Foto: Dok. Kemenko Perekonomian
Peta surplus/defisit produksi dan kebutuhan cabai saat pandemi
Penyerapan pasar selama masa pandemi hanya 30%-40% sehingga harga cabai tidak “pedas” lagi. Bagaimana solusinya?
Masyarakat Indonesia umumnya suka mengonsumsi makanan pedas. Lihat saja tren konsumsi per kapita cabai merah yang dicatat Kementan terus meningkat dari 2017-2019, yaitu 2,14 kg, 2,14 kg, dan 2,26 kg per tahun.
Masyarakat Indonesia umumnya suka mengonsumsi makanan pedas. Lihat saja tren konsumsi per kapita cabai merah yang dicatat Kementan terus meningkat dari 2017-2019, yaitu 2,14 kg, 2,14 kg, dan 2,26 kg per tahun.
Demikian pula konsumsi cabai rawit per kapita pada periode yang sama naik, yakni 1,49 kg, 1,84 kg, dan 1,85 kg per tahun.
Di level dunia, menurut Yuli Sri Wilanti, Asisten Deputi Agribisnis, Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian, “Kebutuhan cabai kita sangat besar. Indonesia menempati urutan ketiga dalam konsumsi cabai setelah China dan Turki,” ungkapnya pada acara webinar “Tantangan dan Strategi Membangun Bisnis Cabai” di Jakarta (19/5).
Lebih jauh Yuli menjelaskan, cabai termasuk satu di antara 11 komoditas pertanian strategis yang ditangani pemerintah. Melalui Perpres No. 59/2020, pemerintah menetapkan cabai sebagai barang kebutuhan pokok.
Di level dunia, menurut Yuli Sri Wilanti, Asisten Deputi Agribisnis, Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian, “Kebutuhan cabai kita sangat besar. Indonesia menempati urutan ketiga dalam konsumsi cabai setelah China dan Turki,” ungkapnya pada acara webinar “Tantangan dan Strategi Membangun Bisnis Cabai” di Jakarta (19/5).
Lebih jauh Yuli menjelaskan, cabai termasuk satu di antara 11 komoditas pertanian strategis yang ditangani pemerintah. Melalui Perpres No. 59/2020, pemerintah menetapkan cabai sebagai barang kebutuhan pokok.
Ini berarti mendapat alokasi pengeluaran rumah tangga yang besar dan berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Pengeluaran relatif besar sehingga bisnis cabai masih menarik.
Perlu Pemetaan
Masih menurut Yuli, merebaknya virus Corona sejak awal Maret lalu tidak mempengaruhi produksi cabai.
Perlu Pemetaan
Masih menurut Yuli, merebaknya virus Corona sejak awal Maret lalu tidak mempengaruhi produksi cabai.
Berdasarkan prognosa Badan Ketahanan Pangan, Kementan, total produksi cabai besar pada April - Juni 2020 sebanyak 305.166 ton, sedangkan total kebutuhan 277.548 ton.
Sementara produksi cabai rawit dalam rentang waktu yang sama berjumlah 326.324 ton, sedangkan total kebutuhan 257.899 ton.
Dilihat dari volume, produksi tersebut melebihi kebutuhan. Namun beberapa wilayah mengalami kekurangan cabai, sementara di daerah lain surplus.
Dilihat dari volume, produksi tersebut melebihi kebutuhan. Namun beberapa wilayah mengalami kekurangan cabai, sementara di daerah lain surplus.
“Ini perlu mapping (pemetaan), pelaku usaha sama-sama mapping untuk lihat produksi atau oversupply di wilayahnya,” ungkap alumnus Faperta UGM 1996 tersebut. Tujuannya agar di wilayah yang seret pasokan harga tidak melonjak karena mendapat suplai dari wilayah surplus.
Pada masa pandemi, kesenjangan produksi antarwilayah dan adanya hambatan pengangkutan selama pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan disparitas harga antarwilayah yang cukup tinggi.
Pada masa pandemi, kesenjangan produksi antarwilayah dan adanya hambatan pengangkutan selama pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan disparitas harga antarwilayah yang cukup tinggi.
“Dalam distribusi ada banyak angkutan yang terhenti. Kereta api muncul untuk mengangkut bahan pangan sebagai salah satu solusi khusus di Jawa,” katanya.
Disparitas harga itu misalnya terjadi pada Mei 2020. Harga cabai merah besar di Papua mencapai titik tertinggi sebesar Rp94 ribu/kg, sedangkan di Sulawesi Barat harga sangat anjlok hingga Rp13.150/kg.
