Foto: Windi Listianingsih
Pariwisata Danau Toba bisa bersinergi dengan kegiatan perikanan budidaya untuk menarik minat wisatawan lokal dan macanegara
Banyak sekali sumber pencemaran Danau Toba sehingga perlu dilihat secara komprehensif.
Kegiatan perikanan budidaya di Danau Toba kerap dipermasalahkan karena dituding menjadi penyebab utama cemaran perairan.
Sementara, kawasan ini ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang membutuhkan lingkungan lestari. Bagaimana kondisi Danau Toba sebenarnya?
Perikanan Toba
Danau vulkanik terbesar di dunia ini terkenal dengan produksi nila yang telah melenggang ke mancanegara.
Dua perusahaan yang mengekspor nila Danau Toba, khususnya ke Amerika Serikat, yaitu PT Aqua Farm Nusantara (Regal Springs Indonesia) dan PT Suri Tani Pemuka.
Lalu, masyarakat sekitar danau juga marak membudidayakan nila dengan sistem keramba jaring apung (KJA).
Budhi Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menaksir, nilai ekonomi akuakultur di Toba pada 2020 di atas Rp3 triliun dan nilai ekspornya Rp1 triliunan.
“Perlu kami tekankan di sini, tilapia atau nila yang kami ekspor benar-benar dicari di pasar internasional karena dianggap mutunya tinggi. Bahkan, lebih bisa bersaing dari negeri China sebagai eksportir nomor satu,” tukasnya.
Melansir Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, produksi nila Danau Toba sebanyak 80.941 ton dengan produksi 62 ribu ton/tahun. Jumlah ini di luar budidaya ikan lainnya.
Data Gabungan Perusahaan Pakan Ternak (GPMT) Sumut 2020 menyebut, nilai ekonomi perikanan KJA di Danau Toba mencapai Rp3,46 triliun yang terdiri dari benih Rp0,16 miliar, pakan Rp1,28 triliun, dan hasil produksi ikan Rp2,02 triliun.
KJA Danau Toba menyeraplebihdari 12.300 tenaga kerja hulu-hilir, meliputi pabrik pakan, hatchery, pembesaran, industri pengolahan, pabrik es, cold storage, dan packaging. Jumlah ini belum termasuktenaga kerja di restoran, hotel, logistik dan distribusi, sertajasa terkait lainnya.
Manfaat
Menurut M. Rahmat Mulianda, Asdep Pengembangan Perikanan Budidaya, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, nila termasuk 5 komoditas unggulan akuakultur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024. Target produksi nila tahun ini 1,72 juta ton dan mencapai 2,25 juta ton di 2024.
Jumlah KJA rakyat di Danau Toba, katanya, sebanyak 8.424 unit pada 2012 menjadi 13.212 unit di 2021. “Kegiatan KJA rakyat semakin banyak karena masyarakat merasakan manfaatnya,” ulasnya.
Sedangkan KJA perusahaan awalnya 484 unit di 2012, tahun ini menjadi 459 unit. Mengacu data Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) 2018, 70% produksi nila Sumut berasal dari Danau Toba dan 5% produksi nila nasional berasal dari Sumut.
Iman Indrawarman Barizi, Kasubdit Penataan Kawasan dan Kesehatan Lingkungan, Ditjen Perikananan Budidaya, KKP mengatakan, peran KJA Danau Toba sudah dimulai sejak 1986.
“Kegiatan KJA Danau Toba memberikan peluang kesejahteraan yang besar pada pelakunya dengan tren produksi tidak pernah turun, naik terus,” ucapnya di webinar Perimbangan Aspek Lingkungan, Sosial dan Ekonomi Budidaya Perikanan Danau Toba.
Produksi akuakultur sistem KJA menghabiskan biaya produksi lebih rendah daripada di kolam daratan. “Kolamnya tidak tertutup, tidak butuh areasi sehingga produksi dengan kepadatan tinggi lebih murah. KJA menggunakan pemberian pakan untuk peningkatan produksi. Ini bukan budidaya tradisional, minimal sudah semiintensif ke atas,” urai Iman.
Kondisi Toba
Tengku Amri Fadli, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut mengutarakan, Pemda Sumut mendukung kelestarian Danau Toba dengan menerbitkan 2 keputusan.
Pertama, Keputusan Gubernur Sumut No. 188.44/213/KPTS/2017 Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba Untuk Budidaya Perikanan Sebesar 10.000 Ton/Tahun. Kedua, Keputusan Gubernur Sumut No. 188.44/209/KPTS/2017 Tentang Status Trofik Danau Toba Dengan Status Oligotrofik.
Penetapan 10 ribu ton/tahun untuk mencapai status oligotrofik. Yaitu, status danau yang paling baik dengan unsur hara sangat sedikit.
Menurut Tengku, pihaknya akan merevisi SK tersebut tahun 2022 sesuai amanat evaluasi SK setiap 5 tahun.
Karena itu, ia meminta semua instansi terkait membuat kajian kolaborasi dan komprehensif tentang daya dukung Danau Toba. Sehingga, bisa diambil langkah tepat pengelolaan aktivitas di Toba.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 326 terbit Agustus 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.