Kamis, 3 Pebruari 2022

UNGGAS : Meningkatkan Kecernaan, Mengatasi Wet Dropping

UNGGAS : Meningkatkan Kecernaan, Mengatasi Wet Dropping

Foto: Try Surya Anditya
Heat stressdan lingkungan yang tidak mendukung mengakibatkan ayam tidak bisa menyerap nutrisi dengan baik

Heat stressdan kondisi lingkungan membuat kasus wet dropping muncul. Perlu pendekatan formulasi agar nutrisi terserap optimal.
 
Di dalam bisnis peternakan, kesehatan saluran pencernaan memegang peranan dan kontribusi yang sangat penting dalam menunjang metabolisme energi dan produksi. Sehatnya saluran pencernaan akan menunjang penyerapan nutrisi pakan secara optimal.
Jatmiko, Head of Product Management PT Agrinusa Jaya Santosa menuturkan, permasalahan pada usus mencerminkan kesehatan ternak sedang terganggu. Munculnya feses basah (wet dropping) menjadi sebuah tanda awal (early warning sign) terjadinya permasalahan pada usus unggas.
Lebih lanjut, jelas dia, wet dropping (diare noninfeksius) terjadi akibat multifaktor,seperti pengaruh pakan, lingkungan, air, dan infeksi patogen. Namun, ia menyoroti, sumber pakan dan lingkungan biasanya menjadi pemicu munculnya wet dropping.
“Akhir-akhir ini kita temukan kasus wet dropping di lapangan dan ini termasuk yang mengganggu performa unggas, terutama ayam petelur (layer),” ulas Jatmiko belum lama ini. Kejadian wet dropping memang termasuk masalah klasik peternakan unggas di dalam negeri. Iklim tropis dan kelembapan yang sangat tinggi akan memicu heat stress yang berdampak munculnya wet dropping.
 
Faktor Antinutrisi
Di samping kepadatan kandang,peternak perlu mengontrol suhu dan kelembapan. Bila dua hal itu tidak terkontrol, ayam akan terkena heat stress dan akan lebih banyak minum ketimbang makan. Alhasil, feses yang disekresikan menjadi lebih cair.
Kondisi fisik kotoran ternak seperti tekstur, warna, dan bau merupakan salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kesehatan pencernaan pada ternak. Feses basah juga menandakan tidak tercernanya nutrisi pakan oleh usus. Kandunganantinutrisi (Anti Nutrition Factors - ANFs) pada bahan baku pakan seperi bungkil kedelai (soybean meal – SBM) turut menjadi penentu.
Menurut Jatmiko, kalau SBM pada pakan dipanaskanhingga terlalu masak (overcooked), proteinnya terdenaturasi dan rusak. Sebaliknya, jika kurangmasak(undercooked), pakan jadi masih mentah dan tingkat kecernaan. Hal ini bisa dibuktikan dengan pengukuran kelarutan protein (KOH). Kualitas SBM dinilai menurun ketika hasil uji KOH lebih kecil dari 72%.
Komponen antinutrisi pada bahan pakan akan mengganggu proses utilisasi nutrien di dalam saluran pencernaan unggas. ANFs dalam pakan, misalnyatripsin inhibitor, menghambat enzim tripsin yang mempengaruhi kecernaan protein. Beberapa asam amino seperti lisindanarginin akan menurun banyakkecernaannya.
“Dalam formulasi pakan kita perlu perhatikan. Kondisi overcookeditu harus menambahkan beberapa asam amino sintetis atau mengambil sumber asam amino dari beberapa produk lainnya. Kita harus waspada, jangan sampai merusak tripsin dan kimotripsin yang dihasilkan pankreas,” jelas dokter hewan lulusan UGM Yogyakarta ini.
 
Penanganan dengan Pendekatan Formulasi
Jatmiko menyarankan, untuk mengatasi heat stess, peternak harus memperbaiki ventilasikarenastres ini menjadi masalah utama pada saluran pencernaan. Pada saat terjadi stres, sel usus akan ada yang mati. Sel-sel usus dipelihara dari 20% energi dan 20% protein yang bersumber dari pakan.
Untuk mengatasi stres dari sisi pakan, formulasi wajib dibuat sedemikian rupa agar performa usus lebih baik dan klorin dalam usus rendah. Hal ini lantaran berefek pada kompanyon yang biasanya aktif menyerap energi. “Wet dropping juga terjadi terhadap intake potasium, sulfat, serta klorida yang berlebih. Kita formulasikan, buat lebih rendah untuk mendapatkan kecernaan yang lebih baik,” bahasnya.
Ia menuturkan, penanganan kasus wet dropping bisa dengan memperhatikan rasio metabolizable energy dan crude protein (ME:CP) lebih tinggi, dan mengubah dietary electrolyte balance(DEB) mendekati 250 mEq/kg. DEB merupakan kombinasi dari natrium (Na) plus kalsium (Ca) dan pengurangan klorida (Cl).
Nilai konsentrasi Cl dalam sumbernya berbeda-beda. NaCl mengandung klorida 60%, kolin klorida 15%, L Lisin HCl19,5%, Betain HCl 23%. Ia merinci, dalam formulasi keberadaan lisin perlu dipertimbangkan. Klorin berkurang, DEB akan tinggi.
“Untuk mengurangi hanya klorida, bisa menggunakan NaCl. Akan tetapi ketika diturunkan akan terjadi kekurangan Na dan ini tidak baik. Kalau NaCl-nya dikurangi, harus cari sumber sodium dari bahan baku yang lain,” ujarnya.
Sementara itu, Kristiana Rini Astuti, Product Manager PT Biochem Zusatzstoffe Indonesia menuturkan, dalam kondisistres, unggas membutuhkan suplai grup metil (CH3) dalam jumlah besar. Proses metilasi (transfer metil) membantu pembentukan protein dan perbaikan jaringan, fungsi detoksifikasi dan kekebalan tubuh, pembentukan adrenalin, karnitin dan kreatin, serta phosphatidylcholine (lesitin).
Dalam hal ini, suplementasi betain bisa menjadi donor gugus metil yang terlibat dalam metabolisme pada unggas. Betain, jelas Rini, merupakan trimetil glisin yang masuk ke dalam kelompok vitamin dan provitamin. Selain toleran pada suhu hingga 200OC, penyerapannya oleh sistem transportasi asam aminobisa cepat.
Sumber betain boleh berasal dari betain anhydrous dan betain HCl. Masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Rini mengatakan, Biochem memiliki produk Hepatron 85% yang merupakan kombinasi keduanya. Dengan konsentrasi betain 85% dari kombinasi tersebut, selain sebagai donor metil dan osmoregulasi, tingkat higroskopisnya pun rendah.
Kandungan TMA (trimetilamin) produk betain HCl, sambung Rini, bervariasi mulai dari 0,2- 6 g/kg. Sementara hepatron terhitung rendah, maksimal 0,005 g/kg. Aplikasi ini juga mempertahankan stabilitas vitamin AdanB1 dalam premiks. Alumnus kedokteran hewan UGM Yogyakarta ini menyebut, bioefikasi betain lebih tinggi ketimbang kolin klorida dalam hal menyediakan gugus metil. Betain dapat juga diasumsikan sebagai fungsi grup metil kolin dan metionin.
Di samping tidak merusak nutrisi atau vitamin, betain menghemat sebagian klorida dalam diet sehingga memungkinkan penggunaan NaCl, bukan NaHCO3. Dengan begitu, penghematan biaya dengan proporsi NaCl yang murah bisa lebih tinggi di dalam diet.
Terkait fungsi osmolyte, betain anhydrous mendukung fungsi sel normal, aktivitas enzim, dan strukturprotein. “Saat terjadi diare, retensi air akan naik dan mengurangi terjadinya wet litter. Fungsi usus juga tetap ditopang selama infeksi koksidiosis. Suplementasi betain anhydrous meningkatkan kapasitas penampungan air di dalam sitoplasma (sel usus),” tutup Rini.
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain