Foto: - WINDI LISTIANINGSIH
Peningkatan produksi pangan didorong dari dalam negeri
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) konsisten mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Terlebih dengan kondisi harga pangan global yang mulai menunjukan tren eskalasi diiringi pelemahan nominal kurs rupiah terhadap dolar, Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi mendorong peningkatan produksi pangan pokok strategis yang bersumber dari dalam negeri.
Menilik data The FAO Food Price Index (FFPI), pada Mei 2024 indeks harga pangan naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin. Bulan sebelumnya indeks tercatat di 119,3 poin. Sementara di awal 2024, indeks masih berada di 117,7 poin. FFPI adalah pengukuran perubahan harga bulanan lingkup internasional untuk sejumlah komoditas pangan. Indeks ini terdiri dari rerata harga 5 komoditas, antara lain sereal, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.
“Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi, kurs dolar saat ini sedang tinggi, di atas Rp16.400/dolar. Kita sangat ingin efek ekonomi dari importasi tidak hanya di negara mitra melulu, tapi kembali lagi ke Indonesia,” ujar Arief di Jakarta, Senin (24/6/2024).
“Jadi kalau kita setiap bulannya bisa tanam lebih dari 1 juta hektar sawah padi, itu ekuivalen 2,5 juta beras, negara kita aman. Selanjutnya, kita tinggal intensifikasi mau berapa dinaikan rata-rata produksi per hektarnya. Kemudian ditambah ekstensifikasi, ini tentunya perlu infrastruktur teknologi pertanian. Di pascapanen juga perlu disiapkan. Meningkatkan produksi itu sangat bisa,” katanya.
Ketersediaan air merupakan hal yang pokok dalam produksi pangan. Untuk itu, pemerintah secara bertahap menyiapkan 61 waduk dan embung demi memastikan ketersediaan air diiringi dengan normalisasi saluran air.
Persoalan air ini akan semakin menantang ke depan. Menurut FAO, pada 2025 diperkirakan sebanyak 1.800 juta orang akan tinggal di negara atau wilayah dengan kelangkaan air dengan kategori ‘absolut’ (kurang dari 500 m3 per tahun per kapita). Selanjutnya, diperkirakan dua pertiga populasi dunia berada dalam kondisi kelangkaan air berkategori ‘stres’ (antara 500 sampai 1.000 m3 per tahun per kapita).
Namun jika peningkatan produksi dalam negeri berhasil diterapkan, tentu pemerintah bisa memperkuat stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Karena dalam kondisi apapun, jumlah stok CPP harus senantiasa mampu menopang berbagai program intervensi pemerintah ke pasar dan masyarakat. Saat ini stok CPP sekitar 1,8 juta ton untuk beras.
Arief menegaskan, ke depan semua stakeholder pangan perlu menyepakati semacam blue print. ”Kita detailkan satu per satu. Kalau perlu koordinat lokasi lahan mana yang produktif untuk padi, mana untuk jagung. Lalu mana yang tidak produktif, mana lahan yang pasar surut. Itu dari sisi lahan saja dan dilakukan proteksi, jangan ada alih lahan. Jadi lahan yang produktif bisa disecure,” pungkasnya.
Windi Listianingsih