Sabtu, 2 Januari 2021

Sarwo Edhy, Jangan Khawatir Petani!

Sarwo Edhy, Jangan Khawatir Petani!

Foto: Windi Listianingsih
“Kalau terlanjur yang kita lakukan bermasalah maka kita harus mencari solusi terbaik supaya masalah itu bisa selesai. Tentunya sesuai aturan yang ada.”

Memadukan semua unsur meraih tujuan bersama.


Meraih tujuan besar tentu butuh kerja bersama, apalagi buat menjaga ketahanan pangan nasional. Bagaimana kisah Sarwo Edhy memandu timnya agar sukses mencapai cita-cita mulia itu hingga pengalaman menarik kala iseng namun penuh kesan? Simak perbincangan ekslusif AGRINA dengan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (PSP Kementan) ini.  


Fokus 2021

Menurut Sarwo, PSP bertanggung jawab memfasilitasi pengembangan komoditas pertanian meliputi tanaman pangan, seperti padi, jagung, kedelai dan sorgum; hortikultura yaitu bunga, buah, dan sayuran; perkebunan berupa kopi, kelapa, kakao, dan sawit; hingga peternakan dan kesehatan hewan.
 
Fasilitas itu yakni dukungan alat dan mesin pertanian (alsintan), rehabilitasi jaringan irigasi dan pompanisasi, asuransi pertanian, pupuk subsidi, serta pengembangan pupuk organik.

“Jaringan irigasi tersier yang sudah rusak kita perbaiki atau bangun dari awal sehingga air bisa mengalir dari hulu sampai hilir. Kemudian, ada program pipanisasi, pompanisasi, ada rumah pompanisasi. Kita juga buatkan embung atau bak penampungan air. Dari embung itu kita buat pipa lalu disalurkan ke lahan-lahan pertanian,” terangnya di Jakarta, Selasa (29/12).

Untuk melindungi petani dari gagal panen akibat bencana alam atau serangan ekstrim hama dan penyakit, Kementan menyediakan asuransi.
 
Petani hanya perlu membayar premi asuransi Rp36 ribu/ha/musim karena pemerintah memenuhi kekuranganya sebesar Rp144 ribu/ha/musim. Sedangkan, premi buat peternak senilai Rp40ribu/ekor/tahun lalu dibantu pemerintah Rp160 ribu/ekor/tahun.  

“Manfaatnya ketika tanaman kebanjiran, kekeringan, atau terkena hama penyakit sehingga tidak panen, akan mendapat Rp6 juta/ha yang dibayarkan oleh Asuransi Jasindo. Ketika ternaknya mati, bisa diganti Asuransi Jasindo Rp10 juta dan bila ternaknya hilang diganti Rp6 juta,” urai pria kelahiran Brebes, Jateng, 22 Maret 1962 ini.

Mengingat kondisi lahan pertanian banyak yang rusak, Kementan memfasilitasi program Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) senilai Rp200 juta/unit.
 
Dana itu untuk membangun gedung pengolahan pupuk organik serta bantuan alsin pembuatan pupuk, 9 ekor sapi yang terdiri atas 1 pejantan dan 2 betina, dan kendaraan roda 3 sebagai alat angkut. “Ini juga sangat bermanfaat bagi petani untuk membuat pupuk mandiri sehingga tidak ketergantungan pupuk kimia,” jelasnya.


Pola Sama

Sarwo menuturkan, tahun ini program tersebut tetap berjalan berbarengan dengan porsi dana terbesar untuk pupuk subsidi, diikuti alsintan, jaringan irigasi dan pompa, lalu asuransi. Khusus pupuk subsidi, ia menegaskan, petani jangan takut kehabisan. “Biasanya kalau sudah mendekai stoknya habis, kita minta tambahan lagi ke Menteri Keuangan kalau sudah diprediksi akan kurang. Jadi, tidak perlu khawatir dengan pupuk subsidi,” ia meyakinkan.

Doktor bidang Manajemen SDM ini mengaku, tantangan yang dihadapi ialah mencapai target produksi nasional. Untuk itu, pemerintah harus menjamin ketersediaan benih berkualitas, teknologi yang bagus, serta sosialisi kepada para petani lewat penyuluh. “Bagaimana kita memberdayakan para petani melalui sosialisasi, memberikan sentuhan teknologi. Tentunya, tidak meninggalkan para penyuluh sebagai ujung tombak pertanian di desa,” ucapnya.

Perannya memadukan kerja setiap tim menjadi kunci. “Bagaimana kita mengorkrestakan, memadukan semua program. Di sini ada Direktorat Pupuk dan Pesitisida, Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan. Semua direktorat itu harus kita sinkronkan untuk menuju satu tujuan, yaitu meningkatkan produksi,” urainya. Sarwo menyebut pola ini berlaku sama untuk setiap lembaga karena memiliki cita-cita besar yang sama.


Iseng Lagi Berkesan

Membuka obrolan tentang karier, Sarwo mengaku iseng mendaftar sebagai pegawai negeri sipil (PNS) selepas lulus SMAN 1 Purwokerto, Jateng. Saat itu Sarwo remaja tengah jalan-jalan ke rumah om di Jakarta dan melihat pengumuman pembukaan PNS Kementan. “Saya baca di koran terus ikut tes di Senayan, iseng, alhamdulillah nyangkut (diterima),” kenangnya tersenyum.

Untuk mengembangkan karier, anak petani padi dan cengkeh ini melanjutkan pendidikan S1 di STIA YAPPAN Jakarta jurusan Administrasi Keuangan Negara. “Saya belum mengerti bahwa di Kementan harus menguasai teknis. Yang penting saya kuliah, saya kerja, tidak akan ketinggalan dengan orang lain,” ungkapnya. Pengumuman diterima PNS datang saat ia sudah masuk kuliah. “Menarik memang dari SMA bisa langsung (PNS),” lanjutnya terkekeh.

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan ilmu pertanian membuat Sarwo kuliah lagi S1 bidang agribisnis di Universitas Satyagama, Jakarta. Pendidikannya diteruskan ke jenjang S2 bidang Ekonomi di STIE Jagakarsa hingga S3 bidang Majamen SDM di UNJ. “Alhamdulillah lengkap, keuangannya ada, pertanian ada, dan SDM juga ada,” bungsu dari 7 bersaudara ini menyebut keahlian yang dimiliki.   

Sarwo mengaku, posisinya saat ini menjadi pengalaman paling berkesan dalam bekerja. “Yang paling berkesan tentunya sebagai Dirjen. Karena, dirjen membuat kebijakan, bagaimana mengaplikasikannya agar semua instrumen yang kita programkan bisa berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat berjalan dengan lebih baik,” tukasnya dengan wajah berseri.


Tenang dan Jangan Bermasalah

Semakin tinggi posisi yang diraih, semakin besar pula ujiannya. Merilis stres terhadap ujian, ia menghadapi segala sesuatu dengan tenang.
 
“Itu kunci saya. Saya menghadapi segala sesuatu dengan tenang, insyaAllah ada jalan. Kita mencari  titik masalahnya ada di mana, di ujung, di pangkal, atau di tengah. Itulah yang harus kita selesaikan satu-satu. InsyaAllah selesai dan akan berjalan dengan lebih baik,” urai pria yang hobi olah raga lari, jalan cepat, fitnes, tenis meja, hingga bulu tangkis ini.

Sarwo juga berprinsip untuk tidak membuat masalah. “Jangan membuat masalah, apalagi kita bermasalah. Kalau terlanjur yang kita lakukan bermasalah maka kita harus mencari solusi terbaik supaya masalah itu bisa selesai. Tentunya sesuai aturan yang ada,” penikmat masakah khas Sunda berupa lalapan, ikan, dan sambal itu menjelaskan filosofi hidupnya.

Sementara saat bersama keluarga, ia senang berbagi pengalaman dan diskusi kehidupan masa depan yang bahagia di dunia dan akhirat. Ia juga mengungkap keinginan memperdalam ilmu agama sebagai bekal kehidupan akhirat dengan menjadi ustaz saat pensiun bekerja. “Cita-cita saya sebetulnya ingin menjadi ustaz setelah pensiun,” tukas ayah empat anak ini tertawa ringan.

Alasannya, menjadi ustaz harus sungguh-sungguh mendalami ilmu agama. “Minimal kalau ustaz bisa memberi nasihat kepada jamaah kemudian kita akan lebih serius dalam mencari ilmu keagamaan karena yang disampaikan jangan sampai salah. Kalau punya cita-cita ingin mengajari orang berarti kita harus belajar lebih dulu,” ucapnya menutup obrolan santai sore itu.



Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain