Sabtu, 2 Januari 2021

PERIKANAN : Yuk, Replikasi Tambak Udang Berkelanjutan!

PERIKANAN : Yuk, Replikasi Tambak Udang Berkelanjutan!

Foto: Dok. KKP
Penebaran benur vaname pada kawasan percontohan tambak udang berkelanjutan dilakukan secara serentak di 7 lokasi

Model tambak berkelanjutan minimal bisa menghasilkan 419 ton udang per tahun dengan nilai produksi Rp25,13 miliar.


Untuk mencapai kenaikan nilai ekspor udang sebesar 250% pada 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan model tambak udang berkelanjutan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Seperti apa bentuknya?


Tambak Ideal

Jelang tahun baru, KKP menebar benur udang vaname secara serentak di 7 lokasi model tambak udang berkelanjutan. Benur udang yang ditebar sebanyak 14,27 juta ekor pada tambak seluas 35 ha dengan rerata padat tebar sekitar 100 ekor/m2.
 
Tambak udang berkelanjutan itu meliputi tambak udang model klaster di 5 wilayah, yaitu Kab. Aceh Timur, NAD; Kab. Lampung Selatan, Lampung; Kab. Cianjur, Jabar; Kab. Sukamara, Kalteng; dan Kab. Boul, Sulteng. Lalu, 2 lokasi tambak udang berkelanjutan model millennial shrimp farming (MSF) di Kab. Jepara, Jateng dan Kab. Situbondo Jatim.

Model tambak berkelanjutan ini merupakan tambak ideal karena dilengkapi reservoir, kolam budidaya, instalasi pengolahan limbah (IPAL), dan hutan bakau sebagai kawasan penyangga untuk budidaya perikanan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Reservoir dibuat untuk mengolah air sebelum dialirkan ke kolam budidaya.
 
IPAL bertujuan mengolah air bekas budidaya sebelum dilepas ke perairan umum. Sedangkan, penanaman mangrove atau bakau sebagai pemanfaatan IPAL dan silvofishery, yaitu penghijauan sekaligus sebagai wadah budidaya atau habitat ikan dan udang.

Khusus model MSF yang bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dan BBPBAP Situbondo, lanjut Slamet, tambak udang dibuat bulat dengan diameter 2 m.
 
“Model kawasan diperlukan sebagai tempat edukasi, pembelajaran, sekaligus tempat percontohan. IPAL kalau ditebari udang, kakap putih, bandeng, dan lain-lain, kalau ini hidup, memastikan air yang dibuang limbahnya tidak mencemari lingkungan. Ini model yang kami buat,” kata Slamet Soebjakto, Dirjen Perikanan Budidaya, KKP. 

Konsep klaster memungkinkan pengelolaan budidaya udang yang lebih terkontrol lewat perbaikan tata letak, penerapan biosekuriti secara ketat, dan manajemen pengelolaan yang terintegrasi dalam seluruh proses produksi.
 
Selain itu, mempermudah dalam manajemen, meningkatkan efisiensi, serta meminimalisasi dampak terhadap lingkungan dan serangan penyakit.
 
Dengan kepadatan tebar 100 ekor/m2, Slamet memperkirakan panen udang size 50 dari tambak berkelanjutan sebesar 209 ton/siklus atau 419 ton/tahun. Nilai produksinya sebanyak Rp12,5 miliar/siklus atau mencapai Rp25,13 miliar/tahun.


Menjadi Andalan

Program kawasan percontohan udang secara langsung melibatkan kelompok pembudidaya penerima bantuan dan generasi milenial sebagai upaya transfer teknologi. Pada penebaran benur secara serentak di 7 lokasi, KKP mengucurkan bantuan pinjaman modal senilai Rp260 juta hingga Rp1,5 miliar kepada kelompok pembudidaya dan pelaku usaha budidaya udang.

Model tambak berkelanjutan tersebut diharapkan bisa direplikasi atau ditiru masyarakat dan investor untuk mendongkrak nilai ekspor si bongkok.
 
“Pengembangan konsep klaster tambak udang dan klaster tambak udang milenial ini akan mampu menjadi percontohan kawasan tambak udang terintegrasi yang dapat diimplementasikan di masyarakat dan mampu mengenjot produksi udang nasional,” kata Antam Novambar, Sekretaris Jenderal KKP pada acara penebaran benih udang di Aceh Timur, Senin (28/12).

Antam menerangkan, udang masih akan menjadi andalan ekspor produk perikanan nasional karena memiliki daya saing komparatif yang tinggi. Yakni, potensi pengembangan yang besar serta bisa memberikan sumbangan dominan terhadap devisa ekspor, sekitar 40% terhadap nilai total ekspor produk perikanan nasional.

Karena itu, hingga tahun 2024 KKP akan mengoptimalkan lahan tambak minimal 100 ribu ha dengan rincian 16 ribu ha di 2020, 19 ribu ha di 2021, 20 ribu ha di 2022, 22 ribu ha di 2023, dan 23 ribu ha di 2024.
 
Di Aceh Timur misalnya, ada 10 ribu ha lahan yang bisa dikembangkan untuk budidaya udang berkelanjutan melalui kegiatan percontohan. “Kita akan fokuskan dalam perbaikan produktivitas melalui intensifikasi. Kita akan upgrade produktivitas tambak tradisional melalui input teknologi,” tambah Slamet.

Hasballah, Bupati Aceh Timur menyambut baik pengembangan model tambak udang berkelanjutan di wilayahnya. “Potensi pertambakan di Aceh Timur dapat dioptimalkan untuk ketahanan pangan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Dengan percontohan ini saya berharap dapat menjadi percontohan nasional, khususnya bagi Provinsi Aceh,” tukasnya. Apalagi dengan adanya model percontohan, sudah ada pengusaha yang siap membeli udang hasil panen.

Lebih lanjut ia menjabarkan, luas tambak di Aceh Timur mencapai 18.500 ha. Selain budidaya udang sistem tradisional, masyarakat juga banyak yang melakukan sistem budidaya polikultur bandeng dengan udang windu.
 
Namun, petambak seolah-olah terasing karena tidak ada dukungan para pemangku kepentingan (stakeholder) misalnya dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana produksi tambak.
 
“Butuh pupuk tidak ada, irigasi tambak juga tidak maksimal. Berbeda dengan pertanian yang dikerjakan keroyokan (oleh stakeholder). Ke depan masyarakat Aceh Timur mudah-mudahan bisa maksimal budidaya udang vaname berkelanjutan,” ungkapnya.

Zakaria Husen, Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Rahmat Rayeuk sebagai kelompok penerima percontohan tambak klaster berharap model tambak berkelanjutan akan ditiru masyarakat sekitar sehingga bisa meningkatkan pendapatan mereka.
 
“Kami harap tambak ini menjadi contoh bagi kelompok-kelompok yang lain untuk turut menerapkan budidaya tambak berbasis klaster karena dapat dilakukan secara berkelanjutan,” pintanya.

Slamet menuturkan, pembuatan model tambak udang berkelanjutan menjadi awal pembangunan kawasan di daerah. Tentunya kegitaan ini harus diikuti program-program berikutnya.
 
Ia berharap, model tambak berkelanjutan akan berdampak luas terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekonomi, dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah masing-masing.



Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain