Senin, 12 Oktober 2020

Kunci Sukses Pengembangan Food Estate

Kunci Sukses Pengembangan Food Estate

Foto: ISTIMEWA
Penanaman 30 ribu hektar padi di lahan food estate ditargetkan tuntas November 2020

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM) Bertambahnya jumlah penduduk tiap tahun ditambah kehadiran pandemi global Covid-19 membuat pemerintah semakin waspada akan ancaman krisis pangan. Karena itu, Kementerian Pertanian menargetkan pengembangan food estate (lumbung pangan) di Kalimantan Tengah mencapai 30 ribu ha pada 2020.

 

Program food estate tahun ini, ulas Sarwo Edhy, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, ada 20 ribu ha di Kabupaten Kapuas dan 10 ribu ha di Kabupaten Pulang Pisau. Dalam jangka pendek, food estate fokus pada komoditas padi dengan olah lahan dan penanaman seluas 30 ribu ha diharapkan tuntas November ini.

 

Bukan hanya padi yang dikembangkan, Sarwo menjelaskan, ada tanaman hortikultura, perkebunan, juga komoditas peternakan dan perikanan.“Fokus ke padi tapi ditanam juga jeruk, lengkeng, kelapa genjah, ternak itik, keramba-keramba di saluran tersier yang cukup lebar sehingga bisa ditanami ikan,” jelasnya pada diskusi daring Forum Wartawan Pertanian bertema Food Estate Perkuat Cadangan Pangan Nasional, Minggu (11/10).   

 

Teknologi dan Mekanisasi

Pengembangan food estate dilakukan dengan dukungan teknologi, mekanisasi, dan fasilitasi infrastruktur pertanian, seperti saluran irigasi dan pompanisasi. Aplikasi teknologi benih padi unggul bermutu diharapkan bisa mendongkrak produktivitas dari 3–4 ton gabah kering panen (GKP)/ha menjadi di atas 6 ton GKP/ha.

 

Kementan juga menambah pupuk subsidi sebanyak 1 juta ton untuk menutupi kekurangan pupuk subsidi di lapang. Tahun ini alokasi pupuk subidi hanya 7,9 juta ton dari usulan 9,1 juta ton. “Satu kuncinya, ketersediaan air, benih, pupuk cukup dan tetap waktu,” timpal Dirjen.

 

Dukungan mekanisasi hulu-hilir berupa mesin olah tanah, mesin tanam, mesin panen, hingga dryer (pengering) dan rice milling unit (RMU) untuk menghasilkan beras dengan kemasan yang bagus. “Kami harapkan ke depan petani tidak menjual gabah tapi menjual beras yang sudah ada merek dan packaging (kemasan),” jelasnya.

 

Agribisnis Terpadu

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Dwi Asmono, Direktur Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Institute, memberi catatan pengembangan food estate. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu, pembangunan dan pengembangan komoditas, kepemimpinan strategis dan sumber daya manusia (SDM), inovasi dan teknologi, kelembagaan, lalu infrastruktur. “Yang paling vital, apakah kebijakan mendukung?” tandasnya.

 

Ketika bicara food estate, sambungnya, perlu mempersiapkan benih di sisi hulu sampai ke level pemasaran. “Sistem pabrik harus dibangun, konektivitas dengan komoditas lain. Seandainya pertanian pangan berhasil, akan menjadi pengungkit industri lainnya, seperti kompos, pupuk cair. Di lahan pasang surut, perikanan air tawar akan bergerak. Pendekatannya lebih tepat ke agribinis terpadu daripada pertanian individual,” terangnya.

 

Ia juga menekankan pentingnya peran infrastruktur penunjang konektivitas. “Konektivitas sangat penting. Tentunya distribusi, konektivitas input dan output dari satu tempat ke tempat lain harus terjaga,” cetusnya. Kemudian, sinergi pemerintah, swasta, dan petani dalam pengembangan food estate.

Dwi menegaskan, PERAGI berkomitmen mendampingi kebijakan food estate dengan melakukan penelitian berkelanjutan. "Kemudian kami juga akan mendukung Kementan dengan memberikan saran inkubasi bisnis, pelatihan,dan pendampingan serta mediasi antarmasyarakat terkait program percepatan tanam dan food estate," ujarnya.

 

Peran BUMD

Winarno Tohir mengungkap, food estate ialah keniscayaan yang harus dibangun sejak dini. Apalagi, setiap tahun jumlah penduduk Indonesia naik 1,3%. Sedangkan berdasarkan hitungan International Rice Research Institute (IRRI), luas panen padi Indonesia per kapita hanya 408 m2.

 

"Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian Pertanian dalam menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia," tutur Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional itu.

Winarno mendorong peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mendukung kelancaran food estate. Sebab, lembaga ini bisa menyuplai sarana produksi pertanian mulai dari benih, pupuk, pestisida, hingga mekanisasi pertanian. “Sebaiknya BUMD kabupaten atau provinsi, BUMN yang menyediakan sarana pertanian, terutama mekanisasi. Peran BUMD sangat diperlukan dalam mendukung food estate dengan baik,” sarannya.

 

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain