Revolusi industri gelombang keempat atau sering disebut industri 4.0, sudah berjalan sejak 2011 yang ditandai dengan revolusi digital. Bermacam teknologi dari segala arah berkonvergensi untuk mempermudah kehidupan. Teknologi ini terdiri dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), e-commerce, big data, teknologi finansial, ekonomi berbagi, dan robot.
Revolusi keempat ini sangat mengubah kehidupan sehari-hari dan ekonomi kita. Ingin beli barang, makanan, atau jasa tinggal mainkan aplikasi di telepon pintar. Lalu tunggu barang atau jasa yang diinginkan diantar perusahaan logistik atau moda transportasi daring sampai di tangan.
Ingin berjualan, tak perlu punya toko. Cukup mendaftar ke tempat berjualan digital (market place), pajang barang, tunggu pembeli mengakses lapak kita. Tentu perlu trik tersendiri untuk menarik perhatian para pembelanja berkunjung dan akhirnya bertransaksi. Cara pembayaran pun semakin meninggalkan uang fisik.
Bagaimana pengaruh revolusi paling gres ini terhadap dunia pertanian Indonesia? Jelas ada tetapi lajunya belum sederas sektor lain. Praktik pertanian pintar (smart agriculture) masih terbatas. Kita mulai melihat kemajuan biologi molekuler. Pemuliaan tanaman tahunan semacam sawit bisa lebih singkat dengan utak-atik DNA. Untuk merakit sifat-sifat unggul, dimudahkan dengan bioteknologi.
Inovasi mendongkrak produktivitas lewat pupuk juga menunjukkan hasil. Pupuk bisa diproduksi dengan komposisi sesuai kebutuhan tanaman yang telah dideteksi dari kondisi lahan dan daun. Pelibatan mikroba untuk menambat unsur hara, melepas hara yang terjerat dalam tanah, dan menjaga nutrien agar tidak tercuci pun sudah dilakukan. Ujungnya, pemupukan lebih efisien dan presisi.
Proses biokimia tanaman pun bisa direkayasa. Misalnya pada sawit, sudah ada temuan stimulan organik yang menghasilkan buah lebih banyak dan rendemen minyak lebih tinggi.
Penggunaan alat dan mesin pertanian, khususnya di bidang tanaman pangan, mulai marak dalam 4 tahun terakhir dengan bantuan pemerintah. Diharapkan, bantuan ini memantik petani untuk menerapkan mekanisasi dengan modal sendiri.
Pesawat nirawak (drone) juga mulai diterjunkan terutama untuk pemetaan, menghitung populasi tanaman, pemupukan, dan penyemprotan pestisida. Sekarang mungkin baru sekadar mengirit tenaga kerja. Padahal bila peranti lunaknya dikembangkan lebih lanjut, drone dapat mewujudkan pertanian presisi.
Misal, untuk deteksi gangguan hama penyakit dan menakar umur tanaman sehingga aplikasi pestisida hanya pada tanaman yang terserang, tidak lagi seluruh blok. Jadi pemakaian pestisida lebih sedikit, produk akhir pun lebih berkualitas. Dengan foto-foto yang diambil drone selama fase tanaman berproduksi lalu datanya dianalisis mendalam, maka besaran produksi bisa diduga secara presisi.
Suatu saat pelaku pertanian di Indonesia pastilah menuju pertanian pintar dengan level lebih tinggi seperti di Eropa. Semua perangkat yang beroperasi di kebun dan pabrik pengolahan hasil dipasangi sensor yang dihubungkan ke ponsel, tablet, atau komputer di kantor/rumah. Petani tinggal mengawasi kebun dan pabrik dengan jari.
Setelah teknologi budidaya bagus, pemerintah perlu ambil peran membangun data raksasa (big data) nasional untuk setiap komoditas unggulan. Pada era sekarang, siapa menguasai data akan menguasai dunia. Sawit misalnya, bisa diketahui peta lokasi, luasan, jumlah populasi, jumlah tanaman muda, produktif, dan tua. Demikian pula kondisi tanaman di kebun petani dapat diketahui detail, kebun siapa, luasan berapa, bagaimana kondisinya, prediksi produksi berapa. Jadi bila data terintegrasi secara nasional, perencanaan produksi lebih akurat. Berbekal big data, industri sawit bisa menepis tudingan negatif bila memang tak sesuai fakta di lapangan.
Di sisi perdagangan kini bermunculan lapak digital yang bisnis intinya komoditas agribisnis. Sebut saja rego pantes, brambang.com, tanihub, limakilo. Namun volume perdagangannya masih jauh dibanding lapak tradisional.
Mari mengangkat derajat pertanian kita dengan memanfaatkan teknologi terkini yang lebih menyejahterakan pelaku dan masyarakat pada umumnya.
Peni Sari Palupi