Foto:
2,9 juta ekor bantuan benih udang windu yang dibagikan ke petambak
Takalar (AGRINA-ONLINE.COM). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggenjot aliran bantuan kepada pembudidaya selama pandemi Covid-19. Selain sebagai langkah percepatan target penyaluran bantuan pemerintah, hal ini juga dilakukan untuk menggerakan ekonomi masyarakat pembudidaya ikan. Seperti yang dilakukan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar yang menyerahkan bantuan 1,4 juta ekor benih Udang Windu kepada pembudidaya di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan hari Jumat (15/5) dan sebanyak 1,5 juta ekor di Kabupaten Pinrang hari Rabu (13/5).
Data mencatat bahwa hingga pertengahan bulan Mei 2020, BPBAP Takalar telah menggelontorkan total bantuan benih seperti Udang, Bandeng, Rajungan, Nila Salin dan Kakap Putih sebanyak 25,5 juta ekor dimana 18 juta ekor bantuan benih diantaranya adalah benih Udang Windu.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyatakan bahwa udang windu merupakan salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Selatan. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan prospek pasar yang baik, potensi wilayah dengan adanya pakan alami serta dukungan dan komitmen dari pemerintah daerah turut berperan menarik minat pembudidaya.
“Pengelolaan udang windu harus mempertimbangkan kesesuaian lokasi memenuhi prinsip cara budidaya yang baik agar usaha budidaya dapat berkelanjutan dan tidak mengulangi kegagalan usaha budidaya udang windu di masa lalu,” ujar Slamet.
Slamet menegaskan bahwa pemerintah saat ini terus mengembangkan budidaya udang berbasis kawasan, yang menjadi salah satu kegiatan prioritas KKP. Target yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo yakni meningkatkan nilai ekspor udang nasional 250% hingga tahun 2024.
“Beberapa strategi juga telah kami lakukan agar target dapat tercapai serta meminimalisir kegagalan dalam usaha budidaya udang windu seperti melarang penggunaan induk udang asal tambak dan menyediakan induk udang hasil breeding program dari broodstock center. Saat ini kita memiliki broodstock center khusus udang windu di BBPBAP Jepara dan BPBAP Takalar yang akan didorong untuk menghasilkan induk-induk unggul untuk masyarakat,” jelas Slamet.
Slamet menambahkan beberapa strategi lain yang dilakukan oleh pemerintah ialah memangkas birokrasi perizinan usaha dan regulasi investasi, membuat percontohan berbasis kawasan budidaya tambak udang, fasilitasi akses permodalan, rehabilitasi infrastruktur tambak serta peningkatan kualitas SDM.
“Selain memenuhi pasar ekspor, permintaan udang windu di pasar lokal juga cukup terjaga terutama di masa pandemi seperti sekarang, dimana kebutuhan untuk makanan bergizi sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” imbuh Slamet.
Seperti diketahui, udang merupakan sumber protein yang penting untuk pembentukan sel-sel tubuh yang turut berperan untuk mencegah penyakit. Kandungan nutrisi dalam udang dan manfaatnya seperti protein untuk membentuk sel tubuh, antioksidan dapat mengurangi peradangan, yodium untuk mendukung produksi hormon, asam lemak omega-3 yang dapat menekan risiko sakit jantung serta kalsium yang baik untuk tulang, gigi dan kinerja tubuh lain.
Selaras dengan Slamet, Kepala BPBAP Takalar Supito menyebutkan bahwa potensi budidaya udang windu di Sulawesi Selatan membutuhkan sinergitas berbagai elemen pendukung. Sudah menjadi komitmen KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) untuk mendorong pengelolaan akuakultur secara bertanggungjawab di masyarakat.
“Komoditas udang windu menjadi primadona khususnya di kalangan pembudidaya skala kecil dengan teknologi sederhana karena memiliki harga pasar yang baik dan relatif stabil. Keuntungan ekonomis yang didapat per satuan termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan komoditas lain, sehingga banyak menarik minat pembudidaya,” lanjut Supito.
Supito menyoroti ada beberapa faktor penyebab kegagalan produksi pembesaran udang windu seperti kualitas benih yang rendah dan terinfeksi penyakit, daya dukung lahan yang menurun, lingkungan budidaya yang terkontaminasi, dan fluktuasi lingkungan dalam tambak yang ekstrim akibat eutrifikasi. Selain itu sistem tata guna air yang buruk antar pembudidaya juga dapat memperparah kegagalan dan memudahkan proses kontaminasi dan infeksi penyakit pada petakan tambak dalam satu kawasan.
“Untuk itulah dalam memberikan pendampingan, kami selalu menekankan pentingnya menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik dalam berbudidaya. Selain itu kekompakan pembudidaya dalam satu kelompok maupun kawasan juga selalu kami tekankan dalam memperhatikan musim tanam serta merancang strategi pola tebar benih,” sambung Supito.
Supito menyatakan BPBAP Takalar siap menyuplai benih udang windu bermutu kepada pembudidaya dengan kualitas tinggi yang bebas penyakit (specific pathogen free/SPF) dan tahan penyakit (specific pathogen resistance/SPR). “Beberapa kajian telah dilakukan oleh tim teknis kami salah satunya untuk menekan infeksi white spot syndrome virus (WSSV) dengan memelihara larva udang windu dalam suhu hangat 32-33 °C,” tambah Supito.
Supito menyebutkan kajian dalam teknik berbudidaya juga telah dilakukan oleh tim BPBAP Takalar adalah aplikasi pupuk fermentasi bakteri lactobacillus untuk mencegah terjadinya pembusukan lumpur dasar tambak, meningkatkan kesuburan pakan alami karena mampu menguraikan kelebihan organik dasar tambak tanpa menggunakan oksigen terlarut, sehingga oksigen terlarut di air cukup selama pemeliharaan udang.
“Dengan koordinasi dan kerjasama yang baik dari semua pihak, diharapkan budidaya udang windu dapat kembali merajai industri udang tanah air di masa mendatang,” tutup Supito.
Try Surya A
Editor: Windi L