Menurunnya daya beli masyarakat, mendorong pembibit (breeder) mengurangi pasokan ayam broiler ke pasaran 30%, sehingga kesannya terjadi kekurangan pasokan. Padahal strategi pengurangan ini dilakukan untuk menghindari banjirnya pasokan di pasar sehingga harga malah jatuh.
Hal ini diakui, Ko Iping, peternak di Sukabumi, Jabar, yang melakukan pengurangan produksinya hingga 30%. “Pasokan broiler sesungguhnya tidak mengalami kelangkaan, namun memang breeder mengurangi produksinya. Hal ini dilakukan karena melemahnya permintaan terkait menurunnya daya beli masyarakat,” peternak besar yang juga mempunyai pembibitan menjawab AGRINA melalui telepon.
Sependapat dengan Ko Iping, Rudi, peternak ayam di Lumajang, Jatim, mengatakan, permintaan broiler memang stagnan, tapi pasokan ayam kurang. “Permintaan sih biasa saja, tapi cari ayam agak susah, jadi harga naik,” ungkapnya.
Kenaikan harga tersebut terpantau oleh Pusat Informasi Pasar (Pinsar) yang mencatat perkembangan membaiknya harga broiler di pasar Jabodetabek. Harga naik dari Rp8.000,00/kg menjadi Rp8.300,00/kg (1/5) untuk ayam ukuran 1,4 kg ke atas. Selanjutnya bertahan hingga Jumat (5/5). Sedangkan di pasar broiler Jatim dan Jateng tercatat peningkatan harga terjadi mulai (1—4/5) Harga broiler di Semarang meningkat dari Rp6.700,00/kg menjadi Rp7.200,00/kg; Surabaya dari Rp6.800,00/kg menjadi Rp7.400,00/kg, bahkan untuk daerah pinggiran seperti Tulungagung bisa mencapai Rp7.500,00/kg.
Daya Beli Menurun
Kenaikan harga terjadi bukan diakibatkan naiknya permintaan tetapi memang pasok ayam yang dikurangi. “Karena saat ini daya beli masyarakat berkurang 30%, dari normalnya, sehingga breeder secara otomatis mengurangi produksinya,” jelas Ko Iping.
Strategi pengurangan jumlah produksi yang dilakukan peternak, menurut Iping-pemilik CV Intan Jaya, merupakan hal wajar. Itu kiat peternak untuk mengurangi kerugian jika ternyata pasokan ayam melimpah sementara permintaan menurun atau stagnan. Lebih jauh ia menduga, penurunan daya beli masyarakat karena kemampuan ekonomi yang berkurang sehingga konsumen mengurangi pembelian ayam. “Jika dahulu mampu membeli 1 ekor/hari, mungkin saat ini hanya mampu ˝ ekor saja,” tambahnya.
Jaya, pedagang ayam di pasar Jatinegara, Jakarta Timur, mengeluhkan hal yang sama. Penjualan ayam per kilogram kini mengalami kelesuan. Padahal harga ayam masih stabil antara Rp10.000,00—Rp12.000,00/ekor dan pasokan juga relatif stabil.
Menurut pedagang, biasanya penurunan daya beli terjadi pada Juli hingga Agustus nanti. Pada periode tersebut, masyarakat tengah mempersiapkan uang sekolah untuk anak-anaknya pada ajaran baru nanti. “Kami berharap daya beli masyarakat segera membaik, sehingga kami memperoleh keuntungan,”ujar Jaya.
Menambah Produksi
Jika sebagian peternak mengurangi produksi, lain halnya dengan Kemitraan Primatama Karyapersada di Sukabumi. Menurut Iwing Meindriono, Technical Service Produksi PKP, pihaknya menambah produksi sehingga mampu memasok 200.000— 250.000 ekor broiler yang dikumpulkan dari peternak mitra. “Bertambahnya peternakan kemitraan bukan merupakan program kita, tapi karena permintaan peternak sendiri,” kata Iwing
Dengan tambahan produksi itu, PKP mampu memasok ke pasaran lokal di Sukabumi maupun pasaran luar seperti Jabotabek dan Bandung. Menyinggung perkembangan harga broiler di pasaran Sukabumi, ia menginformasikan, harga jual broiler relatif stabil. Kondisi ini, menurut perhitungan dia, karena pasokan yang ada di pasaran mencukupi sesuai kebutuhan di pasar. Tidak ada lonjakan permintaan yang besar karena daya beli masyarakat yang masih rendah.
YanS