Disparitas harga itu misalnya terjadi pada Mei 2020. Harga cabai merah besar di Papua mencapai titik tertinggi sebesar Rp94 ribu/kg, sedangkan di Sulawesi Barat harga sangat anjlok hingga Rp13.150/kg.
Sementara cabai rawit merah di Papua dibandrol “sangat pedas” Rp133.750/kg, sedangkan di Sumsel begitu “hambar”, hanya Rp13.500/kg.
Abdul Hamid, Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) menyoroti pentingnya jaringan distribusi cabai yang baik antardaerah. Ada beberapa kota perlu menjadi prioritas dalam distribusi cabai, seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.
“Data kebutuhan di lokasi tersebut sangat diperlukan, dapat dipetakan pasokan dari mana. Secara umum ada 8 sentra produksi dan 15 daerah konsumsi utama. Integritas semua pelaku mulai dari hulu sampai hilir perlu dilakukan seperti dalam bentuk closed loop (jaringan tertutup, Red.),” jelas Hamid yang juga produsen benih cabai ini.
Pasar Lelang
M. Syukur, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB yang juga tampil dalam acara itu menyoroti tajamnya fluktuasi harga cabai. Ketika harga cabai melambung di tingkat konsumen, kata Syukur, semua pihak sangat intens membahasnya.
Abdul Hamid, Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) menyoroti pentingnya jaringan distribusi cabai yang baik antardaerah. Ada beberapa kota perlu menjadi prioritas dalam distribusi cabai, seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.
“Data kebutuhan di lokasi tersebut sangat diperlukan, dapat dipetakan pasokan dari mana. Secara umum ada 8 sentra produksi dan 15 daerah konsumsi utama. Integritas semua pelaku mulai dari hulu sampai hilir perlu dilakukan seperti dalam bentuk closed loop (jaringan tertutup, Red.),” jelas Hamid yang juga produsen benih cabai ini.
Pasar Lelang
M. Syukur, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB yang juga tampil dalam acara itu menyoroti tajamnya fluktuasi harga cabai. Ketika harga cabai melambung di tingkat konsumen, kata Syukur, semua pihak sangat intens membahasnya.
Namun sebaliknya ketika harga anjlok tinggal Rp3.000-an per kg, petani dibiarkan sendiri. Setiap tahun masalah tersebut tidak kunjung usai diperdebatkan.
Karena itu Syukur memberikan contoh salah satu solusi agar petani mendapatkan harga layak melalui pasar lelang. Di Sleman, Yogyakarta, ada klaster cabai yang membentuk pasar lelang.
Karena itu Syukur memberikan contoh salah satu solusi agar petani mendapatkan harga layak melalui pasar lelang. Di Sleman, Yogyakarta, ada klaster cabai yang membentuk pasar lelang.
Harga di pasar lelang relatif tinggi dengan kualitas cabai bagus. “Kualitas yang ditetapkan pasar lelang disampaikan ke petani. Kalau kualitas turun, maka harga turun, pasti petani sangat semangat untuk mencapai kualitas tersebut karena petani ingin mendapatkan harga layak,” ungkapnya.
Pasar lelang, lanjut Syukur, juga mengatur waktu tanam, jadi ada informasi tentang wilayah tertentu di Yogyakarta sedang tanam cabai.
Pasar lelang, lanjut Syukur, juga mengatur waktu tanam, jadi ada informasi tentang wilayah tertentu di Yogyakarta sedang tanam cabai.
Hal ini untuk menghindari terjadinya over suplai dan hasil panen dapat terserap di pasar lelang dengan harga yang bagus.
Inoki Azmi Purnomo, Ketua Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi di Dusun Bunder, Desa Purwobinangun, Kec. Pakem, Kab. Sleman, Yogyakarta, membeberkan pasar lelang cabai di daerah itu.
Inoki Azmi Purnomo, Ketua Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi di Dusun Bunder, Desa Purwobinangun, Kec. Pakem, Kab. Sleman, Yogyakarta, membeberkan pasar lelang cabai di daerah itu.
Di Sleman ada 14 pasar lelang, tapi proses lelang hanya dilakukan di Bunder. Pasar lelang lainnya kemudian disebut titik kumpul. Harga di semua titik kumpul tersebut sama, mengacu ke harga di Bunder.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 313 terbit Juli 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 313 terbit Juli 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.