Foto: Dok. AGRINA
Budidaya lele selamat diawali dari benih yang sehat
Produksi pol dan untung maksimal dari benih lele yang sehatnya terjaga.
Bisnis lele bisa dikatakan sudah memasuki skala industri. Hal ini dinilai dari banyaknya budidaya yang dijalankan secara intensif, menggunakan pakan pabrikan, dan diusahakan dalam skala besar.
Ditjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, produksi nasional lele pada 2018 mencapai 1,8 juta ton. Artinya, ketersediaan komoditas kosmopolit ini terjaga sepanjang tahun.
Namun demikian, dari sisi produksi, bisnis ikan berkumis ini tak lepas dari kendala. Yang paling menjadi sorotan adalah penanganan benih di awal budidaya.
Sebab, banyaknya benih lele yang mati bukan hanya akan berdampak terhadap efisiensi produksi, tapi juga berujung pada kerugian pembudidaya. Karena itu, benih berkualitas dan berukuran seragamsangat diperlukan dalam mengamankan budidaya.
Hal tersebut dipaparkan Susilo Hartoko, Ketua Bidang Budidaya Lele - Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) di sela-sela Aquabinar secara daring yang berlangsung belum lama ini.
Lebih lanjut pemilik usaha Soesilo Farm itu menekankan, supaya produksi maksimal, daya hidup (survival rate) benih lele harus dijaga sedari awal. “Meminimalkan kematian benih adalah awal mencapai produksi optimal,” tukasnya.
Agar kematian benih dapat dikurangi, mari simak hal-hal berikut yang perlu dicermati.
Lain Lingkungan, Lain Perlakuan
Beda media budidaya berbeda pula perlakuannya. Begitu juga sumber air yang digunakan. Untuk itu, sebelum memasukkan benih lele, Susilo merekomendasikan sterilisasi kolam terlebih dahulu. Misalkan kolam tanah, bisa dengan pengapuran atau penggaraman. Sementara kolam beton, biasanya ada yang memanfaatkan sabut kelapa.
“Antara benih yang ditebar di media tanah dengan yang di terpal akan berbeda treatment-nya (perlakuan). Ini yang sering terlewatkan oleh pembudidaya pemula,” tutur dia.
Di samping itu, air yang dimanfaatkan pada awal budidaya harus air tandon. Lebih baik lagi dengan penambahan probiotik, terutama di kolam terpal atau beton agar pH air kolam menjadi netral. Idealnya, pH air untuk lele 7-8.
Benih lele tidak boleh langsung ditebar ke dalam air yang masih baru. Alasannya, hal tersebut akan mengakibatkan stres dan memungkinkan tingkat kematian yang sangat parah. Meskipun air yang digunakan air kaporit atau air yang sangat bersih, benih akan kaget ketika disebar ke dalam air baru.
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih. Pada dua minggu awal, imbuh Susilo, terjadi penumpukan amonia cukup tinggi hasil limbah kotoran akibat dari respon pakan yang baik.
Untuk itu, indikator selain pH yang mesti dijaga yaitu kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen – DO) dengan nilai 4-6 ppm dan suhu di kisaran 28-30oC. DO dibutuhkan untuk memproses pecahan limbah seperti amonia (NH3) menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3).
Bersertifikat Lebih Menjamin
Benih menjadi pemeran utama dalam proses budidaya. Tentunya untuk pembesaran,benih yang digunakan tidak boleh asal-asalan. Dengan memanfaatkan benih dari indukan bersertifikat, kualitasnya akan lebih terjamin.
“Benih yang sesuai CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) daya tahannya lebih kuat. Jadi jangan yang penting benih, harus tahu asal usulnya,” tandas lulusan pascasarjana ekonomi syariah UIN Bandung ini.
Selaras dengan Susilo, Hendi, Senior Manajer Technical Aquaculture & Research PT LeongHup Jayaindo menimpali, selain harus jelas asal-usulnya, benih tidak diperoleh dari pemijahan inbreeding (sedarah). Karena benih sedarah akan menghasilkan anakan kurang baik dan tumbuh tidak optimal seberapa pun nilai proteinpakannya.
Setelah itu, pastikan benih harus sehat dan seragam. Hasil seleksi pertama lebih diutamakan dan ukuran mayoritas 60%-70%. Benih yang terlalu besar atau kecil akan membuat proses budidaya jadi tidak optimal.
“Usahakan pilih benih yang tidak jauh jarak asalnya. Untuk handling (penanganan), benih jangan langsung ditaruh di kolam tapi ditampung dulu selama seminggu. Ini untuk recovery (pemulihan) dan menyeleksi serta memastikan benih yang disebar itu sehat,” ulasnya.
Ia pun menggarisbawahi, benih yang sehat angka kematiannya harus kurang dari 1% pada tigahari awal tebar. Ketika di awal sudah banyak kematian, sebaiknya pembesaran dihentikan karena akan merugi, belum lagi risiko pakan yang hilang.
Proses penebaran benih, sambung Susilo, dilakukan secara perlahan sebagai Langkah aklimatisasi. Waktu yang aman untuk tebar adalah pagi sebelum pukul 08.00 atau sore hari setelah pukul 16.00. Padawaktu tersebut, suhu air di kolam cenderung stabil dan tidak menimbulkan stres pada benih.
Manajemen Pakan
Kualitas pakan yang disajikan untuk lele berbeda dengan ikan lainnya. Komoditas agresif ini membutuhkan nutrisi yang lebih tinggi. Susilo berujar, pakan pabrikan untuk benih lele rata-rata berprotein tinggi. Pemberian pakan dengan kualitas protein rendah akan membuat usaha tidak efisien.
“Pakan di masa perkembangan dan pertumbuhan itu berbeda. Kualitas pakan standarnya minimal 29%-30%,maksimal 33%. Di bawah itu akan kurang hasilnya, sementara kalau lebih juga tidak akan terserap maksimal oleh lele,” rincinya.
Ukuran pakan yang diberikan sesuai bukaan mulut ikan demi memudahkan proses cerna. Dulu sebelum ada pakan ukuran kecil, petambak menggiling sendiri untuk memberi makan benih. Tapi sekarang pakan pabrikan sudah mengikuti ukuran ikansehingga proses cerna lebih sempurna.
Kolam yang sudah diberi perlakuan sebelumnya akan menghasilkan pakan alami. Karena itu, benih yang ditebar pagi sebaiknya diberi pakan sore dan yang ditebar sore, pemberian pakannya pagi hari. Susilo mengungkapkan, lele membutuhkan waktu 6-8 jam dalam mencerna pakan.
“Standar untuk pemberian pakan setelah adaptasi 0,5-1 hari itu sebanyak 4% dari bobotnya. Tujuannya untuk penyesuaian terhadap usus. Pakan yang berlebihan akan membuat benih kembung bahkan ususnya pecah,” wanti-wanti dia.
Try Surya Anditya