Rabu, 7 Agustus 2019

PERKEBUNAN : Percepat Sertifikasi RSPO, Inisiasi Pendekatan Yurisdiksi

PERKEBUNAN : Percepat Sertifikasi RSPO, Inisiasi Pendekatan Yurisdiksi

Foto: Peni Sari Palupi
Dari kiri ke kanan: Hj. Nurhidayah, SH, MH, Tiur Rumondang

Sistem sertifikasi saat ini dianggap lambat dan tidak mampu menyelesaikan persoalan sosial dan lingkungan. Karena itu RSPO membuat percontohan sertifikasi berbasis wilayah.
 
Dalam 15 tahun setelah Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) berdiri, baru 19% produksi minyak sawit global yang berhasil disertifikasi sebagai minyak sawit berkelanjutan (certified sustainable palm oil-CSPO).
 
Dari 13,93 juta ton CSPO produksi global, Indonesia menyumbang 7,4 juta ton yang berasal dari 1,46 juta ha lahan bersertifikat. Sebenarnya total luas lahan kebun sawit kita per Mei 2019 sebanyak 1,88 juta ha. Ada selisih 0,42 juta ha lahan yang masuk kategori dilindungi. 
 
Kendati telah berkontribusi 53% CSPO, “Capaian ini masih jauh sekali dari produksi minyak sawit kita yang 41 juta ton. Sampai kapan kita bisa mensertifikasi seluruh (minyak sawit) Indonesia? Mungkin setelah kita semua nggak ada baru berhasil kalau yang disertifikasi levelnya perusahaan,” ungkap Tiur Rumondang, Direktur RSPO Indonesia di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah (24/7).
 
 
Pendekatan Yurisdiksi
 
Untuk lebih mempercepat proses sertifikasi dan memperluas cakupan lahan yang disertifikasi, RSPO mulai mengembangkan sertifikasi dengan pendekatan yurisdiksi pada 2014-2015.
 
Yang dimaksud pendekatan yurisdiksi (PY) adalah penerapan prinsip dan kriteria RSPO di suatu wilayah administrasi pemerintahan. Yurisdiksi didefinisikan sebagai suatu wilayah administrasi yang dipimpin oleh otoritas yang dapat mengeluarkan aturan bersifat mengikat seluruh pihak di dalam wilayah tersebut, misalnya kabupaten.
 
Bila kabupaten ini nanti sudah tersertifikasi, maka minyak sawit yang diproduksi di dalam batas wilayah ini dapat dianggap mematuhi standar RSPO. Jadi, produk perusahaan dan kelompok petani itu termasuk kategori yang berkelanjutan. 
 
Sertifikasi ini menyatukan semua pemangku kepentingan di wilayah tersebut, yakni perusahaan perkebunan, baik anggota RSPO maupun bukan anggota, kelompok petani swadaya, pemda beserta instansi terkaitnya seperti Dinas Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lembaga swadaya masyarakat, juga pembeli. 
 
Sembari menunggu sistem sertifikasinya disetujui November mendatang, lanjut Tiur, RSPO membuat percontohan di tiga tempat, yaitu Sabah (Malaysia), Seruyan (Indonesia), dan Ekuador.
 
Selain Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringan Barat juga menginginkan wilayahnya menjadi percontohan produksi minyak berkelanjutan.
 
Untuk melihat dari dekat perkembangan proyek tersebut, RSPO Indonesia mengajak beberapa media mengunjungi dua kabupaten itu pada 24-26 Juli 2019.
 
Pemkab Seruyan yang diwakili Asisten Perekonomian Djainuddin Noor menyatakan dukungannya atas pelaksanaan sertifikasi yurisdiksi di wilayahnya.
 
“Kami bersyukur sekali, ada program sertifikasi yurisdiksi karena pendekatan ini lebih banyak ke masyarakat (petani swadaya). Sertifikasi sendiri memang suatu kebutuhan untuk berkiprah di pasar global yang membutuhkan syarat khusus (berkelanjutan) untuk produk sawit,” ujarnya.
 
Pihaknya juga mempertahankan daerah-daerah benilai konservasi tinggi (High Conservation Value-HCV). 
 
