Foto: Syafnijal
Kunjungan Direktur PTPN 7, Doni P Gandamiharja (baju biru) ke PG Bungamayag
Lampung (AGRINA-ONLINE.COM). Perkebunan tebu PG Bungamayang, Lampung Utara, Provinsi Lampung melakukan proses penebangan secara manual agar bisa menyerap tenaga kerja. Setidaknya 4.000-an pekerja dilibatkan dalam proses giling gula di perkebunan milik PT Perkebunan Nusantara 7 tersebut yang saat ini dikelola PT Buma Cima Nusantara (BCN), anak perusahaan PTPN 7.
Menurut Direktur PT BCN Putu Sukarmen, kebun tebu seluas lebih dari 10 ribu hektare dengan satu unit pabrik berkapasitas giling 7.000 ton tebu per hari ini membutuhkan lebih dari 4.000 orang penebang tebu setiap hari.
“Kalau dalam kondisi normal, paling tidak kita mempekerjakan 4.000 pekerja borong tebang setiap hari. Kalau satu orang dibayar Rp100 ribu, sudah berapa uang yang beredar di masyarakat dalam seharinya. Ini tentu akan sangat membantu kehidupan masyarakat di tengah lesunya perekonomian sekarang ini,” ujar Putu di Bungamayang, Rabu (12/8).
Jadi, lanjut Putu, keberadaan PG Bungamayang maupun PG Cintamanis di Sumsel di tengah masyarakat adalah magnet yang menarik resources ke simpul baru ekonomi. Oleh karena itu, kami minta dukungan semua pihak, terutama para tokoh dan stakeholder agar PTPN VII dengan aset dan kegiatan usahanya tetap berjalan.
“Kalau tidak ada usaha di sini, duit itu nggak akan pernah mampir ke sini. Duit triliunan cuma berputar di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Nah, dengan pabrik gula ini, kita bisa menarik dana itu beredar ke sini sehingga dari buruh tebang, pedagang pecel, toko sembako, sampe sopir truk bisa sejahtera,” kata pria keturunan Bali kelahiran Lampung Timur itu.
Irma Karyati, konsultan tebu PT BCN menambahkan, relasi antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar di PG Bungamayang sudah seperti hukum ekonomi lokal. Jika perusahaan terganggu operasionalnya, baik oleh sebab teknis maupun faktor eksternal, ekonomi warga ikut sakit. Sebaliknya, jika giling lancar, tanaman bagus, cuaca mendukung, harga bagus, dan tidak ada gangguan dari luar, kesejahteraan rakyat sekitar sangat terasa.
“Hubungan ini sudah sangat lama dan seperti mengikat di dua pabrik kami, PG Bungamayang dan PG Cintamanis di Sumsel. Jadi, walaupun berdiri pabrik gula baru dari swasta di sekitarnya, ikatan ekonomi kami dengan masyarakat sudah sangat kuat dan saling membutuhkan,” kata Irma.
Hal itu diakui Suryadi Hipni, salah satu tokoh masyarakat setempat yang kini menjadi mitra perusahaan. “Kebun tebu ini mulai dibuka sekitar tahun 1980. Terus, mulai bangun pabrik itu sekitar tahun 1982. Waktu itu di sini masih hutan lebat. Saya masih kecil, tetapi tahu persis karena bapak saya memang tetua di sini,” katanya.
Wahyu, Sekretaris Koperasi Tebu Rakyat mitra PT BCN mengatakan, sejak proses pembangunan pabrik gula ini, ekonomi masyarakat bergeliat. Wahyu menggambarkan masyarakat wilayah Ketapang dan sekitarnya sangat erat hubungan ekonominya dengan pabrik gula dan kebun tebu PTPN VII. Pada musim tanam dan perawatan tebu di kebun, terdapat ribuan tenaga kerja dan sebagian datang dari Jawa mendapat rezeki dari perusahaan BUMN ini. Dari buruh tanam tebu, pemupukan, penyiangan, klentek, hingga tebang.
“Terus terang, saya sulit menggambarkan kalau nggak ada pabrik gula Bungamayang ini di sini. Bungamayang ini kampung Suku Lampung dengan sebutan Marga Sungkai Bungamayang yang jauh dari kota. Nah sekarang, orang-orang kalau mau belanja onderdil truk, ya pada ke sini. Bukan ke Kotabumi (kota kabupaten terdekat),” kata Wahyu.
Wahyu menyebut, terdapat ratusan bahkan seribuan truk milik warga sekitar yang mendapat order mengangkut tebu dari kebun PT BCN ke pabrik. Tak heran Wahyu menyebut sedikitnya empat toko spare part truk berbagai merek buka hampir 24 jam di Bungamayang.
“Kalau buka 24 jam sih, enggak. Tapi ada beberapa toko yang merangkap bengkel, kalau ada truk mogok di tengah kebun, jam berapa saja ditelpon, datang untuk nyervis. Jadi, kalau sudah musim giling seperti sekarang ini, di sekitar lokasi ini hidup 24 jam,” tambah Wahyu.
Tentang efek domino pabrik gula, Kusriyanto menjadi salah satu saksinya. Buruh tani yang tinggal di Desa Sidodadi, Kecamatan Sungkai Selatan ini berharap PG Bungamayang musim giling terus sepanjang tahun. Sebab, pada musim giling, bapak empat anak ini bisa bekerja sebagai tenaga tebang yang mendapat penghasilan cukup lumayan.
“Kalau pas musim giling begini, saya tenang. Setiap hari saya ada kerjaan. Sehari, kalau kerja serius bisa dapat Rp100 ribu,” katanya di dampingi istri yang menyusul bersama dua anaknya yang masih kecil-kecil menjelang waktu pulang.
Syafnijal Datuk Sinaro