Senin, 2 Agustus 2021

TEBU : Mengintip Gudang Gula Asia Tenggara

TEBU : Mengintip Gudang Gula Asia Tenggara

Foto: Dok. Office of Cane and Sugar Board
Perkembangan produksi gula Thailand

Negara ini memasok gula mentah sampai 60-70% kebutuhan impor Indonesia. Bagaimana gambaran industri gula tebu di sana?
 
Profil gudang gula Asia Tenggara ini terungkap dalam Agritechnica Asia & Horti Asia Digital Talk yang digelar DLG International dan VNU Asia Pacific 19 Januari 2021.
 
Menurut data Foreign Agriculture Services USDA, Thailand termasuk produsen gula tebu nomor empat di bawah Brasil, India, dan Uni Eropa 28 negara. Sebagai eksportir, Negeri Gajah Putih ini menduduki posisi kedua setelah Brasil. 
 
Di level Asia Tenggara, produksi gulanya mencakup lebih dari 50% total kawasan ini. Total produksi Vietnam, Myanmar, Indonesia, dan Filipina hanya 5 jutaan ton.
 
Dengan produksi paling rendah pun, yaitu 7 jutaan ton, Thailand masih mampu mengekspor 3,5 juta ton. Dari sinilah biasanya Indonesia impor gula mentah.
 
 
Terendah dalam Satu Dekade
 
Menurut Rangsit Hiangrat, Dirjen Thai Sugar Millers Corp., Ltd (TSMC) yang membawahi tiga asosiasi pabrik gula (PG), luas perkebunan tebu di Thailand mencapai 1,7 juta ha.
 
Sekitar 80% di antaranya berupa lahan tadah hujan dan hanya 20% yang beririgasi. “Kurang lebih 90% perkebunan berskala kecil di bawah 5 ha per petani. Seratus persen tebu yang masuk ke PG adalah milik petani. Jadi, PG tidak memiliki perkebunan sendiri. Mereka harus membeli tebu petani,” ungkap Rangsit.
 
Saat ini TSMC beranggotakan 57 PG dengan kapasitas giling 1,2 juta ton tebu/hari (TCD). Musim giling di sana berlangsung mulai Desember. Musim giling yang normal berlangsung selama 120-150 hari.
 
Masih menurut Rangsit, curah hujan sangat mempengaruhi produksi tebu. Pada 2017/2018, saat curah hujan normal, produksi tebu mencapai rekor tertinggi sebanyak 130 juta ton yang menghasilkan 14,7 juta ton gula. Tahun berikutnya, produksi sedikit berkurang di bawah 130 juta ton tebu setara 14 juta ton gula.
 
“Pada 2019/2020 lalu, akibat kekeringan, produksi anjlok tinggal 74,9juta ton tebu. Tahun 2020, kami juga mengalami cuaca yang kering meskipun curah hujan bagus dua-tiga bulan sebelum panen.
 
Berdasarkan perkiraan petani, produksi 2021 akan lebih rendah ketimbang 2017 dan 2019.  Kami perkirakan produksi tebu akan turun antara 65 juta – 67 juta ton atau 7,2 juta – 7,5 juta ton gula. Produksi 2020/2021 ini menjadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir,” ulasnya.
 
Ia memperbarui datanya seperti dilansir Bangkok Post 23 Juni 2021, panen tebu 2020/2021 berkurang 8,2 juta ton menjadi  66,7 juta ton.
 
Dan pada 2021-2022, TSMC memperkirakan produksi gula lebih rendah lagi, di bawah 7 juta ton. Karena itu pihaknya akan menaikkan harga beli tebu dari 1.000 baht menjadi 1.300 baht atau setara Rp432 ribu menjadi Rp561 ribu per ton pada musim giling mendatang.
 
Sebagai perbandingan, pada 14 Juni 2021, salah satu PG di Jawa Timur yang menerima tebu di Malang memberikan harga tebu Rp650 ribu – Rp690 ribu per ton dengan nilai brix minimal 18.
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 326 terbit Agustus 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain