Ada sosok hebat perempuan dalam kebangkitan setiap negara. Lihatlah Jerman dengan Angela Dorothea Merkel sebagai Kanselir perempuan pertama sejak 2005. Peran besarnya ialah menyelamatkan Uni Eropa dari krisis utang zona Euro dengan melakukan penghematan fiskal, memotong anggaran, dan memperketat pengawasan untuk memulihkan perekonomian.
Selama 8 tahun berturut-turut, Doktor Kimia Fisik itu menempati posisi pertama perempuan paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes dan 13 kali secara keseluruhan. Pada Desember 2015 majalah Time juga menobatkan Merkel sebagai Person of the Year.
Sentuhan wanita semakin terasa kontribusinya dalam perekonomian desa di negara berkembang. Penelitian kolaborasi Farming First dengan Departemen Gender Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebut, sekitar 43% tenaga kerja pertanian di negara berkembang adalah perempuan. Sebanyak 79%-nya bergantung pada pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Penelitian itu juga menyinggung keterbatasan para perempuan dalam mengakses pendidikan, teknologi, dan permodalan.
Peran perempuan sangat dirasakan pula di Amerika Serikat. Departemen Pertanian Amerika menyatakan, perempuan petani di sana mencapai 969,672 orang atau sekitar 31%. Para perempuan petani ini menggarap lahan seluas 121,97 juta ha dengan dampak pergerakan ekonomi mencapai US$12,9 miliar.
Di Indonesia, menurut Survei Angkatan Kerja Nasional 2016, sebanyak 13,4 juta orang atau 30% bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dari 45,5 juta perempuan pekerja.
Banyak perempuan perkasa bidang agribisnis di Tanah Air yang telah mengharumkan bangsa pada kancah lokal dan internasional. Sebutlah Mooryati Soedibyo dengan brand Mustika Ratu yang mengangkat pamor jamu dan kosmetika tradisional berbahan baku herbal dan rempah khas Indonesia di mata dunia. Produknya yang sebelumnya dipandang rendah karena diracik di garasi rumah kini melenggang ke 20 negara di dunia, termasuk Rusia, Belanda, Jepang, dan Brunei Darussalam.
Mooryati yang berumur 45 tahun saat merintis usaha, tidaklah bisa disebut muda. Tetapi, ia membuktikan perempuan bisa berkarya meski usia menuju senja. Bahkan, Mooryati tercatat sebagai mahasiswa tertua, 70 tahun, bergelar Doktor lulusan Universitas Indonesia.
Sektor perikanan memiliki Susi Pudjiastuti yang mengawali karir sebagai bakul ikan di Pangandaran, Jabar pada 1983. Kegigihan Menteri Kelautan dan Perikanan yang tidak lulus SMA ini mengantarkannya menjadi eksportir lobster dan udang hingga memiliki usaha penerbangan Susi Air. Selama menjadi Menteri, Susi konsisten memberantas pencurian ikan dalam bentuk lllegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang merugikan negara triliunan rupiah setiap tahun. Kiprah Susi mendapat apresiasi FAO dan dunia. Negara-negara pemilik laut kini meniru langkah Susi menerapkan pemberantasan IUU-Fishing.
Kiprah perempuan memajukan agribisnis juga datang dari kalangan muda. Generasi milenial menghadirkan Masnawati, petani kakaodi Kab. Luwu Timur, Sulsel. Gadis belia kelahiran 16 Desember 1994itu mampu menyelesaikan pendidikannya dengan biaya sendiri melalui penjualan benih kakao metode sambung pucuk. Saat ini Masna menyuplai 25 ribu batang bibit kakao per 6 bulan dari sebelumnya 20 ribu batang pada 2016.
Dalam perusahaan rintisan (startup) agribisnis muncullah sosok Liris Maduningtyas, perempuan kelahiran 13 Januari 1992 yang mendirikan JALA. Perusahaan ini menyediakan jasa data penunjang keberhasilan budidaya udang, seperti manajemen budidaya udang, kualitas air dan pakan, hingga pengelolaan data keuangan petambak. Mitranya sebanyak 850 petambak dengan 2.500 kolam.
Banyak bukti nyata dan kisah manis keberhasilan pemberdayaan kaum perempuan dalam kemajuan agribisnis yang tidak tercatat tinta sejarah. Memperingati Hari Kartini 21 April sebagai bentuk kebangkitan kaum perempuan dari keterbelakangan, semoga para perempuan negeri ini semakin menunjukkan perannya mendukung perekonomian keluarga, masyarakat, dan negara hingga menyuplai kebutuhan pangan dunia!
Windi Listianingsih