Foto: syafnijal ds
KERUGIAN PT PAL akibat terjangan tsunami mencapai Rp 1,6 miliar
Pemulihan akibat tsunami akan mengurangi pasokan benur 400 juta ekor/bulan.
Bencana tsunami yang melanda Banten dan Lampung akhir Desember 2018 menghancurkan puluhan bahkan ratusan hatchery (pembenihan) udang di pantai sekitar Lampung Selatan, Lampung dan Anyer, Pandeglang, Banten. Dampaknya, terjadi kekurangan pasokan benur yang mengancam produksi udang nasional.
Ketua Asosiasi Pembenih Udang (APU) Provinsi Lampung, Waiso menyatakan, sebanyak 84 unit hatchery dari 133 anggota APU di Lampung Selatan rusak berat dihantam tsunami. Kerusakan yang dialami berupa fisik bangunan, benur dalam masa pemeliharaan, induk, dan sarana produksi lain ikut hilang. Nilainya diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
“Sementara, kerugian tidak langsung berupa kehilangan potensi produksi hatchery dalam beberapa bulan ke depan. Untuk Lampung Selatan saja potensi produksi benur bisa mencapai 300 juta ekor/bulan dari semua anggota APU,” ujar Waiso di Desa Way Muli, Kec. Rajabasa, Lampung Selatan baru-baru ini kepada AGRINA.
Kerugian
Kehancuran 75% hatchery menyebabkan penurunan produksi benur sekitar 200 juta ekor/bulan. Waiso memperkirakan, pemulihan yang membutuhkan waktu 6 bulan akan mengakibatkan kehilangan potensi produksi benur sebesar 1,2 miliar-1,5 miliar ekor.
Hatchery skala rumah tangga milik Polman termasuk yang mengalami kehancuran total. Sebanyak 8 bak pembesaran benur berikut benur siap panen, mes karyawan, dan mesin-mesin hancur rata dengan tanah. Polman menaksir, kerugian yang dideritanya mencapai Rp300 juta. “Jika tidak ada bantuan dari pemerintah, sulit bagi kami untuk bangkit lagi melihat kondisi sudah begini,” ungkap Tim Iptek APU Lampung itu.
Hatchery yang berada di bibir pantai Desa Way Muli dibeli Polman pada 2015 seharga Rp255 juta, termasuk mesin, peralatan, dan fasilitas. Pinjaman bank yang digunakan untuk membeli hatchery baru saja lunas.
Tidak hanya itu, hatchery skala besar di desa yang sama seperti PT Prima Akuakultur Lestari (PAL), juga luluh-lantak dihantam tsunami. Hatchery yang dalam kondisi normal mampu memproduksi benur hingga 25 juta-35 juta ekor per bulan tersebut mengalami kerugian hingga Rp1,6 miliar. Kerusakan yang dialami berupa kerugian matinya 175 ekor induk udang, larva udang, dan post-larva udang. Nilai kerugian mencapai Rp1 miliar karena listrik padam.
Selain itu, kerugian peralatan produksi antara lain genset, pompa, blower, freezer, lemari es, komputer, pipa, hingga sepeda motor, nilainya mencapai Rp142 jutaan. Kemudian, kerusakan bangunan berupa tembok keliling sepanjang 200 m, bangunan induk udang, kolam penampungan limbah kamar mandi, dan mes karyawan senilai sekitar Rp455 juta.
Suhartono Bowie, Chief Technical Officer PAL menjelaskan, pihaknya membutuhkan dua bulan untuk pemulihan. “Pada bulan ketiga setelah recovery selesai, ditargetkan hatchery bisa berproduksi normal kembali,” kata Bowie, sapaan akrabnya.
Saat ini PAL mulai merehabilitasi dengan memperbaiki fasilitas dan mesin-mesin yang rusak. Jika semuanya sudah siap, indukan udang yang selepas tsunami diungsikan ke hatchery PAL di Banyuwangi, Jatim akan kembali dipulangkan ke hatchery di Lampung. “Mudah-mudahan Maret kita sudah mulai menetaskan benur lagi,” harapnya.
Pemulihan
Untuk mempercepat pemulihan, kata Waiso didampingi Juhariansyah, Sekretaris APU dan Abdul Rohim, Wakil Sekretaris APU, pengusaha hatchery memerlukan bengkel keliling untuk memperbaiki mesin yang rusak. Kemudian, tenaga mekanik tambak buat merancang instalasi air dan listrik di hatchery.
“Kami juga butuh peralatan untuk menjalankan usaha, seperti genset, pompa air, blower, dinamo dan lain-lain bagi hatchery yang mengalami kerusakan ringan dan sedang,” timpal Juhariansyah.
Hatchery yang rusak parah membutuhkan modal untuk membangun bak-bak pembesaran benur dan modal usaha. “Minimal kami diberi bantuan dana talangan agar bisa kembali melanjutkan berusaha,” harapnya. Waiso juga meminta bantuan pemerintah dalam pemulihan hatchery. Tujuannya, program pemerintah bersama segenap pemangku kepentingan agar peran Lampung sebagai lumbung udang nasional tetap bisa dijalankan.
Bambang Nurdiyanto, Koordinator Tim Iptek Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur (FKPA) Lampung menyarankan anggota APU berdiskusi dengan para pelanggan. Di antaranya Perhimpunan Petambak dan Pengusaha Udang Wilayah (P3UW) Rawajitu, Tulangbawang, serta kelompok pembudidaya udang lainnya di Lampung Timur dan Lampung Selatan. Pelanggan ini terutama P3UW memiliki dana untuk dipinjamkan ke APU. “Minimal mereka bisa menjadi semacam avalis atau buat surat kontrak pembelian benur jika hatchery mau pinjam ke bank,” ucapnya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 296 yang terbit Februari 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/