Tantangan baru itu bernama fall armyworm (FAW). Pada 2016 keberadaan ulat tentara ini mulai meresahkan pelaku usaha jagung dunia. Bagaimana tidak, dalam waktu singkat hama bernama latin Spodoptera frugiperda (J.E. Smith) ini menyebar secara masif dari satu negara ke negara lain.
Serbuan FAW di lahan jagung Nigeria pada 2016 seperti neraka bagi Afrika. Hama ini dengan cepat meluas ke negara-negara Afrika. Laporan www.reliefweb.int pada 2017 menyebut, Afrika kehilangan hingga US$6,2 miliar per tahun karena serangan FAW di jagung. Amerika Serikat (AS), negara asal FAW pun lebih dulu merugi. AS kehilangan US$297 juta pada 1997 dan kehilangan hasil mencapai 20% di Florida pada 2010.
Di Asia, FAW merupakan tantangan baru. Hama ini dilaporkan datang ke India pada Mei 2018. Hanya dalam 6 bulan ulat tentara ditemukan merata di seluruh India. Bahkan, negara ini sampai harus mengimpor jagung dari Ukraina untuk menutupi kebutuhannya. Padahal, India adalah salah satu eksportir jagung utama dunia. Hama ini juga menyerbu tanaman padi dan tebu. FAW menyerang tebu di Maharastra dan Tamil Nadu, India pada Oktober 2018, sedangkan serangan pada padi terjadi di Magadh, Bihar, India pada Desember 2018.
Dua bulan setelah kedatangannya di Negeri Anak Benua, ulat tentara menyebar ke Bangladesh dan China. Ulat tentara ini juga bermigrasi ke Thailand pada Desember 2018 dan selama dua bulan hama ini menjangkau seluruh Thailand. Kerusakan yang ditimbulkan bervariasi dari 20%, 30%, hingga 50%, bahkan 70%.
Kementerian Pertanian Thailand menjelaskan, sekitar 50% area produksi jagung di seluruh Thailand telah terjangkiti FAW. Wabah FAW yang cukup berat terjadi di 5 provinsi bagian barat Thailand. Estimasi produksi jagung 2019 di Negeri Gajah Putih itu sebanyak 4,26 juta ton dari luas tanam 1,07 juta ha. Kementerian Pertanian Thailand menduga, kehilangan panen akibat FAW sebesar 25%-40% dan kerugian ekonomi mencapai US$130 juta-US$260 juta.
Lalu, Organisasi Pangan Dunia (FAO) mengumumkan kehadiran FAW di Myanmar sejak Agustus 2018. Sejak tengah tahun lalu hingga kini, FAW telah menginvansi negara-negara Asia, meliputi India, Bangladesh, China, Thailand, Sri Langka, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja.
FAW juga sudah masuk ke Indonesia. Namun, belum ada pernyataan resmi pemerintah terkait keberadaannya di Tanah Air. AGRINA menerima laporan, ulat tentara yang “sangat lapar” ini menyerang jagung di Aceh-NAD, Pasaman-Sumbar, dan Medan-Sumut. Bahkan, petani jagung di Medan mengeluhkan sulitnya mengatasi FAW. “Iya, saya sudah nampak secara langsung serangannya bukan main. Baru kali ini saya liat ulat yang sangat membahayakan,” ungkapnya kepada AGRINA.
Terjangan ulat tentara bisa dicegah dan diatasi, awal mula dengan menanam benih jagung transgenik yang memiliki event Bt (Bacillus thuringiensis). Yaitu, jagung bioteknologi pembawa gen yang mampu melindungi diri dari serangan hama dan bersifat toleran terhadap insektisida. Hampir 85% petani jagung di AS dan Brasil menanam jagung Bt.
Bagi negara yang belum mengadopsi bioteknologi (genetically modified organism-GMO), perlindungan terhadap FAW melalui penanaman benih jagung hibrida unggul, penerapan budidaya yang baik dan benar (good agricultural practices), dan pengelolaan hama terpadu. Perlindungan tanam dilakukan sejak dini dengan aplikasi perlakuan benih dilanjutkan penyemprotan insektisida berdasarkan prinsip lima tepat dan lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman suku kacang-kacangan.
Bicara jagung berarti juga melibatkan industri perunggasan dan ketahanan pangan nasional. Daging ayam dan telur merupakan sumber protein hewani yang sangat terjangkau dan dikonsumsi mayoritas penduduk Indonesia. Keberadaan jagung sebagai sumber utama pakan unggas sangat menentukan stabilitas suplai daging ayam dan telur. Sedikit saja suplai jagung terganggu, maka produksi ayam dan telur juga terancam yang ujungnya menimbulkan gejolak harga dan suplai pangan nasional. Menteri Pertanian perlu mengambil tindakan tegas dan cepat dalam mengendalikan FAW untuk menjaga keamanan pangan nasional!
Windi Listianingsih