Sementara itu Bupati Kotawaringin Barat Hj. Nurhidayah, SH, MH didampingi Kamaluddin, Kepala Dinas Ketahahn Pangan dan Pertanian mengungkapkan, jajarannya mendorong petani-petani untuk ikut sertifikasi baru ini.
 
“Jangan khawatir untuk ikut karena petani malah terbantu nantinya. Kami juga mempermudah proses petani mendapatkan STDB,” tuturnya.
 
Kamal menimpali, pihak pemkab telah memfasilitasi penandatanganan STBD (Surat Tanda Daftar Budidaya) yang merupakan syarat utama sertifikasi di tingkat kecamatan, tentunya dengan koordinasi instansi terkait. 
 
 
Menggandeng Inobu
 
Dalam pelaksanaan sertifikasi model baru ini, RSPO menggandeng Inovasi Bumi (Inobu), yaitu lembaga penelitian independen nonprofit Indonesia yang didirikan pada 2015. Inobu ini menjadi fasilitator untuk mempertemukan semua pihak dalam yurisdiksi Seruyan dan Kotawaringin Barat.
 
Menurut Heni Martanila dari Inobu, ada beberapa langkah yang telah dilakukan di Kotawaringin Barat. Pertama, membentuk platform yurisdiksi yang berkelanjutan. Platform ini diprakarsai oleh komitmen Gubernur Kalteng, Bupati Kotawaringin Barat, dan Seruyan untuk CSPO. Di dalam platform ada beberapa komponen untuk sertifikasi yurisdiksi.
 
Kedua, melakukan perlindungan lahan-lahan bernilai konservasi tinggi, mengurangi deforestasi dan perlindungan area berkarbon tinggi. Dengan dua langkah ini kita lebih fokus melindungi area HVC dan HCS yang disusun bersama Dinas Lingkungan Hidup yang menjadi dasar untuk dukungan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
 
Ketiga, mencegah konflik sosial dalam produksi sawit dengan mengidentifikasi wilayah adat. Memulai prosedur registrasi konflik dan sudah mulai mencoba memasukkan FPIC (Padiatapa) ke dalam proses pengajuan izin kebun sawit. 
 
Keempat, memberdayakan petani, masyarakat adat, dan komunitas lokal. Petani-petani yang tergabung dalam KUD Tani Subur dibantu dan dibina hingga mendapatkan sertifikat RSPO dan ISPO pada 2017. Sebelumnya petani-petani swadaya yang belum memperoleh legalitas, dibantu untuk mendapatkan STDB.
 
 
Manfaat untuk Petani
 
Dalam kunjungan di Pangkalan Tiga, Kotawaringin Barat, tampil para petani pengurus KUD Tani Subur dan petani sekitarnya. Sutiyana bercerita, “Petani mandiri jadi sasaran pokok pertama kami untuk mendapat pelatihan, mempunyai cara kerja yang baik. Jumlahnya 190 anggota dengan lahan kurang lebih 300 hektar. Kita bersama Inobu bikin kelompok tani pada 2016 maju sertifikasi RSPO dan ISPO.  Alhamdulillah satu tahun dua sertifikat dapat diraih,” tuturnya penuh semangat.
 
Dari 300 ha yang disertifikasi, KUD mendapat premi dari pembeli sertifikat CSPO sebanyak Rp300 juta. Karena itu, dengan semangat Sutiyana dan kawan-kawannya mengajak lebih banyak petani.
 
”Kita masukkan petani eks plasma hingga luasan tersertifikasinya 1.420 ha. Kemarin alhamdulillah, kita mendapatkan premium kurang lebih Rp2 miliar. Uang ini dialokasikan kegiatan surveillance, mengembangkan peternakan ayam petelur, mendirikan pangkalan gas elpiji, menalangi pembelian pupuk, dan sebagainya.
 
Secara individual, petani juga memperoleh bagian dari insentif tersebut. Jadi, ketika harga tandan sawit murah, para petani bersertifikat tetap bisa tersenyum berkat penjualan sertifikat RSPO. Siapa menyusul?
 
Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain