Selasa, 7 Mei 2019

PETERNAKAN : Menghasilkan Susu Lebih, Meningkatkan Laba

PETERNAKAN : Menghasilkan Susu Lebih, Meningkatkan Laba

Foto: Galuh Ilmia Cahyaningtyas
Produksi susu segar dalam negeri (SSDN) hanya menyumbang 18% dari total produksi nasional

Bukan harga susu semata yang membuat peternak sapi perah meraup laba, tapi ada faktor lain yang lebih utama. Mau tahu?
 
Kendala yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi industri susu di Tanah Air adalah masalah produktivitas. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat mencatat, produksi susu segar dalam negeri (SSDN) hanya menyumbang 18% dari total produksi nasional. Sementara selebihnya, terpaksa impor dalam bentuk susu bubuk (skim milk powder).
 
Bermaksud mendorong penambahan kualitas dan kuantitas susu di Indonesia, United States Department of Agriculture Foreign Agricultural Service (USDA FAS) menyelenggarakan seminar yang berlangsung di Malang, Jawa Timur (10/4) dan Bandung, Jawa Barat (11/4). Selain memberikan pemaparan teknis, kegiatan ini sekaligus ajang promosi bahan pakan asal Negeri Paman Sam tersebut.
 
Atase Pertanian USDA FAS, Garrett McDonald mengungkapkan, permintaan susu segar di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Di sisi produksi, peternak, terutama yang berskala usaha kecil, mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan ini. 
 
Peningkatan produksi susu, menurut Garrett, dapat diperoleh melalui pemilihan pakan dan pengelolaan reproduksi secara tepat. “Hasil ternak yang mereka panen merupakan cerminan dari asupan yang dberikan kepada ternak,” ujarnya kepada AGRINA. 
 
Narasumber seminar yang didatangkan merupakan para ahli di persoalan sapi perah dan bidang pakan. Apa saja poin pentingnya? Mari kita simak.
 
 
Fokus di Jarak Kelahiran
 
CEO Dairy Pro Indonesia, Deddy F Kurniawan mengungkapkan, kebanyakan peternak sapi perah belum tahu bagian mana yang harus mereka fokuskan saat berbudidaya. Menurut konsultan manajemen sapi perah ini, faktor terbesar yang menentukan untung rugi dalam berbisnis sapi perah adalah calving interval (jarak kelahiran).
 
Biasanya, calving interval di kalangan peternak adalah 18 bulan. Namun, agar peternak mendapatkan hasil yang bagus, Deddy menyarankan waktu calving interval sebaiknya diperpendek menjadi 12-14 bulan saja. Dari situ, keuntungan yang didapatkan peternak bisa signifikan. 
 
Dalam setahun atau terhitung 365 hari masa calving interval-nya, kebuntingan membutuhkan waktu 9 bulan 10 hari (280 hari). Kemudian 40 hari untuk involusi rahim sapi agar bunting kembali. Sisa waktu 45 hari inilah yang dibutuhkan untuk membuntingkan kembali sapi. “Ada waktu dari hari ke 40 sampai ke 85 untuk membuat sapi bisa dikawinkan dan bunting. Targetnya satu sapi setiap tahun,” jelas dokter hewan ini.
 
Untuk mencapai waktu tersebut, Dedy menjabarkan, setidaknya ada enam prosedur yang perlu diperhatikan. Pertama adalah periode kering kandang yang peternak perlu menjaga kondisi tubuh sapi tetap stabil. Berikutnya, periode transisi dengan memperhatikan asupan nutrisi dan manajemen kandang. Ketiga, memprioritaskan kelahiran pedet secara normal. Sebab, ulas dia, sebanyak 75% masalah gangguan reproduksi berawal dari prosedur kelahiran yang buruk.
 
Keempat, fresh drench untuk mengatasi anomali daya tahan sapi pascamelahirkan (fresh cow anomaly). Deddy menjelaskan, fresh drench merupakan pemberian suplemen dalam bentuk instan dan bisa cepat diberikan sesaat setelah sapi melahirkan.
 
“Ini sapi seperti dicekoki. Siklus fisiologis dan hormonal jadi cepat teratasi. Sehingga performa puncak sapi bisa dicapai lebih awal. Waktu recovery (pemulihan) yang tadinya butuh paling sedikit dua minggu, sekarang hanya butuh 4-5 hari,” terang dia.
 
Kelima, fresh check atau pemeriksaan baru oleh dokter hewan. Terakhir, metrichecking untuk mengecek adanya infeksi dengan memasukkan metricheck ke dalam vagina sapi. Serta inseminasi buatan (IB) yang higienis dan harus sempurna sedari awal. 
 
Sementara itu, Deddy menyebutkan faktor-faktor penentu bagusnya performa sapi, yakni penerapan kesejahteraan hewan, stress panas (heat stress), nutrisi, dan kesehatan umum.
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 299 yang terbit Mei 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain