Senin, 2 Nopember 2020

PERKEBUNAN : Cara “Hijaukan” Oryctes Secara Efektif

PERKEBUNAN : Cara “Hijaukan” Oryctes Secara Efektif

Foto: Dok. Pinterest
Peremajaan kebun kelapa sawit harus dillakukan dengan benar

Pengendalian terpadu dengan mengutamakan pemanfaatan agens pengendali hayati mampu menekan populasi kumbang badak sampai level aman.


Kumbang badak (Oryctes rhinoceros) terbilang satu dari lima organisme pengganggu tumbuhan (OPT) paling top di kelapa sawit bersama ulat api, ulat kantong, tikus, dan Ganoderma. Menurut A. Sipayung, serangan kumbang badak menurunkan produksi sampai 69% pada Tanaman Menghasilkan (TM) dan 25% kematian pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).

Dengan gencarnya pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat, hama tersebut makin perlu perhatian. Pasalnya, berdasarkan kajian para peneliti, dua tahun pertama adalah masa kritis tanaman sawit dalam menghadapi tantangan kumbang badak.

Apalagi kalau pelaksanaan penumbangan dan pencacahan (chipping) tanaman tua di kebun rakyat tidak sesuai pedoman. Misalnya, ukuran cacahan terlalu besar malah berpotensi menjadi tempat berbiak (breeding site) bagi si kumbang. Dalam salah satu sesi “Ngobrol Bersama GAPKI” Agustus lalu terungkap, dari 500 ha areal peremajaan di Sumatera ditemukan 40 ton larva kumbang badak. Luar biasa bukan?


Deteksi Dini

Dalam acara tersebut, Henny Hendarjanti, Manager of Plant Protection Development PT Astra Agro Lestari Tbk. mengungkap lima strategi pengendalian terpadu Oryctes. Deteksi dini serangan Oryctes sangat penting dilakukan secara rutin. “Pertama, melihat tanaman yang terserang. Berapa intensitas serangannya dengan melihat tanamannya.
 
Kedua, melihat berapa populasi imago atau serangga dewasanya. Serangga hama itu harus ditangkap menggunakan feromon agregat, kemudian dihitung intensitas serangannya,” ujar alumnus Jurusan Hama dan Penyakit, Faperta Unbraw, Malang, itu.

Serangan dikategorikan ringan bila intensitas serangan <2,5% dan populasi <3 imago/ha/bulan. Sementara kategori berat, jika intensitas serangan ≥2,5% dan populasi ≥3 imago/ha/bulan. Sebenarnya ambang kritis di kebun TBM sebesar 10 ekor imago/ha/bulan.
 
Namun Henny mengambil ambang kritis 3 ekor imago untuk TBM dan TM karena mempertimbangkan lokasi tanaman tua dan muda berdekatan di kebun peremajaan.

Bila serangannya ringan, pemantauan dilanjutkan dengan mengecek keberadaan breeding site. Kalau ada breeding site, ditelusur lebih jauh, adakah larva aktif di lokasi tersebut?
 
Bila ada, lakukan pengendalian secara terpadu. Langkah yang sama juga dilakukan ketika hasil deteksi dini menunjukkan serangan berat. Di lapangan, lokasi ditandai dengan bendera merah.

Untuk mencegah terbentuknya breeding site, di kebun peremajaan antara lain Henny menganjurkan pelaksanaan peremajaan dengan benar. “Ketebalan chipping maksimal 10 cm, chipping diserak merata. LCC (tanaman penutup tanah) harus sudah menutup sebelum rumpukan melapuk. Penanaman bibit sawit dilakukan setelah LCC mulai menutup. Hindari ternak masuk ke dalam areal peremajaan supaya tidak makan LCC,” paparnya.

Selain itu, pada areal TBM dan TM diaplikasikan tandan kosong sawit dan limbah pabrik kelapa sawit satu lapis, maksimal setinggi 10 cm. Menjaga penutupan LCC tetap 100% di kebun TBM.
 
Jangan sampai ada tumpukan fiber atau tandan kosong lebih dari seminggu. Mengidentifikasi pohon yang terserang penyakit Ganoderma dan mengeradikasinya sebelum pohon melapuk karena batang sawit adalah tempat favorit kumbang badak.


Langkah Terpadu

Pengendalian terpadu dimulai dari sanitasi/eradikasi breeding site yang dihuni larva aktif. Tipiskan lokasi itu menggunakan cangkul atau alat berat guna memudahkan pekerja mengutip larva secara mekanis (manual). Di lapangan aktivitas kutip larva ditandai dengan bendera kuning.

Larva tersebut dihitung dan dikumpulkan untuk membuat starter inokulum cendawan Metarhizium anisopliae. Cendawan ini sudah terbukti efektif sebagai agens pengendali hayati (APH) kumbang badak.

Langkah lainnya secara fisik, memasang jaring untuk melindungi TBM. Namun cara ini cukup mahal sehingga lebih baik dipilih cara biologis. Pada breeding site diaplikasi larutan spora M. anisopliae berkepadatan minimal 1 x 106/ml. Atau bisa juga berupa padatan spora yang ditaburkan sebanyak 25 kg/100 m2 breeding site. Di lapangan langkah ini ditandai dengan bendera hijau.

Kumbang juga perlu dijebak menggunakan feromon. Satu unit ferotrap (penjebak) untuk 1,5-3 ha kebun. Alternatif terakhir, aplikasi insektisida berbahan aktif karbofuran pada TBM sebagai preventif dan jika populasi imagonya ≥3 ekor/ha. Dosisnya  5 g ditambah 15 g pasir per tanaman. Intervalnya 14 hari sekali.

Kombinasi lima langkah tersebut secara efektif mampu mengendalikan kumbang yang sering juga disebut kumbang tanduk itu. “Penurunan populasi kumbang terjadi karena kami secara intensif mengaplikasikan M. anisopliae pada Februari 2016 (populasi 70 ekor/ha) sampai akhir 2017 (3 ekor/ha),” terang Sustainability Certification & Readiness Expert Astra Agro sejak Juli 2020 ini.

Mekanisme kerja Metarhizium, “Spora menempel ke tubuh kumbang, lalu berkecambah di integumen atau lapisan terluar tubuhnya. Hifanya melakukan penetrasi dan menginvasi. Terbentuk blastospora yang menyebar ke hemolimfa sehingga serangga mati. Tandanya kalau aplikasi berhasil adalah lundi atau fase pradewasa kumbang menjadi berwarna hijau,” urai ibu yang berkarir di Astra sejak 1995 tersebut.



Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain