Senin, 2 Maret 2020

PERKEBUNAN : Awas, Defisit Gula Konsumsi 2020!

PERKEBUNAN : Awas, Defisit Gula Konsumsi 2020!

Foto: Dok. AGRINA
Produksi gula dalam negeri masih kurang

Pemerintah harus buka impor gula konsumsi untuk menghindari defisit sebesar 29 ribu ton.
 
 
Asosiasi Gula Indonesia (AGI) memprediksi akan terjadi defisit gula konsumsi sebanyak 29 ribu ton pada 2020. Karena itu pemerintah harus membuka kran impor gula konsumsi untuk memenuhi kebutuhan gula nasional.
 
Menurut Direktur Eksekutif AGI Budi Hidayat, salah satu opsi untuk mengatasi kekurangan gula konsumsi adalah mengimpor gula mentah (raw sugar). Pengolahan raw sugar menjadi gula kristal putih (GKP) sebaiknya diberikan kepada pabrik gula (PG) berbasis tebu. 
 
“Impor dilakukan pada akhir musim giling 2020 untuk mengatasi kekurangan konsumsi gula pada akhir tahun 2020 dan juga pemenuhan awal tahun 2021 sampai bulan Mei sebelum musim giling serentak dimulai,” jelasnya saat acara “Sugar Outlook 2020” di Gedung RNI, Jakarta (12/2).  
 
 
Perlu Impor Gula Konsumsi 
 
Budi menjelaskan, stok awal gula 2020 sebesar 1,084 juta ton, sedangkan perkiraan produksi dalam negeri tahun ini sekitar 2,050 juta ton. Jadi, total ketersediaan gula 2020 sebesar 3,134 juta ton.
 
Sementara konsumsi nasional dihitung sejumlah 3,163 juta ton. “Neraca pada akhir tahun 2020 apabila tidak ada impor gula akan mengalami defisit sebesar 29 ribu ton,” ulasnya. 
 
Biasanya impor gula mentah dilakukan pabrik gula rafinasi sebagai bahan baku untuk memproduksi gula kristal rafinasi. Produk gula rafinasinya hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman dalam negeri, bukan sebagai gula konsumsi.
 
Namun kali ini berbeda karena musim kemarau panjang yang melanda Indonesia pada musim tanam 2019 mempengaruhi siklus tanam tebu. Kemarau panjang berdampak menurunkan produksi sekitar 10%. Pasalnya, “Pada 2018-2019 tanaman rusak, mati, sehingga impor sangat dibutuhkan,” tegas Budi.  
 
Defisitnya stok gula konsumsi juga akan melambungkan harga gula di tingkat konsumen. Tenaga ahli AGI, Yudi Yusriadi, mengatakan, hasil pantauan AGI di pasar ritel menunjukkan pasokan gula konsumsi seret. Kalaupun ada, gula konsumsi dijual dengan harga mahal, naik hingga 4% sepanjang Januari. 
 
Berdasarkan data pusat informasi harga pangan strategis nasional, rata-rata harga gula pasir pada Februari mencapai Rp15.100/kg. “Jadi harga gula tidak lagi pakai harga Rp12.500/kg (harga acuan pemerintah, Red.) sudah banyak di atas angka tersebut. Sedangkan di pasar becek bisa mencapai Rp13 ribu - Rp14 ribu/kg,” lanjut dia.
 
Hasil pantauan AGRINA di pasar ritel wilayah Halim, Jakarta dan Wisma Asri, Bekasi di pasar ritel akhir Februari silam, harga telah mengalami kenaikan. Yudi melanjutkan, gula kristal putih (GKP) diperuntukkan bagi kepentingan rumah tangga, hotel, dan katering.
 
“Kalau tidak dilakukan tambahan, akan rebutan antara konsumen dan industri juga. Kalau tidak dilakukan impor dalam waktu dekat harga akan terus naik,” paparnya. 
 
Yudi berhitung, total ketersediaan gula konsumsi 2020 mencapai 3,13 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi sebesar 3,163 juta ton.
 
Menjelang hari raya besar keagamaan atau Idul Fitri, kebutuhan meningkat sekitar 150 ribu ton dari kebutuhan regular per bulan yang hanya 250 ribu ton.
 
“Masuk hari besar keagamaan, kebutuhan gula konsumsi akan lebih meningkat dan sangat dibutuhkan tambahan,” terangnya. 
 
Untuk itu, imbuh dia, tahun ini dibutuhkan impor gula konsumsi sebanyak 1,33 juta ton. Selain menutupi kebutuhan 2020, impor tersebut sekaligus berfungsi sebagai stok awal 2021.
 
 
Produksi Gula Nasional 
 
Melihat situasi saat ini, Yudi berpendapat, pemerintah perlu menerapkan kebijakan promosi dan proteksi untuk menjaga kelangsungan industri gula berbahan tebu dalam negeri dengan program yang lebih tepat.
 
Industri ini perlu pula perlindungan yang dapat mendorong perkembangan luas areal tanaman tebu dan meningkatkan produksi gula dalam negeri. 
 
Tahun lalu, Kementan menargetkan produksi gula dalam negeri sebesar 2,5 juta ton dengan menyiapkan anggaran sebanyak Rp77 miliar untuk penanaman dan perawatan seluas 14.450 ha.
 
Dengan rincian perluasan lahan 4.200 ha dengan anggaran Rp33,9 miliar, sedangkan untuk perawatan dan bongkar ratoon seluas 10.250 ha dengan anggaran Rp47,6 miliar. Dengan anggaran tersebut, produksi GKP pada 2019 mencapai 2,22 juta ton dari total luas lahan 411 ribu ha.
 
Tahun ini Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan anggaran sebesar Rp36,83 miliar untuk pengembangan dan perawatan tanaman tebu seluas 8.645 ha. Rinciannya, penanaman dengan luas 1.860 ha, rawat ratoon 6.060 ha, dan bongkar ratoon 725 ha.
 
“Direktur Tanaman Semusim (Ditjen Perkebunan, Kementan) memang menargetkan 2,5 juta ton per tahun. Dari tahun ke tahun memang naik targetnya tapi capaiannya masih di bawah target,” pungkas Yudi.
 
 
 
Sabrina Yuniawati

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain