Selasa, 20 Juni 2006

Manisnya Ubi “Madu” Cilembu

Sungguh enak minum kopi sembari makan ubi yang masih hangat saat hujan sering turun belakangan ini. Apalagi kalau ubinya amat manis dan legit, hawa dingin tak terasa lagi mengganggu perut. Coba saja Anda menikmati ubi Cilembu.

 

Ubi Cilembu menjadi terkenal karena rasanya sangat legit. Jika sudah dibakar atau dioven, ubi ini akan mengeluarkan cairan kental cokelat kemerahan yang sangat manis layaknya madu. Kelezatannya itu menyebabkan ubi Cilembu kondang di seantero Jawa Barat. Seiring perjalanan waktu, makanan “rakyat” ini digemari konsumen di Pontianak dan Lampung. Bahkan kini, konsumen luar negeri seperti Jepang, Malaysia, Singapura, dan Vietnam juga mulai doyan ubi yang tampangnya “kampungan” ini.

Untuk mendapatkan ubi Cilembu tidak sulit. Lihat saja kios-kios jajanan di jalur luar kota dan jalur wisata di Jawa Barat. Banyak pedagang menjajakan ubi Cilembu di kios-kios, baik dalam kondisi mentah maupun matang. “Kalau jual jagung bakar saja sepi, Mas, makanya saya tambah dengan ubi Cilembu,” ujar Nana (43), pemilik kios di Puncak-Bogor, yang mengaku pernah mendapat order hingga 100 kg dari seorang konsumen.

Ubi madu juga banyak ditemukan di jalur Nagreg, dan Cikalongwetan-Cipatat, Kabupaten Bandung.  Di daerah asalnya, sekitar 30 kios juga menjual ubi Cilembu sebagai produk utama di jalur Tanjungsari-Sumedang di daerah Ciromed dan Ciayunan. Menurut Cevi Koswara (22), penjaja ubi jalur tersebut,  pasaran ubi matang oven mencapai Rp8.000,00/kg. Sementara yang masih mentah hanya Rp5.000,00—Rp6.000,00/kg. “Harga ubi matang lebih mahal karena memperhitungkan susut yang mencapai 30%,” terang Cevi yang juga menjadi penampung ubi Cilembu untuk dikirim ke daerah lain. Ia menambahkan, ubi Cilembu akan terasa lebih manis jika disimpan selama dua hari setelah matang. “Hanya saja, konsumen lebih senang ubi yang hangat,” katanya lagi.

Peminat ubi Cilembu di ibukota pun tak harus mencari ubi tersebut di jalur wisata. Pasar swalayan terkemuka di Jakarta ada yang menyediakannya dalam kondisi masih mentah. Satu kantung isi satu kilo dilabel Rp12.000,00—Rp14.000,00.

 

Ubi Cilembu sebenarnya terdiri dari tiga jenis, yaitu Menes, Arnet, dan Nirkum. Menes termasuk yang berkualitas terbaik. Ciri-cirinya, berkulit gading, berurat, berdiameter 7 cm, dan lurus. Namun, karena waktu panen lebih panjang dibandingkan jenis lainnya, enam bulan, banyak petani yang enggan menanam jenis ini. Sedangkan, untuk jenis Arnet dan Nirkum, ubinya tidak berurat dan pemanenan bisa dilakukan dalam empat bulan.

 

Nama Cilembu yang kondang itu merupakan nama desa di Kecamatan  Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat. Kawasan daerah ini mempunyai karakteristik tanah yang istimewa dan subur. Dulu orang meyakini, ubi Cilembu yang ditanam di luar daerah asalnya tidak akan mengeluarkan cairan “madu” dan rasa manisnya kurang. Namun kini, beberapa daerah di luar Sumedang yang mempunyai kesamaan agroklimat mulai membudidayakan ubi Cilembu. Tak heran sekarang ubi ini dapat diperoleh di luar Sumedang.

 

Ubi madu ini dikenal sejak 1980-an. Menurut Ade, warga Desa Cilembu, ubi madu dibudidayakan petani sebagai tanaman selang menjelang musim tanam padi. Di daerah asalnya, ubi ini dikonsumsi dengan cara dibakar atau dibubuy  (disimpan dalam bara api sebelum ada alat masak oven). Beberapa petani mulai menjajakan ubi bakar ini di pinggir-pinggir jalan dengan dipikul di wilayah Kabupaten Sumedang. Kelezatannya membawa nama ubi bakar ini ke berbagai pameran hingga akhirnya terkenal.

Muhanda

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain