Sabtu, 7 September 2019

PERKEBUNAN : KUD Tani Subur, Seribu Jalan Pascasertifikasi

PERKEBUNAN : KUD Tani Subur, Seribu Jalan Pascasertifikasi

Foto: Istimewa
Salah satu kegiatan wisata di tengah kebun sawit milik KUD Tani Subur

Dengan mengantongi sertifikat RSPO dan ISPO, KUD ini bisa membuka berbagai aktivitas bisnis. Asetnya tumbuh miliaran rupiah.
 
Melandainya harga sawit dalam waktu cukup lama membuat para petani, terutama mandiri, berkeluh-kesah.
 
Apalagi yang jarak kebunnya jauh dari pabrik kelapa sawit (PKS), makin rendah harga yang didapatkannya karena penjualan tandan buah segar (TBS) terpaksa lewat pengepul.
 
Baru awal September ini harga TBS yang terpantau di grup media sosial petani mandiri membaik sampai sekitar Rp1.400/kg. Hanya sedikit yang di bawah Rp1.000/kg.
 
 
Berbuah Premium Rp2 Miliar
 
Nasib petani mandiri yang bergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Subur di Desa Pangkalan Tiga, Kecamatan Pangkalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng, lebih baik.
 
Pasalnya, para petani anggota KUD ini, baik yang mandiri murni maupun eks-plasma, sudah tersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dengan sertifikat di tangan, mereka berpeluang memperoleh premium. 
 
Menurut Tiur Rumondang, “Premium itu bukan ditentukan oleh RSPO. Premium sebetulnya sebutan yang diberikan jika ada harga lebih dari harga pasar. Harga pasaran TBS di Indonesia kan ditentukan oleh pemerintah, tapi ada juga skema yang dilakukan one-on-one antara grower dan buyer melalui kontrak.
 
Kalau petani supplier-nya sudah bersertifikat dan PKS membutuhkan buah yang sudah diaudit dan bersertifikat, maka dia bisa tawar-menawar. Premium bisa diberikan melalui kesepakatan dua pihak itu.” 
 
Direktur RSPO Indonesia itu menambahkan, dalam penjualan TBS melalui mekanisme book & claim, buah secara fisik dijual sesuai harga pasar. Sementara sertifikatnya dijual melalui platform PalmTrace. “Di situlah premiumnya, jadi dia mendapat harga pasar fisik plus harga PalmTrace,” jelas Tiur.
 
Sutiyana, Ketua KUD Tani Subur dengan bangga memberikan konfirmasi tentang perolehan premium itu. Anggota awal KUD yang dipimpinnya adalah petani mandiri sebanyak 190 orang dengan luasan kebun 300 ha.
 
Ia bersama Inobu, LSM yang mendampingi petani mandiri di Kalimantan Tengah, berupaya mengajak petani untuk berbenah dalam tata cara budidaya sawit agar memenuhi standar berkelanjutan, baik versi RSPO maupun ISPO.
 
“Kami berhasil, alhamdulillah dalam satu tahun (2017), satu kali dayung dapat dua sertifikat,” seru transmigran yang bermukim di Pangkalan Tiga sejak 1983 tersebut. 
 
Dari 300 ha lahan bersertifikat itu, KUD mendapatkan premium kurang lebih Rp300 juta. “Waktu itu kita bagi tiga. Satu, uang operasional Internal Control System (ICS). Kedua, untuk  surveillance.
 
Alhamdulillah, Unilever membantu dana surveillance sehingga dana bisa digunakan untuk modal yang lain. Setelah itu kita masukkan ke KUD petani eks plasma, jadi total luasan 1.420-an ha. Nah, kemarin alhamdulillah mendapatkan kurang lebih Rp2 miliar,” imbuhnya dengan wajah semringah.
 
Hingga sekarang, tinggal 20 ha kebun muda di bawah empat tahun yang belum tersertifikasi.
 
Penggunaan premium kali ini terlihat lebih ambisius. “Kita sisihkan dana untuk surveillance. Sebagian lagi kita akan kembangkan bekerja sama sharing modal dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Kita bikin peternakan 700 ekor ayam petelur.
 
Targetnya adalah pembuatan pakan ternak ayam dengan memanfaatkan limbah dari kebun sawit. Melengkapi yang sudah kita punyai integrasi sawit-sapi. Insya Allah tahun depan tempat ini (aula pertemuan KUD) akan berubah menjadi wisata kuliner tempo dulu. Selain itu juga jadi modal membuka pangkalan gas subsidi 3 kg,” urai Sutiyana.
 
Sementara untuk kepentingan petani langsung, lanjut dia, pihak KUD akan menalangi biaya pembelian pupuk. Petani bisa memupuk dulu baru mengangsur biaya pembelian pupuk 2-3 kali.
 
Dari dana tersebut ada juga yang dibagikan langsung ke petani. “Di kelompok tani kami kurang lebih mendapatkan Rp16 jutaan. Anggota kelompok sekitar 23 orang. Kami ambil dulu berapa persen untuk pembangunan jalannya, sisanya itu kami bagi rata untuk petani,” timpal salah seorang petani yang hadir di pertemuan tersebut Juli lalu. 
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 303 yang terbit September 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain