Foto: Windi Listianingsih
“Menciptakan alat yang bisa memastikan kualitas air seketika lengkap dengan sistem manajemen untuk menelusur data dan menyediakan rekomendasi berdasarkan data”
Sama-sama berkompetisi untuk memberdayakan petambak Indonesia.
“Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.” Begitulah kata-kata Bung Karno, Presiden Pertama Republik Indonesia tentang pemuda yang mendunia dan membakar semangat. Ucapan itu pun tampak nyata dalam era disruptif saat ini yang terjadi secara global, termasuk Indonesia. Pemuda-pemudi yang disebut generasi milenial ini hadir menawarkan berbagai inovasi dan kemudahan yang mengguncang perekonomian dunia.
Sosok mungil bernama Liris Maduningtyas, ada di antara mereka. Bersama rekan-rekannya, perempuan kelahiran 13 Januari 1992 ini menyajikan solusi manajemen budidaya udang yang terpercaya berbasis data seketika (real time). Melalui JALA, Liris membantu pembudidaya udang di Indonesia, Vietnam, dan Thailand memperbaiki manajemen budidaya sehingga bisa menghasilkan panen optimal.
Berbasis Data
Memiliki keahlian teknik elektro tidak membatasi langkah Liris untuk menekuni budidaya udang sebagai ladang pekerjaan baru. CEO JALA TECH itu penuh semangat meluncurkan platform JALA pada 2017 setelah sebelumnya merintis proyek bernama Gelombang Reksa sebagai cikal bakal JALA.
Ide JALA mencuat lantaran ia diminta rekannya seorang petambak udang berlatar belakang pendidikan informasi dan teknologi (IT). Petambak itu ingin mengawasi kualitas air tambak secara efisien menggunakan alat tertentu. Akhirnya, ia meminta Liris dan teman-teman berbasis teknk elektro mengembangkan alat pengukur kualitas air kolam. Konsep itu lantas berkembang tidak hanya mengecek kualitas air tetapi membantu mengelola budidaya udang sejak persiapan hingga panen berbasis data.
Anak kedua dari tiga bersaudara itu semakin menguatkan tekadnya terjun dalam dunia udang saat bertemu dengan seorang petambak udang di Pangandaran, Jabar, pada 2016. Petambak bernama Gunawan ini sudah puluhan tahun menekuni budidaya si bongkok dan ahli di bidangnya. Percakapan dengan Gunawan membuka mata Liris bahwa petambak hanya mengandalkan insting dan keahlian mereka dalam memastikan kondisi baik atau buruknya udang yang dibudidaya.
Ketika Liris bertanya bagaimana cara mengetahui tambak terkena penyakit, Gunawan meminta Liris mengikutinya menuju tambak. “Dia duduk di pinggir tambak dan mencelupkan jarinya ke tambak. Dia menjilat dan merasakan air tambak. Lalu, dia bilang ini bagus,” tirunya.
Dia menolak informasi tidak meyakinkan seperti itu. “Saya (generasi) milenial. Saya mau memulai budidaya udang tapi nggak seperti itu. Tapi saya mau menjadi seperti Pak Gunawan karena dia tahu apa yang terjadi di tambaknya,” terang dia.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 298 yang terbit April 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/