Foto: Windi Listianingsih
Alsintan mendorong peningkatan produksi pangan
“Keuntungan UPJA dari Januari-Oktober ini sekitar Rp100 juta,” ucap Sudirman.
Mekanisasi atau aplikasi alat dan mesin pertanian (alsintan) terbukti mampu mendorong peningkatan produksi pangan. Inilah yang terjadi di Kab. Tuban, Jatim.
Dalam lima tahun terakhir, Tuban surplus pangan dengan rerata surplus tahunan 56%. “Tahun 2018 surplus 60%, 2019 dipastikan bisa 60% lebih,” ujar Murtadji, Kepala Dinas Pertanian Kab. Tuban, kepada AGRINA.
Faktor utama pendorong surplus pangan adalah alsintan.“Dengan bantuan alsintan dari Kementerian Pertanian juga didukung provinsi, APBD sehingga LTT (Luas Tambah Tanam) tahun 2018/2019 ditarget 104 ribu ha padi tercapai 107 ribu ha,” lanjutnya bersemangat.
Tahun lalu produksi padi Tuban mencapai 631.977 ton gabah kering giling (GKG) setara 399.410 ton beras sedangkan kebutuhan masyarakat 157 ribuan ton beras per tahun.
Peran Alsintan
“Alsintan benar-benar dibutuhkan. Apalagi ada traktor roda 4, langsung 10 ha (hanya) 4 jam,” jelas Murtadji. Sehingga, indeks pertanaman (IP) naik dari 200 menjadi 300. Kenaikan IP juga berkat perbaikan sistem irigasi yang memudahkan pemanfaatan air sungai Bengawan Solo.
“Tuban dulu terkenal kalau hujan banjir, musim kemarau kering. Jangankan untuk sawah, untuk minum saja ndak ada. Alhamdulillah musim kemarau bisa nyedot air dari Bengawan. Jadi, kita bisa tiga kali tanam padi dan kemarau ini produktivitas padinya bisa 10 ton/ha,” ulasnya.
Tuban mendapat bantuan alsintan pratanam dan tanam dari Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) dan alsintan pascapanen dari Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
Mula-mula bantuan disalurkan ke kelompok tani tapi sejak 2018 dialihkan lewat unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA). “Diberikan ke kelompok A, kelompok B nggak boleh pinjam. Di Tuban ada 1.800-an kelompok tani. Nggak mungkin diberikan alsintan semua,” katanya.
Sementara, bantuan lewat UPJA memudahkan pemerataan penggunaan dan perawatan alsintan. “UPJA ada biaya operasional, jadi nggak tergantung ke pemerintah. Ada 22 UPJA di Tuban, kelemahannya belum semua punya bangunan gedung untuk menyimpan alsintan saat belum dimanfaatkan,” imbuhnya.
Pratanam dan Tanam
Dulu, ungkap Kasadi, Kecamatan Rengel, Tuban saat musim kemarau kekeringan dan musim hujan banjir. “Pola tanam kami tidak menentu, menunggu turunnya air hujan,” buka Ketua Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Tirto Tinoto, Desa Karangtinoto, Kec. Rengel itu. Lalu, petani berkumpul membentuk HIPPA pada Maret 1993 dan mendapat bantuan dua unit pompa dan gudang dari Jepang.
Lambat-laun HIPPA punya aset pompa yang bisa menyalurkan air ke 500 ha sawah di Rengel. “Sekarang aset HIPPA berupa alat, kantor, tanah mencapai Rp2,5 miliar. Yang berupa uang sekitar Rp2 miliar untuk operasional,” terang Kasadi.
Bahkan, HIPPA mampu memfasilitasi penerangan jalan di Rengel. “Dulu desa sini miskin semua. Sekarang sudah luar biasa karena hasilnya melimpah. Sawah satu hektar bisa menghasilkan rata-rata 10 ton. Wilayah Rengel memang produktivitasnya di atas rata-rata kecamatan lain karena dibangun saluran air,” lanjutnya.
Kesuksesan HIPPA Tirto Tinoto mendorong pemerintah membentuk UPJA. HIPPA pun menyambut dengan mendirikan UPJA Tani Karya Mandiri pada April 2017. Menurut Sudirman, Ketua UPJA Tani Karya Mandiri, UPJA harus berdampingan HIPPA karena lahan membutuhkan air. “Lahan kalau nggak ada airnya, UPJA nggak bisa mengerjakan, makanya harus selalu berdampingan,” ucapnya kepada AGRINA.
UPJA mendapat bantuan alsintan dari Ditjen PSP berupa satu unit eksavator, tiga unit traktor roda 4, dua unit transplanter (alat tanam), dan dua unit combine harvester (alat panen) secara bertahap.
“Dulu kita sulit memperkenalkan. Tapi sekarang cari generasi tanam manual sulit. Untuk masyarakat, manfaatnya untuk membersihkan rumput (gulma, Red.) enak karena penanamannya rapi. Pembiayaan tanam lebih murah, simpel juga,” jelasnya.
Biaya tanam dengan transplanter sekitar Rp1,6 juta–Rp2 juta/ha, sedangkan tanam manual Rp3 juta lebih/ha.
UPJA juga menyewakan eksavator untuk pembuatan dan perbaikan irigasi dengan biaya Rp200 ribu/jam. “Alat-alat disewakan ke lingkup kabupaten. Untungnya 40% operator, 60% masuk ke kita (UPJA). Keuntungan UPJA dari Januari-Oktober ini sekitar Rp100 juta. Bahkan, sudah punya mobil untuk mobilisasi sendiri,” ujar Sudirman dengan gembira.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 306 yang terbit Desember 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/