Foto: Dok. IDH
Petani merasakan peningkatan pendapatan dalam kegiatan Pengembangkan Kopi Malang
Kesuksesan diraih dengan program yang tepat dan sinergi antarpemangku kepentingan.
Kopi terbilang produk Indonesia yang mengalami peningkatan permintaan di pasar dalam negeri maupun mancanegara. Kementerian Pertanian mencatat, konsumsi kopi nasional pada 2018 sebesar 314.400 ton meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini pemerintah menargetkan konsumsi kopi dalam negeri tembus 370ribu ton.
Kopi nusantara juga mendapatkan pengakuan dari luar negeri.Hal ini terlihat dari terus meningkatnya ekspor kopi nusantara padaperiode Januari-April 2020 sebesar 1,34% atau 158.780 ton dibandingkan periode sama pada 2019.
Permintaan yang terus meningkattersebut mendorong pemerintah berupaya mendongkrak produktivitas kopi disetiap daerah. Salah satunya di daerah Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim). Pemerintah setempat menggandeng perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Jajang Slamet Soemantri, Petugas Penyuluh Lapangan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, pemerintah daerah mendukung kegiatan peningkatan produksi kopi. “Sebagai wujud dukungan, pemerintah menyediakan penyuluh dan bantuan bibit kopi unggul,” terangnya saat webinar Program Pengembangan Produktivitas Kopi di Malang, Jatim, bulan lalu.
Program Pengembangan Kopi Malang
Yayasan Insiatif Dagang Hijau (IDH) bekerja sama dengan perusahaan eksportir kopi nasional PT Asal Jaya menginisiasi program untuk membantu 15ribu petani kopi di Kabupaten Malang, Jatim dalam meningkatkan produktivitas kopi. Program yang dimulai pada 2016 hingga awal 2021 mencakup empat kecamatan,yaitu Ampel Gading, Sumber Manjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit.
Melati, Program Manager Commodities and Intact Forest Yayasan IDH menjelaskan, kerja sama dilakukan dengan melakukan perbaikan dari hulu hingga hilir serta berkelanjutan.
Di bagian hulu, budidaya kopi diperbaiki dengan memberikan bibit unggul dan menerapkan praktik budidaya yang baik (Good Agricultural Practices- GAP) sehingga menghasilkan biji kopi berkualitas. Sementara di hilir, petani diedukasi cara mengolah biji kopi, dikemas secara menarik hingga bernilai jual tinggi.
“Semangat petani kopi tergabung dalam programdalammelakukan sistem budidaya yang baik dan benar, pengembangan bibit kopi, pengolahan limbah kopi dan produk hilir dari kopi itu sendiri merupakan capaian yang luar biasa. Kegiatan ini diharapkan dapat direplikasikan kepada kelompok tani lain,” ungkapnya.
Program pengembangan kopi Malang, lanjut Melati,diawali dengan sosialisasiuntuk mengajak petani kopi meningkatkan produktivitas. Setelah itu, petani yang berpartisipasi didata. Petani yang tergabung membentuk organisasi untuk penguatan kelembagaan sehingga memudahkandalam pengajuan kredit lunak.
Terbentuklah gabungan kelompok tani Sustainable Agriculture Business Cluster (SABC) untuk menaungi kelompok tani diempat kecamatan.
Kelompok tani kopi yang terbentuk disetiap kecamatandiberi pelatihan budidaya mulai dari penanaman, perawatan, panen, hingga pengolahan pascapanen. Pelatihan budidaya dilakukan dengan kegiatan nyata melalui demplot (kebun percontohan) agar petani mengaplikasikannyadi lahan kopi masing-masing. Petani juga mengembangkan sistem tumpang sari seperti menanam vanili, jahe, pisang, bahkan ternak lebah.
“Dulu sistem budidaya kopi diempat kecamatan dilakukan dengan cara konvensional dikarenakan minimnya ilmu pengetahuan mulai dari pengelolaan lahan, teknik memetik kopi, dan pemasaran. Masing-masing petani melakukan cara yang berbeda sehingga kopi yang dihasilkan tidak maksimal dan kualitasnya tidak seragam,” terangMelati lebih jauh.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 327 terbit September 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.