Foto: PENI SARI PALUPI
Heri Tri Widarto (berbatik kuning) bergambar bersama M. Sofyan Djalil (keenam dari kiri), Ketum HIPKASI M. Syarif Rafinda (kedelapan dari kiri) dan jajaran pengurus lain usai pengukuhan
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM) Sebanyak 1.850 orang profesional bergabung dalam HIPKASI dan siap berperan dalam mendukung pengembangan industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan, inovatif, dan berdaya saing tinggi.
Pemerintah Presiden Prabowo mencanangkan Program Swasembada Pangan dan Energi. Program ini untuk memastikan ketersediaan pangan dan energi di dalam negeri, mengurangi ketergantungan terhadap impor, membangun kemandirian bangsa yang kuat dan berkelanjutan.
Salah satu andalam pemerintah adalah kelapa sawit. Komoditas ini tidak hanya berperan penting dalam penyediaan bahan baku pangan tapi juga berpotensi besar sebagai sumber energi terbarukan melalui produk turunan seperti biodiesel.
Profesional Khusus Sawit
Bagi para profesional yang bekerja dalam industri kelapa sawit, program pemerintah tersebut bukan sekadar visi tapi juga tantangan sekaligus peluang untuk berkiprah. Karena itu, para profesional sawit sejak level asisten hingga direktur bersepakat membentuk Himpunan Profesional Kelapa Sawit Indonesia (HIPKASI) pada 30 Agustus 2024.
Pada 65 hari pertama, sebanyak 1.850 orang profesional dari 410 perusahaan telah bergabung dalam organisasi khusus ini di bawah kepemimpinan Ketua Umum Ir. H.M.Syarif Rafinda, MM.
“Kita ingin bersinergi dengan pemerintah meningkatkan hilirisasi sawit. Sawit adalah salah satu sumber renewable energy (energi terbarukan) yang bisa untuk campuran solar, memproduksi bioavtur dan sebagainya.
Kita ingin meningkatkan kompetensi para anggota melalui sharing session literatur, podcast aplikasi di lapangan yang benar, dan sebagainya,” ungkap mantan Direktur Eshan Agro Sentosa ini seusai pengukuhan pengurus HIPKASI di Jakarta (16/11).
Pengukuhan pengurus HIPKASI 2024-2029 dilakukan Heru Tri Widarto, PLT Dirjen Perkebunan, Kementan. Pada seremoni pengukuhan, M. Syarif Rafinda didampingi Ketua Harian Darus Salam, Sekjen M. Gema Aliza P., Bendahara Umum Dwi Widaryanto, dan jajaran pengurus lain serta perwakilan dari Dewan Pengurus Wilayah (DPW).
Hadir juga dalam acara ini, Delima Ari Azahari (Dewan Pengawas HIPKASI), Ardi Praptono (Dewan Pembina HIPKASI), Dr. Sofyan A. Djalil, SH, MA, M.ALD. (Dewan Pembina Indonesia Palm Oil Strategic Studies – IPOSS), dan para profesional, baik yang tatap muka maupun secara daring.
Seusai pengukuhan, acara dilanjutkan dengan dialog bertema “Sinergi Profesional Sawit Dalam Menciptakan Renewable Energy Berkelanjutan Guna Menopang Revolusi Hilirisasi Kelapa Sawit Indonesia”. Dialog menampilkan pakar dan penyedia solusi penyakit Ganoderma, praktisi pestisida, pupuk, drone, dan pabrik kelapa sawit mini.
Dua Pesan Dirjen
Dalam sambutannya, Dirjen Heru memaparkan tantangan besar bagi industri sawit terutama masih rendahnya produktivitas, 3-4 ton minyak mentah (CPO)/ha dari luas kebun 17,2 juta ha. Padahal pemerintah membutuhkan lebih banyak produksi untuk melaksanakan Program Mandatori Biodiesel B40 mulai 2025, bahkan mungkin sampai B60 tahun-tahun mendatang.
“Dari sisi perbenihan, sudah banyak yang kami lepas varietas dengan potensi produktivitas 5-7 ton CPO/ha, sudah ada barangnya. Kalau angka 3 ton dinaikkan 1,5 ton saja per hektar rata-rata nasional berarti ada tambahan 25 juta ton. Jadi, tidak hanya B50 tapi untuk B60 pun akan cukup, tidak perlu membuka lahan lagi,” ungkap Heru.
Salah satu potensi peningkatan produktvitas adalah keberhasilan peremajaan kebun, baik kebun korporasi maupun rakyat melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). “Anggota HIPKASI tolong suarakan ke dalam masing-masing entitasnya. Ayo bantu pemerintah dalam PSR 100 ribu ha saja per tahun.
Tolong bantu pemerintah menaikkan produktivitas rata-rata 1 ton CPO/ha,” imbau mantan Sekretaris Ditjen Perkebunan ini. Korporasi yang melakukan PSR bisa dihitung sebagai penunaian kewajiban membangun kebun masyarakat 20% dari total HGU-nya.
Selain itu, Heru juga menyuarakan potensi kebun sawit menyumbang produksi padi gogo dan atau jagung sekitar 300 ribu ha. Padi atau jagung ini bisa ditanam sebagai tanaman sela sebelum sawit hasil peremajaan memasuki masa produktif. “Benihnya akan disediakan oleh Ditjen Tanaman Pangan,” ulasnya.
B40 Dulu dan Selesaikan Soal Lahan
Sofyan A.Djalil yang tampil memberikan pidato kunci mengupas kebutuhan tambahan CPO untuk biodiesel. Program B40 saja akan menyerap 14 juta-15 juta ton CPO, B50 19 juta-20 juta ton, apalagi kalau sampai B100 seperti keinginan Presiden Prabowo.
“Masalah kita sekarang adalah produktivitas. Rekomendasi kami, B40 masih Oke. Itu pun kita harus meningkatkan produktivitas. Kalau kita mendorong terlalu cepat ke B50, sementara produktivitas kita tidak meningkat maka akan menembak kaki kita sendiri,” cetus Menteri ATR/BPN 2016-2022 ini.
Penyerapan biodiesel naik, imbuh dia, volume ekspor kita akan berkurang karena konsumsi domestik, khususnya pangan, tidak boleh dikompromikan. Padahal ekspor menyumbang devisa sebesar US$28 miliar-US$32 miliar/tahun yang mendukung nilai tukar rupiah dan memberikan pendapatan bagi pekebun.
Selain itu harga CPO internasional akan melonjak drastis. Pada B40, harga CPO sekitar US$1.100/ton, sedangkan B50 kisaran harga akan menjadi US$1.400-1.500/ton. Dengan alasan ketahanan pangan, menurut Sofyan, India dan Kolombia akan menggenjot produksi dalam negeri masing-masing. Pangsa kita ke pasar global akan menyusut.
“Kami merekomendasikan, produktivitas perkebunan skala menengah ditingkatkan agar mencapai 6 ton CO/ha seperti perkebunan besar dengan menerapkan praktik budidaya terbaik, perbaikan keuangan, dan manajemen. PSR juga harus berhasil. Lahan bermasalah yang menjadi kendala harus segera diselesaikan. Saya tidak mengatakan diputihkan, tapi pemerintah memberlakukan tata ruang fit properness. Yang telah menjadi kebun, tidak dihutankan kembali,” imbuhnya.
Tim PSR diketuai Dirjen Perkebunan harus lintas kementerian/lembaga, kantor pertanahan daerah, dinas perkebunan daerah, gubernur hingga kades, polri sampai polsek. Perkebunan besar juga dimandatkan ikut melakukan PSR sebagai ganti kewajibannya terhadap masyarakat seperti diutarakan Dirjen Heru. Urusan tanah selesai, PSR pun akan mudah dilaksanakan.
“Kalau kita mampu memperbaiki perkebunan swasta menengah dan PSR berhasil, saya yakin akan ada tambahan 85 juta-90 juta ton CPO. Jadi, kita bisa menerapkan B70-B80. Pada saat yang sama sawit masih sangat menguntungkan dan rakyat akan makmur,” tuntas mantan Menbteri BUMN tersebut.
Peni Sari Palupi