Jumat, 7 Juni 2019

PERKEBUNAN : Mewujudkan Optimisme Ekonomi Sawit

PERKEBUNAN : Mewujudkan Optimisme Ekonomi Sawit

Foto: Istimewa
Sawit butuh dukungan semua pihak agar tetap jadi andalan ekonomi nasional

Ekonomi global yang diprediksi hanya tumbuh 3,3% berimbas berat ke bisnis sawit. Namun masih ada harapan dari pertumbuhan pasar nontradisional.
 
Harapan baik yang dipupuk para pelaku usaha sawit sejak International Palm Oil Conference (IPOC) di Bali awal November tahun lalu tampaknya belum terwujud.
 
Sampai triwulan pertama 2019, berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri, masih merintangi laju industri andalan nasional ini. Pun harga rawan naik turun cukup dalam. 
 
 
Masih Lesu
 
Awal tahun industri ini digoyang Uni Eropa dengan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II yang akan menghapus penggunaan biodiesel berbasis minyak sawit pada 2030.
 
Alasannya, minyak sawit digolongkan bahan yang berisiko tinggi terhadap deforestasi (Indirect Land Use Change-ILUC). Sementara minyak nabati lain digolongkan berisiko rendah. 
 
Padahal untuk memproduksi volume minyak yang sama, kelapa sawit membutuhkan lahan tanam jauh lebih kecil dibandingkan minyak-minyak nabati lain karena produktivitas minyak sawit bisa 7 kali lipat minyak nabati lain.
 
Total lahan sawit dunia hanya 11%, sementara kedelai 59%, rapeseed 17% dan bunga matahari 13%. Jadi, sawit paling hemat lahan. 
 
Tantangan di dalam negeri pun tak kurang berat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terus menekan industri untuk mendapatkan informasi Hak Guna Usaha (HGU) sebagai dokumen publik. Di samping itu masih banyak regulasi yang tidak probisnis. 
 
Tambahan lagi, tren harga minyak sawit mentah (CPO) global menurun terus membayangi. 
 
“Tahun 2019 mungkin masih akan berat bagi industri ini. Tahun lalu kita sudah mengalami kelesuan karena kondisi makro. Tahun ini, AS dan China berantem lagi, kelihatannya akan berdampak tidak terlalu positif bagi ekonomi global.
 
Dan kita rasakan dalam triwulan satu memang kita masih mengalami kelesuan,” ungkap Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) saat acara “Buka Bersama GAPKI” di Jakarta, 15 Mei 2019.
 
 
Ekspor Tetap Tumbuh
 
Walapun demikian, lanjut Joko, bicara produksi selama triwulan pertama tumbuh cukup bagus. “Ekspor juga kita naik. Tapi duitnya nggak ada. Harga komoditas terimbas ekonomi global,” ucapnya. 
 
Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI, memaparkan, ekspor minyak sawit secara keseluruhan (biodiesel, CPO, oleokemikal dan produk turunan lainnya) selama triwulan pertama 2019 menunjukkan peningkatan sebanyak 16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
 
 
dari 7,84 juta ton menjadi 9,1 juta ton.  Artinya, “Ekspor minyak sawit Indonesia masih tetap tumbuh meskipun di bawah harapan,” ujar Mukti dalam rilis 15 Mei silam.
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 300 yang terbit Juni 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain