Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Air kolam yang bersumber dari sumur bor bebas plankton penyebab red tide
Banyak keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan air sumur bor buat budidaya udang. Apa sajakah itu?
Kesulitan mengoperasikan pipa penyedot air dari laut karena ketiadaan karang di dasar laut di areal pertambakan udang di Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar), Lampung mulai teratasi. Petambak menggunakan sumur bor di pinggir pantai yang biayanya pun lebih murah dibandingkan mengoperasikan pipa dari laut yang sering rusak karena dihantam gelombang.
Sumur Bor
Menurut Rozak, teknisi tambak di Pekon (Desa–Red) Sukarame, Kecamatan Ngaras,awalnya pesisir Ngaras dan Bengkunat tidak begitu diminati pengusaha membuka tambak udang karena sulitmenyedot air dari laut. Pasalnya, lepas pantainya berpasir hidup yang labil sehingga bergerak sesuai arah arus air. Selainitu,dasar lautnya tidak ada karang untuk dudukan penyangga pipa di laut. Lalu,ombak dan gelombang lautnya tinggi karena pantai berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia.
Selama ini tambak udang banyak dibangun di kecamatan lainnya, seperti Lemong, Pesisir Tengah,dan Pesisir Selatan. Di tahun 2017 keluar Perda No. 8/2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku 2017-2037. Empat kecamatan di pesisir pantai yang sebelumnya kawasan tambak,yakni Lemong, Pesisir Utara, Ngambur,dan Pesisir Selatan,dialihkan fungsinya menjadi zona pengembangan wisata. Hanya tersisa2 kecamatan untuk budidaya air payau,yaitu Bengkunat dan Ngaras.
Rozak menjelaskan, kedua kecamatan tersebutkini dipadati tambak udang. Kesulitan penyedotan air laut menggunakan pipa bawah laut disiasati dengan membangun sumur bor di bibir pantai. “Selain lebih aman dan awet, juga biaya konstruksinya tidak semahal memasang pipa ke dalam laut. Dengan menggunakan sumur bor, sekaligus berfungsi menyaring virus/bakteri/alga yang berasal dari perairan dan menurunkan salinitas air laut,” ujarnyaketika disambangi AGRINA di tambak yang dikelolanya, baru-baru ini.
Hingga siklus keenam, Rozak mengaku, tambak yang dikelolaberjalan lancar. Hanya dalam menjalankan budidaya,ia menerapkan kepadatan tebar sedang 120 hingga 130 ekor/m2, sistem budidaya terbuka atau ganti air setiap hari guna meminimalisasi zat-zat organik dan racun di dasar kolam. Ia juga menggunakan pakan tinggi protein guna memacu pertumbuhan udang agar bisa panen 3 kali setahun.
Salinitas Rendah
Untuk membuang zat-zat organik, sisa pakan dan lumpur di dasar kolam, Rozak tidak menyifon,melainkan membuangnya bersama air.Selain terdapat central drain, dasar tambak juga dibuat miring 50-60 derajat agar lumpur mudah mengumpul di zona yang paling rendah sehingga mudah dibuang. Kemiringan dasar kolam ini juga sangat membantu mempercepat proses panen udang.
Pipa outlet dibuat hingga 6 titik di setiap kolam. Yaitu, pada central drain 2 titik dan dibagian pinggir terendah 4 titik sehingga semua lumpur keluar dengan mudah dan tidak ada yang tersisa.Rozak membuang air sekitar 20%per kolam per hari sehingga banyak membutuhkan air. Cara ini mengadopsi sistem kolam air deras pada ikan tawar yang pertumbuhan ikannya lebih cepat ketimbang kolam konvensional.
Ia juga tidak memakai tandon pengendapan.Alasannya, sumur bor sudah menjadi filter dan biosekuriti alami sehingga air dari sumur bor langsung dialirkan ke masing-masing kolam setelah ditampung di bak penampungan. Setiap sumur bor dibuat dengan kedalaman 12 m dan berjarak sekitar 10 m dari bibir pantai pada areal lebih tinggi dari pasang naik tertinggi yang pernah terjadi.Tujuannya, agar mesin pompa tidak terendam jika terjadi pasang naik. “Untuk itu sebelum menentukan titik sumur bor,harus dicek pasang tertingginya di mana,” lanjut pria yang sudah 37 tahun bekerja di tambak udang ini.
Rozak mengakui,kekurangan sumber air menggunakan sumur bor adalah tingkat salinitasnya lebih rendah daripada menyedot air laut secara langsung. Ia mencontohkan, pada tambak yang dikelola, awalnya salinitas air sumur bor hanya 12-16 ppt sehingga untuk menaikkanperlu penambahan dolomit dan mineral yang lebih banyak. Namun setelah hampir 2 tahun,tingkat salinitasnya sudah naik menjadi 20-25 ppt sehingga pertumbuhan udang menjadi lebih cepat. Pada DOC (day of cultur) 35 hari ukuran udang sudah mencapai 5-6 gram/ekor dengan bobot pertumbuhan rata-rata (ADG)0,4-05.
Sebagai inovasi mengatasi kesulitan penyedotan air laut, ia berharap pemerintah daerah (pemda)memberi toleransi soal perizinan sumur bor. “Ini ‘kan masih uji coba. Kita belum tahu apakah bisa digunakan untuk jangka panjang. Lalu,juga masih diteliti seberapa lama aman dari rembesan air outlet. Oleh karena itu,kami berharap pemda tidak buru-buru minta kami mengurus perizinannya. Mengingat,pemda hanya memberikan zonasi untuk tambak di sini. Apalagi,umumnya tambak di sini termasuk kategori skala kecil, luasan 5 ha ke bawah,” harapnya.