Foto: Istimewa
Anwar, irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi optimal
Melayani kebutuhan industri pakan ternak, pria ini mengantongi pendapatan bersih Rp10 juta/bulan dari budidaya jagung.
Setelah 17 tahun tidak memperoleh hasil maksimal dari bertanam padi, Anwar, petani asal Desa Tanah Datar, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) ini beralih ke komoditas jagung yang lebih menjanjikan.
Mulai tahun 2000, pria berusia 48 tahun ini bertani padi dengan hamparan 1 ha. Setiap panen menghasilkan 2-4 ton atau setara dengan pendapatan kotor Rp10 juta (tiga bulan). Menurutnya, penghasilannya tidak sebanding dengan biaya produksi yang terbilang lebih mahal.
“Budidaya padi tidak mudah dibandingkan tanam jagung. Kalau tanam jagung enak, tinggal tanam tidak banyak rewel seperti padi dan tidak terlalu banyak tenaga yang dipakai,” ungkapnya saat dihubungi AGRINA, Rabu, (22/07).
Awal Sukses Bertani Jagung
Pria lulusan SMA itu melanjutkan ceritanya, mulai bertani jagung berawal dari peluang yang luar biasa. Industri pakan Ayam Makmur yang berlokasi tak jauh wilayahnya membutuhkan pasokan jagung 10 ton per bulan.
Karena itu ia beralih menjadi petani jagung pada 2017. Budidaya jagung lebih menguntungkan dan relatif tidak banyak masalah.
Anwar memulai dengan lahan seluas 2 ha dengan modal Rp2 juta. Ia memilih jagung varietas Pertiwi dan NK 212.
Dari satu hektar ia dapat menghasilkan 7 ton pipilan kering per bulan dan dijual dengan harga Rp4.000/kg bisa mendapatkan Rp28 juta lebih, belum dikurangi biaya.
Seiring dengan waktu, Anwar yang tekun bekerja keras mampu menambah lahan jagungnya. Kini ia memiliki lahan sekitar 20 ha. “Bersungguh-sungguh untuk meraih kesuksesan, selalu optimis dan jauhkan pesimis. Itu prinsip awal saya dalam budidaya jagung,” tegas bapak dua anak tersebut.
Kesuksesan yang diraihnya tidak menjadikannya tamak dan sombong. Anwar diangkat menjadi Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Provinsi Kaltim 2017.
Tahun berikutnya, Anwar bersama petani binaan telah memiliki hamparan lahan 3.694 ha. Hamparan tersebut digarap 64 kelompok, satu kelompok terdiri 25-30 orang. Satu orang menanam jagung 2 ha. Petani menikmati hasil rata-rata Rp4 juta/bulan.
Hasil panen diserahkan industri sebesar 7 ton/bulan/ha pipilan kering. Lama budidaya jagung 110-120 hari atau sekitar per 4 bulan.
Hamparan jagung yang luas tersebut, tidak panen serentak tetapi bergantian ada yang panen dan juga yang sedang tanam.
Dengan demikian Kecamatan Muara Badak dapat panen jagung setiap bulan.
“Kebutuhan jagung di Kukar banyak. Kalau pasokan kurang biasanya jagung dikirim dari Sulawesi dan Jawa Barat. Dikarenakan kebutuhan industri di Kaltim banyak. Biasanya dijual ke industri dengan harga Rp4.500/kg. Tetapi kalau produksi melimpah harga bisa mencapai Rp3.000/kg,” ungkap Anwar.
Arahan Bupati, Tingkatkan Produksi
Anwar menjelaskan, Kaltim masih kekurangan pasokan jagung khususnya wilayah Kutai Kartanegara (Kukar). Kebutuhan untuk industri bisa mencapai 10-20 ton per bulan.
Sehingga Bupati Kukar, Edi Damansyah mencanangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) atau revolusi jagung. Rancangan ini diupayakan dapat meningkatkan produksi jagung Kaltim.
Setiap desa, lanjut dia, digerakkan untuk bertanam jagung minimal satu desa 10 ha supaya bisa mendongkrak penghasilan petani setempat. Modal diberikan dalam bentuk voucher dan dapat dicairkan untuk pembelian pupuk.
Petani membayar saat panen. “Ini program yang bagus dari Bupati, warga sekitar juga semangat untuk budidaya. Setiap petani diberikan modal berbentuk voucher per ha Rp10 juta,” jabarnya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 303 yang terbit September 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/