Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Pemasaran nila Ranau menjadi lebih luas dengan kolaborasi tiga penjuru
Kemitraan memberikan keuntungan bersama dalam jangka panjang.
Problematika pemasaran nila dari keramba jaring apung (KJA) Danau Ranau mendapat angin segar menyusul kolaborasi perusahaan startup eFishery dengan produsen pakan PT Suri Tani Pemuka (STP) dan pembudidaya.
Problematika pemasaran nila dari keramba jaring apung (KJA) Danau Ranau mendapat angin segar menyusul kolaborasi perusahaan startup eFishery dengan produsen pakan PT Suri Tani Pemuka (STP) dan pembudidaya.
Selain menampung dan memasarkan ikan dalam bentuk beku, eFishery juga mengucurkan modal usaha kepada pembudidaya. Sementara, STP memasok pakan dan melakukan pendampingan teknologi.
Kemitraan Hulu-hilir
Menurut Gandi Munggaran, Purhcasing Supply Chain Sumatera eFishery, pihaknya baru dua bulan ini menjajaki kemitraan dengan pembudidaya di Danau Ranau, Kecamatan Lombok Seminung, Lampung Barat dan STP. Ia siap menampung nila ukuran minimal 8 ons per ekor dengan harga Rp20 ribu/kg. Di tahap awal, eFishery menampung 10 ton selama sebulan.
Nila akan diproses di Unit Pengolahan Ikan di Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Selanjutnya, dikirim ke mitra eFishery di berbagai kota di Indonesia. November lalu eFishery sudah menampung 10 ton patin dari pembudidaya di Lampung dan Sumsel untuk diolah menjadi patin beku kemudian disalurkan ke mitra.
Galih Husni Fauzan, Head of Marketing eFishery menambahkan, eFishery memberi modal dengan pertimbangan pembudidaya sering kesulitan mengakses pembiayaan karena lembaga keuangan enggan memberi pinjaman buat pekerja sektor non-formal, seperti pembudidaya ikan.
Kemitraan Hulu-hilir
Menurut Gandi Munggaran, Purhcasing Supply Chain Sumatera eFishery, pihaknya baru dua bulan ini menjajaki kemitraan dengan pembudidaya di Danau Ranau, Kecamatan Lombok Seminung, Lampung Barat dan STP. Ia siap menampung nila ukuran minimal 8 ons per ekor dengan harga Rp20 ribu/kg. Di tahap awal, eFishery menampung 10 ton selama sebulan.
Nila akan diproses di Unit Pengolahan Ikan di Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Selanjutnya, dikirim ke mitra eFishery di berbagai kota di Indonesia. November lalu eFishery sudah menampung 10 ton patin dari pembudidaya di Lampung dan Sumsel untuk diolah menjadi patin beku kemudian disalurkan ke mitra.
Galih Husni Fauzan, Head of Marketing eFishery menambahkan, eFishery memberi modal dengan pertimbangan pembudidaya sering kesulitan mengakses pembiayaan karena lembaga keuangan enggan memberi pinjaman buat pekerja sektor non-formal, seperti pembudidaya ikan.
Karena itulah, eFishery melalui eFisheryFund memberi akses dengan menghubungkan pembudidaya secara langsung ke lembaga keuangan.
“Komponen utama eFisheryFund adalah eFisheryKabayan (Kasih, Bayar Nanti) atau disebut pay later, sebuah platform online yang menyediakan pembiayaan bagi pembudidaya ikan yang dapat digunakan untuk mendapatkan produk-produk eFishery. Pembudidaya mengajukan pinjaman melalui platform digital yang kemudian diproses oleh eFishery,” jelasnya.
Lalu, eFishery melakukan verifikasi. Setelah peminjam dinyatakan lulus, mitra layanan finansial akan memberi pinjaman yang didistribusikan dalam bentuk produk eFishery, seperti eFisheryFeeder dan pakan ikan. Pembudidaya memiliki fleksibilitas dalam pengembalian pinjaman dengan tenor 3-6 bulan.
“Hingga saat ini ratusan pembudidaya telah didukung oleh eFisheryFund dengan total pinjaman yang disetujui mencapai lebih dari Rp50 miliar. Khusus pembudidaya nila di Danau Ranau sudah 39 orang dengan total loan approved (pinjaman disetujui) hampir Rp1 miliar yang dilayani eFishery,” terangnya.
Pasar Modern
Agasi Ala Anarki, salah satu pembudidaya mitra mengaku, kehadiran eFishery menjadi solusi di tengah stagnasi pasar nila. Selama ini penjualan nila hanya pasar tradisional di Muaradua, Martapura dan Baturaja, Sumsel serta ke berbagai daerah di Lampung.
“Komponen utama eFisheryFund adalah eFisheryKabayan (Kasih, Bayar Nanti) atau disebut pay later, sebuah platform online yang menyediakan pembiayaan bagi pembudidaya ikan yang dapat digunakan untuk mendapatkan produk-produk eFishery. Pembudidaya mengajukan pinjaman melalui platform digital yang kemudian diproses oleh eFishery,” jelasnya.
Lalu, eFishery melakukan verifikasi. Setelah peminjam dinyatakan lulus, mitra layanan finansial akan memberi pinjaman yang didistribusikan dalam bentuk produk eFishery, seperti eFisheryFeeder dan pakan ikan. Pembudidaya memiliki fleksibilitas dalam pengembalian pinjaman dengan tenor 3-6 bulan.
“Hingga saat ini ratusan pembudidaya telah didukung oleh eFisheryFund dengan total pinjaman yang disetujui mencapai lebih dari Rp50 miliar. Khusus pembudidaya nila di Danau Ranau sudah 39 orang dengan total loan approved (pinjaman disetujui) hampir Rp1 miliar yang dilayani eFishery,” terangnya.
Pasar Modern
Agasi Ala Anarki, salah satu pembudidaya mitra mengaku, kehadiran eFishery menjadi solusi di tengah stagnasi pasar nila. Selama ini penjualan nila hanya pasar tradisional di Muaradua, Martapura dan Baturaja, Sumsel serta ke berbagai daerah di Lampung.
“Dengan hadirnya eFishery memungkinkan nila dari Lumbok masuk ke pasar modern di Lampung dan Jabodetabek. Sudah lama kami ingin ikan dari Ranau masuk ke pasar modern agar pangsa pasar lebih luas,” ujarnya.
Dari sisi ukuran, mutu, dan cita rasa, nila Ranau sudah memenuhi kriteria. Yakni, bisa diproduksi untuk 8 ons ke atas per ekor lalu rasanya gurih dan tidak berasa tanah. “Bahkan sudah sejak dulu nila Ranau terkenal dan disukai masyarakat Lampung dan Sumsel,” tuturnya kepada AGRINA.
Agasi melanjutkan, untuk mendapatkan nila berat 8 ons ke atas butuh waktu 6 bulan. Menurut hitungan harga pakan dan sarana produksi lainnya, ia memperkirakan biaya produksi Rp17 ribu/kg.
Dari sisi ukuran, mutu, dan cita rasa, nila Ranau sudah memenuhi kriteria. Yakni, bisa diproduksi untuk 8 ons ke atas per ekor lalu rasanya gurih dan tidak berasa tanah. “Bahkan sudah sejak dulu nila Ranau terkenal dan disukai masyarakat Lampung dan Sumsel,” tuturnya kepada AGRINA.
Agasi melanjutkan, untuk mendapatkan nila berat 8 ons ke atas butuh waktu 6 bulan. Menurut hitungan harga pakan dan sarana produksi lainnya, ia memperkirakan biaya produksi Rp17 ribu/kg.
Sehingga, masih ada margin jika ditampung eFishery seharga Rp20 ribu/kg dibandingkan harga nila konsumsi 3–5 ekor/kg sekitar Rp19 ribu/kg. Ditambah biaya bleeding (pengeluaran darah) dan pemuatan ke mobil, harganya menjadi Rp21.500/kg.
Madin, Ketua Kelompok Usaha Keramba Bersama (UKB) mendorong anggotanya bermitra dengan eFishery. Sebab selain keuntungan yang diperoleh cukup lumayan, juga ini merupakan kerja sama jangka panjang.
Madin, Ketua Kelompok Usaha Keramba Bersama (UKB) mendorong anggotanya bermitra dengan eFishery. Sebab selain keuntungan yang diperoleh cukup lumayan, juga ini merupakan kerja sama jangka panjang.
“Pembudidaya mempunyai kepastian, ada pihak yang menampung panennya dengan harga stabil sehingga tidak was-was terhadap jatuhnya harga saat panen,” timpannya.
Bersama UKB, pelopor pembudidaya KJA di Lumbok Seminung itu menjalin kerja sama dengan STP sejak 2018. Anggota UKB mendapat kemudahan pengadaan pakan dengan harga kompetitif. Bahkan ketika anggota UKB kesulitan memasarkan ikan, STP juga turun tangan.
Sebelumnya nila ukuran 8 ons ke atas produksi UKB pernah disalurkan STP ke Cirebon, Jabar. “Tetapi selagi pasar lokal mampu menyerap maka lebih dulu kami pasarkan untuk konsumsi. Pasalnya untuk memproduksi nila ukuran 8 ons ke atas, butuh masa pemeliharaan 6–7 bulan sehingga biaya pakan lebih besar,” ungkap Madin.
Bersama UKB, pelopor pembudidaya KJA di Lumbok Seminung itu menjalin kerja sama dengan STP sejak 2018. Anggota UKB mendapat kemudahan pengadaan pakan dengan harga kompetitif. Bahkan ketika anggota UKB kesulitan memasarkan ikan, STP juga turun tangan.
Sebelumnya nila ukuran 8 ons ke atas produksi UKB pernah disalurkan STP ke Cirebon, Jabar. “Tetapi selagi pasar lokal mampu menyerap maka lebih dulu kami pasarkan untuk konsumsi. Pasalnya untuk memproduksi nila ukuran 8 ons ke atas, butuh masa pemeliharaan 6–7 bulan sehingga biaya pakan lebih besar,” ungkap Madin.
Keuntungan yang diterima lebih kecil daripada dijual lokal dengan masa budidaya 4 bulan. Jika suatu saat UKB kesulitan menjual nila konsumsi, STP siap menyalurkan menjadi fillet.
Melalui kerja sama ini UKB juga mendapat pembinaan dari STP. Mereka setiap bulan mengecek kualitas air KJA.
Melalui kerja sama ini UKB juga mendapat pembinaan dari STP. Mereka setiap bulan mengecek kualitas air KJA.
Bahkan, air di kolam pembenihan nila punya kelompok juga dicek dan diberi rekomendasi tindakan yang harus dilakukan agar benih dan nila yang dibesarkan di KJA tetap sehat.
“Jadi, dengan masuknya eFishery ke Danau Ranau maka ini merupakan kerja sama tiga penjuru,” tambah pembudidaya senior itu.
Doni Hamonangan Sinaga, Head of Sales STP Unit Lampung menyatakan, dalam kerja sama tiga penjuru ini STP memberikan program Kondisi Untuk Pelanggan (KUP) kepada eFishery sehingga bisa menjual pakan ke pelanggan prospek.
Doni Hamonangan Sinaga, Head of Sales STP Unit Lampung menyatakan, dalam kerja sama tiga penjuru ini STP memberikan program Kondisi Untuk Pelanggan (KUP) kepada eFishery sehingga bisa menjual pakan ke pelanggan prospek.
“Tapi STP dan eFishery di setiap unit beda-beda tergantung case (situasi) dan sasaran pelanggan yang mau digarap. Kerja sama STP dengan eFishery masih dalam proses,” pungkasnya. Sementara yang sudah berjalan, STP memasok pakan dan memberikan pendampingan budidaya.
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)