Sabtu, 9 Nopember 2024

Masuk Kategori Premium, Harga CPO Tak Lagi Murah

Masuk Kategori Premium, Harga CPO Tak Lagi Murah

Foto: - WINDI L
Hara CPO akan meninggi pada 2025

Nusa Dua (AGRINA-ONLINE.COM).  Berkat industri biofuel (bioenergi) yang mengerek kenaikan permintaan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO) di tengah produksi nasional yang cenderung stagnan, harga CPO berpotensi membumbung tinggi pada 2025. Di balik cerahnya prospek harga, terdapat risiko CPO kehilangan pamor sebagai minyak nabati terbaik dengan harga rendah.

 

Executive Director ISTA Mielke Gmbh, Thomas Mielke meyakini harga CPO pada 2025 masih akan mengalami peningkatan. Tetapi, Mielke khawatir peluang tersebut justru mendapat respon negatif dari para konsumen. Pasalnya, peningkatan harga akan membuat para produsen biofuel enggan memakai CPO sebagai bahan baku utama.

 

Mielke melihat beberapa industri biofuel di Amerika maupun Eropa mengalami tekanan secara kinerja keuangan. Bahkan, Brasil berniat memundurkan program mandatori biodiesel jika harga terus menanjak.

 

“Bila pemerintah Indonesia memaksakan program B40, maka harga minyak nabati seperti CPO dan kedelai akan mengalami kenaikan setidaknya 10%-15% untuk memenuhi permintaan bagi sektor pangan maupun lainnya,” kata Mielke di IPOC 2024, Jumat (9/11/2024).

 

Adapun yang menjadi perhatiannya adalah produktivitas CPO Indonesia yang cenderung stagnan sampai 2026. Menurut Mielke, industri sawit Indonesia menghadapi tantangan dan hambatan berupa kurangnya replanting, tidak mencukupinya suplai benih, skema keberlanjutan dan sertifikasi, penurunan dalam penanaman baru, kelangkaan tenaga kerja, khususnya di tahun 2022 dan 2023, peningkatan biaya produksi, serta isu manajemen.

 

Mielke menilai, kenaikan harga minyak nabati akan dimanfaatkan oleh produsen kanola, rapeseed, dan sunflowers (bunga matahari) untuk memperluas wilayah. Di sisi lain, kebun-kebun kelapa sawit di Indonesia tengah mengalami moratorium kendati sebagian sudah memasuki usia replanting (peremajaan) yang berakibat pada penurunan hasil panen. “Moratorium kebun sawit seharusnya dievaluasi,” sarannya.

 

Director Godrej International Ltd, Dorab Mistry memperkirakan harga CPO semester I/2025 bisa menembus level MYR5.000 per ton atau setara Rp18,380 juta per ton (kurs Rp3.676/MYR). Harga CPO akan sangat tinggi pada Januari-Maret 2025 karena momen tahun baru imlek dan bulan Ramadan.

 

Peningkatan harga terjadi seiring menurunnya produksi di Indonesia dan Thailand. Bila tren kenaikan harga CPO terus berlanjut, Dorab menilai, akan berdampak pada level kompetitif dengan minyak nabati lainnya.

 

Managing Director Glenauk Economics, Julian Mc Gill menambahkan, saat ini CPO termasuk dalam minyak nabati premium seperti rapeseed. Julian menilai, kenaikan harga CPO adalah refleksi dari minimnya ketersediaan di pasar.

 

“Perlambatan pertumbuhan lahan perkebunan menyebabkan pasokan minyak sawit menjadi stagnan. Lihat, ekspor minyak sawit mencapai puncaknya pada 2019 dan tidak pernah kembali ke level tersebut,” jelasnya. Sebagai informasi, pada tahun 2019 ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia mencapai 36,17 juta ton naik 4,2% year on year.

 

Namun, dia khawatir bila tren kenaikan harga CPO terus berlanjut akan berdampak negatif pada permintaan kelapa sawit. Dalam catatannya, ekspor kedelai telah mampu melampaui kinerja CPO di posisi 40 juta ton pada 2023.

 

Secara tidak langsung CPO juga digunakan di Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai biodiesel. “Dengan harga saat ini, tidak lagi kompetitif untuk mencampur CPO ke pasar tersebut melalui POME dan UCO. Ini menurunkan permintaan (POME dan UCO),” jelasnya.

 

Managing Director Transgraph, Nagaraj Meda pun mulai melihat tanda-tanda penurunan permintaan terhadap CPO dalam satu dekade terakhir. Minyak kelapa sawit pada 2014 memiliki pangsa pasar mencapai 45% terhadap pasokan minyak nabati dunia. Sedangkan, pada 2024 jumlah itu tergerus menjadi 37%.

 

Sebagai contoh, pasar India yang menjadi tujuan ekspor utama CPO antara 2012-2013 membukukan penyerapan 8,24 juta ton, naik tipis pada 2023-2024 di posisi 9 juta ton. Di sisi lain, pada 2012-2013 total ekspor kedelai ke India sebanyak 1,09 juta ton yang telah naik tiga kali lipat menjadi 3,5 juta ton.

 

 

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain