Senin, 3 Januari 2022

PETERNAKAN : Pekan Kesadaran Antimikroba: Gelorakan Bahaya Obat dan Pangan Sehat

PETERNAKAN : Pekan Kesadaran Antimikroba: Gelorakan Bahaya Obat dan Pangan Sehat

Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Pencanangan konsumsi dua butir telur sehari

Pemanfaatan antibiotik dan antimikroba yang berlebihan memicu kekebalan pada patogen sehingga penyakit sulit diobati dan dapat menimbulkan kematian.
    
Dalam rangka Pekan Kesadaran Antimikroba (World Antimikrobial Awareness Week-WAAW) Pemda Lampung menggelar sejumlah kegiatan. Mulai dari pembagian telur gratis, pencanangan makan telur duabutir sehari, bazar produk peternakan, festival telur, dan talkshow tentang bahaya penggunaan antimikroba dan keunggulan pangan telur.
 
 
Berbagi Telur
 
Pembagian telur dilakukan di 10 kabupaten/kota, masing-masing dengan target satuton. Di Kota Metro pembagian telur bertempat di Rumah Dinas Wali Kota Metro beberapa waktu lalu. Menurut Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) Lampung Jenny Soelistiani, telur yang dibagikan berasal dari PPN Lampung 600 kg dan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Lampung 400 kg. “Selain untuk anak stunting,telur juga kita bagikankepada masyarakat,” ujarnya kepada AGRINA. 
 
Wali Kota Metro Wahdi Siradjuddin menuturkan, pembagian telur merupakan bentuk kepedulian dunia usaha,yaitu PPN dan GPMT sebagai aktor pembangunan melalui Program Jaringan Masyarakat Peduli Anak dan lbu (JAMA-PAI) demi mewujudkan Generasi Emas Metro Cemerlang (Gemerlang).
 
"Pembagian telur ini bertujuan menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi pangan asal hewan terutama telur yang bebas dari berbagai residu senyawa asing,” katanya.
 
 
Bahaya Antimikroba Berlebihan
 
Pada talkshow“Telur untuk Indonesia Sehat dan Cerdas” tampil menjadi narasumber Syamsul Ma’arif, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan; Dr.dr.Khairunisa Berawi, M.Kes., pengajar KF Unila, Hj. dr. Silfia Naharani Wahdi, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Metro; Dr.drh.Denny Widaya Lukman, M.Si,pakar Kesmavet dari FKH IPB University, dan Jenny Soelistiani.
 
Syamsul mengatakan, pada 2015, World Health Organization (WHO), Food and Agriculture (FAO) dan World Organization for Animal Health (OIE) mengajak negara-negara anggotanya memerangi resistensi antimikroba (AMR) dan mengendalikan penggunaan antimikroba (AMU) secara bijak dan bertanggung jawab. Inisiatif ini muncul seiring semakin tingginya angka kematian akibat resistensi antimikroba.
 
Menurut WHO,pada 2014 angka kematian akibat AMR mencapai 700 ribu jiwa di seluruh dunia. Tanpa pengendalian penggunaan antibiotik, angka tersebut dikhawatirkan bertambah jadi 10 juta jiwa pada 2050. Akibat AMR itu juga Bank Dunia memprediksi 28,3 juta orang akan menghadapi kemiskinan. Badan dunia tersebut lantas menggelar pekan kesadaran antimikrobasetiap November. Di Indonesia, aksi nasional semacam itu dimulai di Lampung pada 2016.
 
Untuk mendukung pengendalian antimikroba, pemerintah menerbitkan sejumlah regulasi. Di antaranya Permentan No. 381/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner yang mewajibkan setiap unit usaha pangan asal hewan dan unit usaha produk hewan yang mengedarkan produk hewan di seluruh NKRI atau memasukkan dari luar NKRI atau mengeluarkannya wajib memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). “Jadi NKV ini adalah standar nasional yang diakui secara internasional,” tutur Syamsul.
 
Selain itu, ada pelarangan penggunaan AntibioticGrowth Promoter(AGP) dalam pakan melalui Permentan No.14/2017 tentang klasifikasi obat hewan yang efektif berlaku mulai Januari 2018. Menyusul kemudian Permentan No 40/2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian.
 

 

 

Naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 331 terbit Januari 2022. Dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di e-Agrina secara gratis atau berlangganan di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain