Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Ediyanto, 4 solusi mengembangkan perkebunan lampung
Potensi perkebunan di Lampung sangat menjanjikan. Strategi hulu-hilir diharapkan menjadi solusi.
Ediyanto, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung menjelaskan, 3 komoditas perkebunan yang dominan di Lampung, yakni kopi, lada, dan tebu.
Luas pertanaman kopi 156.87 ha dan produksi 110.570 ton/tahun dengan kontribusi sebesar 20,75% produksi kopi nasional. Pertanaman lada seluas 45.883 ha dengan produksi 14.450 ton/tahun atau 16,9% produksi nasioal.
Luas tanam tebu 118.975 ha dan produksi 642.630 ton gula/tahun atau 29,55% produksi gula nasional. Selain itu, ada kakao seluas 79.678 dengan produksi 58.638 atau 9,88% produksi nasional.
Kopi banyak ditanam di Kabupaten Lampung Barat, Lampung Utara, Way Kanan, dan Tanggamus. Lada ada di Lampung Utara, Way Kanan, Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Timur, dan Pesisir Barat.
Sedangkan, kakao ditanam di hampir semua kabupaten. Tebu sebagian besar diusahakan oleh BUMN dan swasta. Hanya kopi, lada, dan kakao yang didominasi perkebunan rakyat dengan persoalan utama rendahnya produktivitas.
Produktivitas kopi hanya 797 kg/ha/tahun, lada 464 kg/ha/tahun, dan kakao 891 kg/ha/tahun. Beberapa persoalan lain membelit di hulu dan hilir. Apa solusinya?
Tantangan
Menurut Ediyanto, tantangan pengembangan sektor perkebunan misalnya rendahnya produksi dan produktivitas, alih fungsi lahan, kualitas sebagian produk yang belum memenuhi standar, fluktuasi harga yang tajam dan cenderung rendah.
Lalu, lemahnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan petani, lemahnya permodalan di tingkat petani, pemanfaatan indikasi geografis kopi robusta Lampung yang belum optimal, dan gangguan usaha perkebunan berupa serangan hama penyakit dan konflik perkebunan.
“Untuk menghadapi tantangan tersebut perlu strategi dan kebijakan pembangunan perkebunan. Di antaranya, peningkatan produksi dan produktivitas melalui kegiatan on farm dan off farm, penyediaan benih unggul bersertifikat, dan pengembangan sistem manajemen mutu dan standardisasi,” jelasnya.
Kemudian, pengembangan industri pengolahan atau pascapanen dan pengembangan pemasaran melalui promosi, ekspo, dan kerja sama dengan pihak terkait, serta peningkatan dan penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan petani.
Selain itu, ada 4 solusi, yakni: pendampingan petani, kelembagaan, dan pembiayaan; sarana dan prasarana; peningkatan konsumsi; dan kebijakan. “Jadi harus ada strategi pengembangan perkebunan berkelanjutan dengan memberikan kontribusi bagi alam, sosial dan ekonomi,” tegasnya.
Selain itu, 3 kunci mencapai perkebunan yang berkelanjutan melalui penerapan cara budidaya yang baik (Good Agricultural Practices–GAP); cara produksi pangan yang baik (Good Manufacturing Practices–GMP); dan cara penanganan yang baik (Good Handling Practices–GHP).
Khususnya di Lampung, Dinas Peternakan dan Perkebunan menelurkan sejumlah program, seperti intensifikasi berupa peremajaan tanaman, penyediaan benih unggul bermutu, pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT), serta penanganan mutu panen dan pascapanen.
Pemerintah meremajakan 600 ha kopi robusta di Tanggamus dan Lampung Barat pada 2019. Lalu, peremajaan tanaman kakao 270 ha di Lampung Timur dan Pringsewu dan intensifikasi lada 1.035 ha di Lampung Utara, Tanggamus, Lampung Timur, Way Kanan, dan Pesisir Barat.
Tahun ini peremajaan Kopi robusta seluas 700 ha di Tanggamus, Lampung Barat dan Way Kanan; bantuan 8 unit mesin pengolah kopi di Pesisir Barat, Tanggamus, dan Lampung Barat; serta peremajaan 100 ha kakao di Pringsewu dan bantuan 1 unit pengolah cokelat di Tanggamus.
Lalu, rehabilitasi lada 750 ha di Lampung Utara, Tanggamus, Lamtim, dan Way Kanan; Intensifikasi 850 ha di Lampung Utaran, Tanggamus, Lampung Timur, dan Way Kanan; pengendalian OPT di Lampung Utara. Ada juga penyediaan alat pascapanen perkebunan untuk 4 kelompok di Lampung Timur dan Lampung Barat.
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)