Selasa, 2 Juni 2020

PERKEBUNAN : Menebak Pasar Sawit Pascapandemi

PERKEBUNAN : Menebak Pasar Sawit Pascapandemi

Foto: Dok. AGRINA
Perlu antisipasi suplai berlebih semester dua

Bila puncak wabah virus Corona terjadi Juni ini, pelaku usaha sawit bersiap menyambut pemulihan pasar secara bertahap mulai Juli.
 
 
Pandemi penyakit Covid-19 yang disebabkan virus SARS-Cov2 alias Corona mempengaruhi kesehatan manusia dan perekonomian, termasuk industri kelapa sawit di Indonesia.
 
Industri andalan penghasil devisa ini mulai merasakan pengaruh negatifnya sejak Februari 2020. Saat itu negara tujuan ekspor produk sawit Indonesia mulai mengalami pandemi. Di Asia, seperti China, sejak 23 Januari 2020 menerapkan penguncian wilayah yang kemudian disusul negara-negara lain.
 
“Tahun lalu kita mengalami kekeringan yang agak panjang di beberapa lokasi, Itu mempengaruhi produksi bulan Februari. Pada bulan Maret, kita proyeksikan ada kenaikan tapi belum terlalu banyak. Untungnya tidak terlalu banyak karena konsumsi dan ekspor sedang melemah,” ungkap Ratnawati Nurkhoiry, Ketua Kelompok Peneliti Sosio-Tekno Ekonomi di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan pada acara bincang pakar virtual (30/4).
 
Lebih jauh Ratna menjabarkan, penyerapan sawit untuk kebutuhan pangan di dalam negeri melemah. Untuk konsumsi rumah tangga berjalan normal.
 
Yang bermasalah adalah penyerapan di industri pangan, hotel, dan restoran karena ada penerapan kebijakan menjaga jarak fisik dan sosial yang berarti melarang kerumunan.
 
Berbagai pembatasan kegiatan perkantoran dan masyarakat tersebut mengakibatkan serapan minyak sawit untuk pangan berkurang. 
 
“Biodiesel juga berkurang. Walaupun kita sudah memakai B30 (bauran 30% minyak sawit dalam solar), transportasi berkurang karena beberapa daerah di Jawa sudah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kemudian ada larangan untuk mudik atau pulang kampung sehingga kendaraan yang menggunakan biosolar tidak menyerap,” urai alumnus Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.
 
 
Ekspor Turun, Nilai Naik
 
Ratna menghubungkan negara tujuan ekspor dengan penyebaran Covid-19 sampai April 2020. Merujuk data Oil World 2020, porsi ekspor sawit Indonesia menuju ke pasar Asia sebanyak 68%, Eropa 14%, Afrika 13%, dan sisanya ke beberapa negara termasuk Amerika Serikat. 
 
Akhir April, jumlah kasus positif Corona di dunia hampir mencapai 3 juta orang. Kawasan terdampak paling berat adalah Eropa dengan jumlah kasus positif hampir 1,4 juta orang. Sementara Amerika Serikat di urutan kedua dengan 1,2 juta orang.
 
“Tujuan ekspor kita ke Eropa ada tiga yang terbesar, yaitu Belanda, Spanyol, dan Italia. Kita tahu Spanyol dan Italia termasuk negara yang paling parah terdampak. Inilah mengapa Eropa yang hanya menyerap 14% tapi dampaknya cukup kelihatan. Ini karena efek lockdown (penguncian wilayah, Red.) yang dilakukan negara-negara di Eropa,” ulas Ratna yang lulus S2 juga dari UGM.
 
Sementara di Asia, khususnya China, Jepang, dan Korea Selatan wabah mencapai puncak pada Januari – Februari. Wabah di ketiga negara itu sudah relatif terkendali. Bahkan China telah membuka penguncian wilayahnya pada 8 April 2020 dan memulai aktivitas bisnisnya kembali. 
 
“Di negara-negara Asia, ekspor terkoreksi akibat kemampuan beli berkurang karena secara global pandemi mempengaruhi GDP (Gross National Product) atau Produk Domestik Bruto. Pasar paling besar di Asia adalah China. Yang kedua India. Di India, aktivitas industri refinery-nya berkurang 40% karena lockdown. Di India, kita jual CPO (crude palm oil - minyak sawit mentah) karena mereka punya pabrik refinery sendiri,” urai Ratna.
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain