari itik petelur, peluang pasarnya tak kalah menggiurkan. Rully Lesmana, Direktur UD Surya Abadi mengutarakan, permintaan telur itik tidak hanya berasal dari pasar lokal. Ia pun sudah menyanggupi pasar dari beberapa negara luar.
 
Khusus telur asin, urai Rully, permintaan dari Amerika saja mencapai 2,5 juta butir per tahun. Belum lagi permintaan dari Dubai dan Jepang. Dalam memenuhi permintaan ekspor, ia sudah mengantungi sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
 
Ia tidak menampik pasarnya terganggu selama pandemi. Populasi itik petelur yang sebelumnya berjumlah 8 ribu ekor, tergerus menjadi 4 ribu ekor.
 
“Saya pernah bakar 60 ribu telur yang tidak lolos untuk ekspor karena mengandung koksidia. Pernah juga barang sudah sampai Pelabuhan ternyata hasil ujinya labnya terdapat sudan red (zat pewarna). Dari situ, akhirnya memutuskan membangun peternakan sendiri dan menentukan kualitasnya sesuai permintaan pasar internasional,” ulas Rully.
 
Ia mengakui, saat ini tengah memperdalam produksi telur asin hitam. Sebab, permintaan dari Singapura dan lokal sudah mulai terbuka. Terlebih, harganya menyentuh Rp8.500/butir atau hampir 3 kali lipat lebih mahal dari telur itik biasanya.
 
 
Varian Bibit Unggul
 
Untuk menunjang produksi, keberadaan varian bibit unggul sangat dibutuhkan peternak. Albert berujar, sebelum hadirnya bebek hibrida, peternak bebek pedaging banyak yang memanfaatkan bebek petelur afkir. Setelah adanya terobosan perkawinan silang antara bebek lokal dengan bebek peking, permintaan bibit menjadi sangat pesat. Bebek peking memang sangat dikenal akan pertumbuhan dan daging yang lebih baik.
 
Intan Nursiam, Nutrisionis Farmsco Feed Indonesia mengatakan hal serupa. Menurut Nursiam, introduksi bibit itik pedaging unggul belum bervariatif seperti ayam. Peternak yang mengandalkan itik petelur afkir
sebagai konsumsi, hasil tekstur daging menjadi sedikit alot atau kualitas meat yield daging rendah.
 
Dia mencontohkan, salah satu DOD pedaging yang sudah tersedia di pasar yakni itik PMp Agrinak. Bibit ini merupakan hasil persilangan peking jantan dan mojosari putih betina Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Litbang Kementerian Pertanian. Untuk bobot 1,5-1,7 kg sesuai dengan tren permintaan pasar, bisa dicapai pada usia 7-8 minggu. Sebagai perbandingan, itik peking menyentuh bobot 3,5 kg di usia 10 minggu. Sedangkan, PMp Agrinak bobotnya menyentuh 2 kg pada usia yang sama.
 
Maijon Purba, Peneliti Balitnak Litbangtan menambahkan, selain PMp Agrinak terdapat pula itik EPMP. Itik ini merupakan hasil persilangan entog, peking, dan mojosari. Pada usia 8 minggu, bobotnya mencapai 2,3 kg. menurut Maijon, itik ini bisa diandalkan sebagai alternatif itik pedaging.
 
Untuk itik petelur, imbuh Maijon, terdapat itik Alabio dengan rata-rata produksi telur 65-88 butir/tahun. Kemudian, itik Mojomaster Agrinak dengan potensi produksi 68-69 butir/tahun dan itik Master hibrida dengan kemampuan produksi hingga 260 butir/tahun.
 
Dari segi pemenuhan nutrisi itik hasil persilangan peking, Nursiam menyarankan, pada fase starter peternak bisa memanfaatkan pakan berprotein 20%-22%. Setelah masuk fase grower, manfaatkan protein 17%-19%. Secara kumulatif, dalam kurun waktu 8 minggu dibutuhkan pakan sekitar 9,6 kg dengan perhitungan rasio pakan (FCR) 1,9-2.
 
Untuk pemberian pakan pada masa-masa starter, jangan terlalu banyak diberikan di wadah pakan. Hanya jika pakan sudah habis, baru ditambahkan lagi. Sedangkan pada masa finisher, 40% diberikan di pagi hari dan 60% di sore hari. Harapannya, itik makan lebih banyak kemudian malam beristirahat sehingga konversi daging lebih cepat.
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain