Foto: DOK. GIMNI
Minyak sawit paling hemat dalam penggunaan lahan, hanya 11% dari luas lahan minyak nabati global.
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Minyak sawit menjadi satu-satunya minyak nabati global yang memperoleh label berkelanjutan dibandingkan minyak nabati lainnya. Minyak sawit berhasil menerapkan prinsip dan kriteria berkelanjutan yang diakui secara universal.
Direktur Asian Agri, Bernard Riedo mengatakan, kepemilikan lahan perkebunan inti kelapa sawit Asian Agri seluas 100 ribu ha dan telah bermitra dengan petani sawit dengan model skim plasma sebanyak 60 ribu ha, serta model kemitraan melalui dengan petani swadaya sejumlah 42 ribu ha.
“Perkebunan kelapa sawit yang kami kelola tersebar di tiga wilayah yakni, Sumatera Utara, Riau dan Jambi,” ulas Bernard dalam diskusi SAWIT BERKELANJUTAN, bertajuk Minyak Sawit Sebagai Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar Dunia, yang diadakan media InfoSAWIT, (9/12).
Bernard menyebutkan, produksi minyak sawit Asian Agri telah mencapai 1,1 juta ton/tahun dan telah menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Hal ini lantaran memperoleh sertifikasi minyak sawit berkelanjutan terbesar di dunia, baik untuk skim Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indoensian Sustainable Palm Oil (ISPO), serta International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).
“Mitra petani sawit swadaya kami telah memperoleh sertifikat RSPO dan ISPO,” tambah dia.
Produktivitas rata-rata kebun sawit Asian Agri mencapai 5,38 ton CPO/ha/tahun, lebih tinggi dari rata-rata produktivitas perkebunan kelapa sawit global yang mencapai 4,3 ton/ha/tahun. Angka tersebut bahkan memiliki tingkat produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas minyak nabati lainnya seperti rapeseed yang hanya 0,7 ton/ha, minyak bunga matahari 0,52/ha dan minyak kedelai 0,45/ha.
Merujuk data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) tahun 2020, dilihat dari penggunaan lahan diantara minyak nabati global, minyak sawit paling hemat dalam penggunaan lahan. Yakni hanya 11% dari luas lahan minyak nabati global.
“Jauh dibandingkan minyak kedelai yang menggunakan lahan seluas 59% dari total lahan minyak nabati di dunia, disusul rapeseed sebanyal 17%, dan bunga matahari sekitra 13%,” beber Bernard.
Kendati begitu, para pelaku perkebunan kelapa sawit nasional tetap berkomitmen dalam menerapkan praktik sawit berkelanjutan. Misalnya saja yang diadopsi Asian Agri dengan Sustainability Policy & Certifications, yang meliputi No Deforestasi, perlindungan lahan gambut, dan peningkatan dampak sosial ekonomi masyarakat sekitar kebun.
“Termasuk melakukan pengembangan komunitas, penerapan program pencegahan kebakaran lahan dan hutan, dukungan Asian Agri Learning institute, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait,” tandas Bernard.
Sementara itu, Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, M Hadi Sugeng mengungkapkan, praktik sawit berkelanjutan telah dilakukan semenjak 2011 lalu sesuai kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Regulasi ISPO terus berkembang dan telah dilakukan beberapa kali revisi hingga ditetapkannya Perpres No. 44 Tahun 2020, Tentang Sistem Serifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, dengan regulasi petunjuk teknis sesuai Permentan No. 38 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Ia menambahkan, sebagai Kepala Bidang Implementasi ISPO Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat, setidaknya terdapat lima point penting perubahan kebijakan ISPO sesua Perpres 44 Tahun 2020. Pertama, wajib bagi pekebun setalah 5 tahun sejak diberlakukan Perpres ini, sebelumnya regulasi masih bersifat sukarela.
Kedua, tidak membedakan Prinsip dan kriteria pekebun plasma dan swadaya yang mana sebelumnya berbeda. Ketiga, sertifikat ISPO dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi (LS), dan disahkan oleh pimpinan LS, sebelumnya oleh Komisi ISPO.
Keempat, kelembagaan ISPO yakni Dewan Pengarah diketuai oleh Kemenko dan Komite ISPO diketuai oleh Menteri Pertanian, sebelumnya ada Komisi, Sekretariat & Tim Penilai ISPO. Kelima, Prinsip & Kriteria ISPO mencantumkan aspek transparansi, dimana sebelumnya tidak diatur.
Merujuk informasi GAPKI, sampai September 2021, capaian Sertifikat ISPO perusahaan anggaota GAPKI telah dikeluarkan sebanyak 542 sertifikat, lantas sertifikasi ISPO untuk non GAPKI sebanyak 275 sertifat, dan yang didapat petani sebanyak 24 sertifikat, dengan total sebanyak 841 sertifikat.
Untuk percepatan penerapan ISPO, kata Hadi, GAPKI juga melakuka beberapa langkah seperti Coaching & Clinic ISPO Skim Permentan No. 11/2015, dilakukan di 11 Cabang GAPKI dengan jumlah Perusahaan 349 dan meliputi 631 orang, selama Periode 2018 2020, kegiatan ini diselenggarakan untuk Anggota dan Non Anggota GAPKI.
“GAPKI bekerjasama dengan Sekretariat Komisi ISPO dan Melibatkan Instansi terkait dari Pemerintah Daerah,” ujar dia.
Peneliti Sustainable Palm Oil Support Indonesia (SPOSI), M Ichsan Saif mengungkapkan, rencana pemerintahan Presiden Jokowi kedepan berupaya peningkatan campuran biodiesel serta pengembangan green fuels.
Program ini bahkan masuk ke Proyek strategis nasional (RPJMN 2019-2024), lantas melakukan pembangunan green refinery oleh Pertamina di Plaju dan Cilacap.
Program tersebut membutuhkan dana insentif dengan kebutuhan lebih tinggi, terleboh HIP green fuels mencapai Rp 14ribu-Rp17 ribu/liter supaya harga Biodiesel bisa mencapai Rp10 ribu-Rp 11 ribu.liter.
Menurut Ichsan, alasan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) sawit adalah untuk memperbaiki ketahanan energi dan defisit neraca perdagangan BBM, serta menjaga harga sawit global akibat kontroversi sawit global dan kelebihan pasokan minyak sawit.
Hanya saja ada resiko yang harus dipertimbangkan, semisal kemampuan dana BPDPKS untuk mensubsidi biodiesel sampai sejauh mana, dan juga greenfuels ke depan. Begitu juga potensi terjadinya kompetisi pasar antara biodiesel, green fuel, dan electric vehicle.
“Yang terpenting akan ada peningkatan kebutuhan akan lahan,” kata dia.
Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS, Edi Wibowo menjelaskan, fokus program pengembangan industri sawit dalam negeri meliputi di sektor hulu emliputi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dukungan sara dan prasarana, serta program pengembangan SDM.
“Dampak untuk petani sawit swadaya berupa Efisiensi biaya usaha berkebun sawit rakyat, serta harga jual TBS Sawit yang optimum,” kata Edy.
Hingga Oktober 2021, jumlah pekebun sawit yang terlibat dalam PSR mencapai 102.209 petani, dengan luas lahan sekiar 234.392 ha, serta dana yang telah tersalurkan sejumlah Rp6,34 triliun.
Edy mengungkapkan, manfaat dari program ini meliputi tiga hal yakni, pertama meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit rakyat. Kedua, menerapkan praktik kebun terbaik (GAP), serta memperbaiki tata ruang perkebunan rakyat.
Try Surya A