Foto: Windi Listianingsih
Harga cabai berfluktuasi di tingkat petani dan pasar
Kesejahteraan petani, kepastian harga, kepastian suplai dan permintaan merupakan prioritas closed loop.
Menurut Rizal Fahreza, Founder dan CEO Eptilu Farm, komoditas pertanian masih menghadapi kendala missmatch (ketidakcocokan) antara produksi dan pemasaran.Pasalnya,ada jeda waktu cukup panjang antara penanaman dan saat produk dibutuhkansehingga petani belum memenuhi keinginan pasar.
Permasalahan klasik antara petani dan konsumenadalahketidakpastian pasokan dan harga.Solusi untuk mengatasi persoalan tersebut,pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait membuat program Pengembangan Kemitraan ClosedLoop Komoditas Hortikultura.
“Ini pola sinergi dengan kata kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi multi stakeholder yang bertujuan mendukung, meningkatkan kesejahteraan petani,dan capacity building (peningkatan kapasitas) pengetahuan petani dalam ilmu budidaya, teknologi, serta pengetahuan aspek pasar,” jelas Rizal saat dihubungi AGRINA, Jakarta (29/6).
Closed Loop
Rizal menjelaskan, masalah klasik pertanian adalah ketidakpastian suplai dan permintaan. Closed loop hadir untuk meminimalisir kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan. Pasalnya,di lapangan petani sampai saat ini masih ada yang belum memiliki akses pasar yang jelas. Di sisi lain, pasar belum mendapatkan suplai komoditas pertanian dengan kualitas terbaik secara kontinu.
Berdirinya closed loop,lanjut Rizal, melibatkan banyak pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, dan Lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kementerian yang terlibat adalah KemenkoPerekonomian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertaniansedangkan lembaga pendidikan yaitu IPB University dan Universitas Padjadjaran.
Lembaga BUMN terdiri dari PT Pupuk KujangdanPT KAI. Sedangkan,swasta dan LSM meliputi Kadin Indonesia,PT East West Seed Indonesia, PT Syngenta Indonesia,Mercy Corp Indonesia,serta koperasi.
“Lembaga tersebut tidak mungkin menghubungi petani satu per satu. Sehingga,terbentuklah organisasi untuk menaungi yaitu Eptilu Farm. Eptilu Farm sebagai penghubung program pemerintah, lembaga, universitas, petani,dan pasar. Kolaborasi ini dari hulu hingga hilir,” terangnya.
Rizal mengungkapkan, keterlibatan pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir untuk membangun ekosistem agribisnis yang baik. Dari segi budidaya melibatkan perusahaan benih dan pupuk. Petani diberikan pengetahuan budidaya sesuai good agriculture practice(GAP) dengan memperhatikan pola tanam dan panen.Pasalnya, selama ini budidaya pertanian dilakukan dengan cara pola tanam secara turun-temurun.
“Closed loop melibatkan perusahaan benih dengan kualitas benih bermutu.Pengolahan tanah, kebutuhan hara tanah,dan pemupukan tepat diperoleh dari produsen pupuk dan pestisida. Di sinilah adanya proses bimbingan kepada petani dalam budidaya yang baik dan benar,” urai jebolan Fakultas Pertanian IPB University tersebut.
Kepastian Pasar
Rizalmelanjutkan, produk pertanian yang dihasilkan tentu akan memiliki kualitas yang bagussehingga sesuai keinginan pasar. Selain itu, akan tercipta kepastian harga dan pasar. Perlu diketahui, cabai merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permasalah fluktuasi harga ditingkat pasar maupun petani. Ia mencontohkan, petani biasanya menjual ke pasar tradisional dengan harga yang tidak menentu.
Sedangkan di closed loop, petani yang bergabung akan mendapatkan kepastian hargadan pasar. “Closed loop bekerja sama dengan PT Pasar Komoditas Nasional, PT Eden Pangan Indonesia (Eden Farm), Koperasi Jakarta Dana Karya, dan Koperasi Menko Perekonomian. Inilah sinergitas dari hulu hingga hilir yang diciptakan bersama untuk meminimalisir masalah di pertanian,” ungkapnya.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 325 terbit Juli 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.