Foto: ist.
Konsep stok dinamis menjadi solusi jangka panjang dalam pengelolaan cadangan pangan pemerintah (CPP)
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Muhammad Saifulloh, Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian)mengutarakan, mekanisme Cadangan Beras Pemerintah (CBP) telah berhasil mengelola ketersediaan, harga dan distribusi karena dapat menekan angka inflasi. Sehingga tahap berikutnya akan dibentuk cadangan jagung dan kedelai maupun komoditi lain.
Ia mengatakan, semakin banyak regulasi membuat pemerintah tidak cepat dalam mengambil keputusan “seakan-akan saling menyandra”. Dengan adanya draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) diharapkan menjadi sebuah solusi.
“Kemarin Bulog sebagai satu-satunya operator, kedepan dibuka kerjasama Bulog dengan BUMN klaster pangan konteksnya adalah bisnis. Tapi kalau penugasan pemerintah tetap prioritaskan kepada Bulog,” ujarnya dalam diskusi PATAKA terkait Pengelolaan CPP dengan Mekanisme Dynmic Stock, Selasa (30/8).
Selama ini, lanjut Saifulloh, Bulog dikonstruksikan hanya mendaptakan penugasan dari pemerintah. Kedepan diharapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) memiliki ide atau inovasi dan tidak hanya mendapatkan penugasan dari pemerintah. Sebab beras Bulog paling banyak keluar hanya sebagai bansos.
Bulog hanya menyerap tetapi tidak diberikan penyaluran. Maka itu, NFA harus membaca angka prognosa, proaktif dan memetakan sendiri hal yang harus dikerjakan selama setahun.
Memperluas Pasar
Rachmi Widiriani, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA menimpali, konsep pengadaan dengan close loop system dibentuk ke dalam penyediaan komoditas padi jagug kedelai (Rajale). Jaminan pengadaan terletak pada harga dan kualitas karena bagian penting upaya memperluas pasar dalam mempermudah penyaluran CPP tersebut.
NFA sebagai KPA Bulog dapat mengusulkan Kementerian Keuangan untuk menyediakan anggaran diawal untuk pengadaan komoditas pada saat musim panen. Sebab pengelolaan lebih mudah dan menjaga harga gabah petani supaya tidak jatuh. Model pengelolaan CBP dinilai menjadi lebih sederhana dan moving out-nya lebih mudah.
“Kami mencoba memasukkan dalam Perbadan batas waktu simpan CBP maksimal 4 bulan. Warning sudah sejak awal sudah tahu. Maka ditetapkan beras sebanyak 1 – 1,5 juta ton harus dikeluarkan oleh Bulog selama setahun. Jadi stok beras tidak diam di gudang. Jika dibiarkan, maka menimbulkan permasalahan, kendala dan kerugian,” ujar Rachmi.
Sementara itu, Khudori, anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan 2010-2020menanggapi, mengelola CBP tanpa outlet penyaluran pasti memerlukan anggaran besar. Ia menilai, Pemerintah pasti enggan membiayai ini.
“Pengelolaan CBP tanpa outlet penyaluran pasti perlu perputaran stok yang cepat agar kualitas beras tidak turun dan stok tak menumpuk. Sampai saat ini outlet perputaran stok yang cepat, pasti, dan besar itu belum tersedia,” bebernya.
Ketika masih ada Raskin, imbuhnya, kebijakan perberasan masih terintegrasi hulu-tengah-hilir. Pengadaan di hulu yang besar ada kepastian outlet di hilir. Ketika Raskin diubah jadi BPNT atau Program Sembako, pengadaan domestik turun drastis dari rerata 2,16 juta ton jadi 0,99 juta ton beras.
Sementara KPSH yang diharapkan jadi pengganti outlet Raskin yang hilang, hanya menyerap 25,3% atau dari rerata 2.919.739 ton turun jadi 739.254 ton. Dampaknya, terjadi penurunan pengadaan beras domestik dan ketidakpastian outlet Bulog di hilir membuat penyaluran bulanan hanya tersisa 43% dari 2014-2016.
Khudori menegaskan, kebijakan pengelolaan pangan yang tak terintegrasi perlu dikembalikan dalam satu mata rantai: hulu-tengah- hilir. Karakter pangan yang berdaya simpan terbatas, perlu integrasi dari pengadaan di hulu, pengelolaan stok di tengah hingga penyaluran di hilir. CPP harus ada kepastian penyaluran (captive market). Pasar pasti membuat produk berputar dengan prinsip fisrt in, first out (FIFO). Jumlah penyaluran harus setara pengadaan. Jumlah pengadaan harus memperhitungkan surplus produksi produsen yang harus diserap.
Keunggulan Stok Dinamis
Sam Herodian, Akademisi IPB University mengatakan, dengan berbagai persoalan pengelolaan CPP. Ia menawarkan konsep stok dinamis menjadi solusi jangka panjang. Karena sistem revolving dan fleksibilitas Bulog dapat melakukan pengadan setiap diperlukan. Bulog dapat mampu menekan titik kristis terkait biaya atau anggaran CPP, susut bobot dan penurunan kualitas beras. “Disposal setiap tahun menjadi masalah karena menjadi iront stock tidak di apa-apakan,” tegasnya.
Sementara stok statis berdampak biaya logistik dan administrasi yang tinggi. Terjadi Pemborosan karena penyimpnan komoditas tertentu sering rusak oleh hama dan menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi pemerintah. Penyimpanan membutuhkan banyak gudang dan infrastruktur pendukung. Kemudian dari transportasi biaya pengangkutan dalam proses pengadaan dari sumber produksi dan penyaluran dari gudang ke konsumen akhir.
Dengan skema fleksibilitas. Pertama, future trading mendorong perdagangan berjangka untuk menjamin ketersediaan pasokan. Kedua, optimalisasi sistem resi gudang yaitu Petani dapat menyimpan produk mereka di gudang Bulog terdaftar, dan mendapatkan uang dari bank untuk produk mereka. Saat ini SRG di Indonesia tersebut berdasarkan regulasi sudah mencakup 19 komoditi. Ketiga, close loop skema untuk membangun kolaborasi berbagai pihak dari hulu sampai hilir dalam ekosistem digital dapat dilakukan dengan menjadikan Bulog sebagai off taker.
Syarat suksesnya Dynamic Stock, yakni harus ada kepastian pengadaan barang dan dana pada saat diperlukan sesuai skenario atau menyesuaikan dengan waktu panen di Indonesia. Sisi penyimpanan digunakan teknologi terbaik, dengan kemampuan masa simpan sesuai dengan skenario. Sedangkan distribusi cadangan disimpan disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah, dihitung berdasarkan atas kebutuhan rutin dan peluang terjadinya kondisi khusus. Pun penyaluran harus ada kepastian pasar yang meyerap cadangan yang disimpan, disamping untuk keperluan khusus.
Try Surya A