Foto: Windi Listianingsih
Produksi teh terus turun karena penurunan luas kebun dan rendahnya provitas
Peluang membangun industri teh dengan kualitas yang baik dan aroma spesifik.
Belakangan ini citra teh seakan luput dibalik bayangan kopi. Sejumlah gerai kopi bermunculan di seantero lokasi. Sebenarnya, orang-orang yang ada di gerai kopi tidak hanya menyeruput kopi tetapi juga minum teh. Alhasil, minum teh, kopi yang punya nama. Padahal, teh merupakan minuman favorit komunitas global setelah air putih karena cocok disajikan setiap saat pada beragam aktivitas kehidupan.
Asal-usul
Sejatinya, teh bukan tanaman asli Indonesia melainkan dari Jepang dan India sesuai tipe iklim subtropis. Teh pertama kali masuk Indonesia pada 1684 yang ditanam sebagai tanaman hias. Sekitar tahun 1826 teh menjadi salah satu koleksi botani Kebun Raya Bogor lalu diteliti di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jabar.
Tahun 1828 adalah tongkat sejarah komersialisasi teh di Indonesia.Sejarah juga mencatat,teh merupakanbagian dari komoditas tanam paksa era Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Di Indonesia ada 2 jenis teh.Yaitu,Camellia sinensisdari Jepang dengan ciri daun kecil dan C.assamicadari Sri Lanka yang berdaun lebar. Teh cenderung dibudidayakan di area pegunungan dengan ketinggian 400-2.000 mdpl, suhu 13–150C, kelembapan 70%, dan curah hujan tidak kurang dari 2.000 mm/tahun.
Sentra utama budidaya teh terdapat di Jawa dan Sumatera.Pada 2020 luas area budidaya teh tercatat 112.602 ha, terdiri dari 38.838 ha perkebunan negara, 22.594 ha swasta, dan 22.594 ha rakyat. Mayoritas budidaya teh nasional dikuasai negara dan swasta (74,52%),sisanya (25,48%) rakyat. Dalam 5 tahun terakhir, luas budidaya teh nasional menurun0,19% per tahun karena berkurangnya luas perkebunan negara dan swasta,masing-masing 5,22% dan 0,58% per tahun.
Produksi dan Konsumsi
Penurunan luas area budidaya berdampak pada produksiyang turun1,92% per tahun dari 138.935 ton pada 2016 jadi 128.017 ton di 2020. Ini disebabkan rendahnya produktivitas karena kurang bagusnya kualitas bibit dan belum optimalnya penerapan teknologi budidaya.
Rata-rata produktivitas teh Indonesia pada 2020 sekitar 1.126 kg/ha, di bawah rataan produktivitas dunia 1.510 kg/ha.Atau,kalah dari produktivitas produsen utama lainnya seperti Iran,5,913 kg/ha. Turunnya produksi teh nasional juga mengakibatkan melorotnya peringkat Indonesia di tataran produsen utama teh dunia. Saat ini Indonesia menduduki peringkat kedelapan dari sebelumnya posisi keenam.
Konsumsi tehdi Indonesia sekitar 0,46 kg/kapita/tahun.Angka itu sedikit di bawah konsumsi teh Malaysia (0.48 kg/kapita/tahun) dan di atas Singapura (0,37 kg/kapita/tahun).Namun, masih lebih rendah dari konsumsi teh global yang mencapai 0,55 kg/kapita.
Selain domestik, teh juga diekspor. Dengan demikian, teh memiliki peran penting dalam perekonomian nasional terkait serapan tenaga kerja, sumber pendapatan petani, perolehan devisa, pertumbuhan agroindustri, dan pelestarian lingkungan.
Dua kategori utama produk teh yang dipasarkan domestik, yaitu teh seduh berupa teh olahan dengan tujuan memudahkan penyajian dalam jumlah banyak dan teh kemasan untuk satu sajian. Belakangan terjadi kenaikanpermintaan teh domestik seiring pertumbuhan industri minuman, utamanya teh siap saji yang populer di kalangan anak muda.
Beberapa negara tujuan ekspor teh Indonesia adalah Malaysia, Rusia, Pakistan, Australia, Polandia, Jerman, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Tiongkok, dan Inggris. Malaysia dan Rusia tercatat sebagai tujuan utama dengan pangsa 16,39% dan 13,36%. Selain itu, Indonesia mengimpor teh dari Vietnam, Kenya, India, Sri Lanka, Argentina, Tanzania, Tiongkok, Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat. Pangsa impor terbesar yaitu Vietnam 61,29%, diikuti Kenya 13,95%.
Mayoritas ekspor teh Indonesia bermutu premium sedangkan untuk domestik cenderung menyisakan teh kualitas menengah ke bawah. Akibatnya, sebagian industri teh domestik mendatangkan bahan baku impor. Ini karena belum seimbangnya distribusi rantai pasok teh dalam negeri dengan biaya transportasi yang cukup tinggi. Disamping itu, harga teh internasional US$2,82/kg,lebih murah daripada teh domestik,US$5,06/kg.
Kendala
Pengembangan agribisnis teh Indonesia berkorelasi dengan 3 aspek terkait aktivitas budidaya (on-farm), di luar budidaya (off-farm), dan nonbudidaya (non-farm).Di sision-farm, alih fungsi lahan memicu penurunan luas kebun rata-rata 1.113 ha/tahun. Akibatnya, perkebunan teh turunsignifikan dalam 5 tahun terakhir. Beberapa petani memilih mengusahakan hortikultura yang lebih menguntungkan. Di sisi lain, biaya produksi teh cukup tinggi.
Perkebunan teh juga masih menggunakan benih kualitas rendah dan menerapkan praktik pertanian yang ketinggalan zaman.Umumnya,benih berasal dari Pusat Penelitian Teh dan Kina di Gambung, Jabar yang punya karakteristik agak berbeda dengan teh antardaerah. Akibatnya,indikasi geografis teh jadi kurang terwakili sebagai indikator daerah asal suatu produk sesuai faktor geografis, lingkungan, termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi keduanya terkait reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu.
Selain itu, produktivitas teh nasional cenderung turun karena berkurangnya luas tanam dan bertambahnya tanaman tidak produktif. Produktivitas rata-rata teh hanya 900 kg/ha, jauh di bawah angka ideal 2.500 kg/ha. Apalagi,rata-rata kepemilikan lahan petani relatif sempit, sekitar 0,6 ha per rumah tangga.
Dari sisi off-farm, teh digunakan sebagai campuran (blended) yang belum dikenal sebagai teh dari satu sumber (single origin) dengan ciri khas (branded) tersendiri. Indonesia termasuk negara yang sedikit mengonsumsi teh, hanya 0,5 cangkir/orang/hari. Sebagai perbandingan, rata-rata konsumsi teh di Turki sebanyak 5 cangkir/orang/hari atau 10 kali lebih tinggi dibandingkan konsumsi teh Indonesia.
Minimnya promosi menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya konsumsi teh. Promosi belum dilakukan sistematis dalam hal perencanaan strategis dan program implementasi.Namun,masih dikelola secara perorangan maupun perusahaan yang memiliki produk teh kemasan.
Di aspek non-farm, harga teh Indonesia lebih rendah karena sebagian besar dijual tanpa merek. Selain itu, curah hujan dengan intensitas tinggi menurunkan rasa dan kualitas. Kurangnya sumber daya manusia terampil dan minimnya penerapan teknologi pengelolaan mengakibatkan rendahnya kualitas dan murahnya harga teh, khususnya perkebunan rakyat.
Selama 18 tahun terakhir volume ekspor teh turunlebih dari setengahnya, dari 105.581 ton pada 2000 menjadi 49.038 ton di 2018 atau berkurang 3,1% per tahun. Kondisi ini mengakibatkan pangsa volume ekspor teh curah Indonesia di pasar dunia turun dari 8% pada 2000 menjadi hanya 1,6% di 2018.
Sementara, pangsa ekspor produsen lainnya seperti Kenya dan Sri Lanka terus meninggi,masing-masing16,4%-21%dan 18,2%-21%. Situasi ini mencerminkan lemahnya daya saing teh Indonesia di pasar dunia. Masalah lainnya, ekspor teh Indonesia ke Eropa masih terkendala ketatnya persyaratan Batas Maksimum Residu (MRL) kandungan antrakuinon yang harus 0,02%.
Sebaliknya, tren impor teh Indonesia cenderung naik karena tarif bea masuk yang rendah, yaitu 20%. Lebih rendah dari standar 40% yang ditetapkan World Trade Organization (WTO). Bahkan,lebih kecil lagi dibandingtarif bea masuk teh di Turki (145%), India (114%), Tiongkok (100%), dan Vietnam (50%).
Peluang
Indonesia punya peluang membangun industri teh agar bisa bersaing di pasar global karena memiliki kualitas baik dan aroma spesifik. Permintaan pasar global diprediksi terus naik seiring peningkatan pendapatan, gaya hidup sehat, dan diversifikasi produksi teh yang semakin beragam dan atraktif.
Peluang pengembangan industri teh domestik bisa dilakukan melalui penataan area budidaya dengan peremajaan tanaman tidak produktif karena tuaatau rusak, introduksi benih bermutu sesuai indikasi geografis, dan peningkatan pengelolaan dengan teknologi tepat guna seperti pertanian presisi.
Selain itu,perlu langkah konstruktif meliputi peningkatan konsumsi melalui kampanye edukatif, penyederhanaan sistem rantai pasok yang seimbang dan merata, serta promosi ekspor seraya meningkatkan tarif bea masuk impor yang kondusif. Semuanya bisa dilakukan jika ada insentif langsung maupun tidak langsung,seiring penerapan kebijakan secara komprehensif dalam rangka meningkatkan gairah pelaku usaha dalam pengembangan teh nasional.
Satu hal yang menjadi catatan,teh merupakan minuman aromatika yang punya perbedaan cita rasa antara satu produk dengan produk lain, tergantung ragam metode pengolahannya. Karena itu,wawasan dan persepsi terhadap teh cukup bervariasi sesuai dinamika tren konsumsi.
Lantas, apa sesungguhnya yang ada pada secangkir teh? Pertama, teh artisan. Jika membuka kata kunci teh artisan di platfomtoko online,kita akan menjumpai ribuan hasil pencarian. Tokopedia mencatatada lebih dari 3.300 produk sementara di Lazada tidak kurang dari 1.400 produk.Termasuk kategori ini adalah C.sinensisyang dicampur variasi bahan alami seperti perisa dan pewangi esensial jenis buah atau bunga tertentu untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, bahan alami kering lainnya yang diseduh seperti bunga, herbal, dan rempah.
Keberadaan platformonline memudahkan penetrasi pasar teh artisan. Beberapa usahawan muda yang bergerak di bidang kopi juga mulai berani memperkenalkan kreativitas racikan teh mereka, baik di kafetaria maupun toko online.
Kedua, nikmat dan sehat. Konsumen cenderung memilih teh dengan manfaat fungsional tertentu. Teh penurun berat badan, untuk tidur, dan manfaat lainnya yang berkaitan dengan well-being, lebih dicari konsumen. Ketiga, kafetariakopi dan teh.Semakin banyak pengusaha kafetaria yang menyadari pasar kopi mulai jenuh dan konsumen menginginkan minuman lainberkelas premium seperti kopi specialty. Anak-anak muda ini rajin mengikuti kelas edukasi teh untuk dapat menyajikan teh artisan di kafemereka.
Keempat,alami, artistik, dan nonalkohol.Teh menawarkan kelebihan lain yang memikat pengusahadan konsumen untuk mengelola dan mengonsumsinya. Misalnya,sajian teh dengan ragam campuran aneka bahan lain (moctail tea) yang memberiruang kreativitas bagi barista, keindahan artistik yang instagramable, dan petualangan cita rasa bagi konsumen milenial dan Gen Z.
Kelas edukasi mocktail tea pun selalu penuh peminat. Kelebihan lain mocktail tea adalah nonalkohol sehingga aman bagi berbagai usia dan memenuhi kaidah aturan Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia.
Kelima, destinasi. Mulai berdiri gerai teh yang menjadikan teh sebagai pilar produk utama. Sebut saja Sajajar Teh di Medan, Tea Bumi dan Caftaria Walini di Bandung, Conextea di BSD Tangsel, serta Lewis dan Carol, Bumi Nuani, dan Kedai Teh Dialog di Boyolali. Umumnya geraitersebut menawarkan suasana hangat, nyaman untuk bercengkrama, perabotan dan suasana ruang yang menariksehinggakonsumen betah berlama-lama. Produk yang ditawarkan yaitu teh dalam sajian hangat maupun mocktail tea.
Upaya meraih asa pengembangan agribisnis teh nasional sebetulnya ada di depan mata,tergantung pada anak bangsa sendiri. Solusinya,kerjasama multipihak secara bahu-membahu melalui pendekatan pentahelix dengan melibatkan unsur pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media informasi/komunikasi.
Iqbal Rafani, Effendi Andoko, dan Iriana Ekasari