Masih besarnya jumlah penduduk miskin menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Bukan rahasia lagi, salah satu kantong kemiskinan adalah pedesaan yang notabene mayoritas penduduknya mencari nafkah di bidang pertanian. Di sisi lain pertanian juga masih diandalkan untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Usai rakornas gabungan 3 Desember silam, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkap langkah baru pemerintah untuk mengatasi hal itu.
Jumlah penduduk miskin, menurut Mentan, sebanyak 27 juta jiwa di seluruh Indonesia. Jumlah ini dibagi empat sehingga ada 8 juta rumah tangga yang menjadi sasaran program. Caranya, pertama, guna memenuhi gizi keluarga, pemerintah akan membagikan ayam 10 ekor untuk tiap keluarga. Ayam itu diharapkan bertelur setiap hari sehingga masing-masing keluarga terjamin kebutuhan proteinnya.
Kedua, ada program bantuan benih jagung beserta pupuknya gratis untuk lahan seluas 4 juta ha. Ini ditujukan kepada keluarga petani di pedesaan yang punya lahan. Mereka bisa bertanam jagung di lahan-lahan tidur di kawasan sekitar. Selain jagung, padi, dan bawang, akan dibagikan pula bibit tanaman perkebunan, termasuk buah, seperti mangga, rambutan, dan alpukat. Dengan harapan, hasilnya bisa menjadi sumber pendapatan dalam jangka panjang. Tiap keluarga akan mendapatkan 5-10 batang. Bakal tersedia 40 juta batang bibit.
Sementara keluarga lain yang tidak punya lahan, diminta berkelompok. Satu kelompok terdiri dari 30 orang. Mereka akan diberi alsintan berupa traktor roda empat, mesin tanam, atau mesin panen padi. Misal, bantuan traktor beserta suku cadangnya senilai Rp500 juta. Kelompok ini diarahkan untuk menggunakan bantuan pemerintah tersebut sebagai modal menjalankan bisnis penyedia jasa alsintan, seperti jasa olah tanah.
“Kita latih mereka. Kita beri pendampingan dari kalangan kampus. Ini pendapatannya bisa Rp2 juta per hari. Nah, ketiga puluh orang miskin ini, pendapatannya masing-masing langsung Rp2 juta/bulan, di luar dari telur. Berarti sudah lepas dia dari kemiskinan,” ucap Mentan penuh semangat.
Untuk melaksanakan program “membunuh” kemiskinan tersebut selama tiga tahun, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran senilai Rp800 miliar. Kita tentu berharap yang terbaik dari program tersebut. Masyarakat penerima bantuan benar-benar mengambil manfaat sebesar-besarnya dari barang bantuan tersebut. Manfaat yang berkelanjutan tentu saja. Jadi sifat bantuan itu memberikan kail yang bisa digunakan masyarakat kurang beruntung untuk berjuang mendapatkan ikan (nafkah). Bukan menyediakan ikan tanpa perjuangan. Sementara pemerintah juga berhasil mengentaskan kemiskinan seperti tujuan program.
Ide memberantas kemiskinan tersebut menarik. Namun kita juga menitipkan pesan agar jangan sampai barang bantuan, terutama alsintan, mangkrak menjadi besi tua. Kendati merupakan bantuan, instansi pemerintah yang bertanggung jawab mengelola masyarakat miskin, seperti Kementerian Desa, hendaknya tetap melaksanakan seleksi calon penerima bantuan agar tepat sasaran.
Mereka yang terseleksi benar-benar mendapat pelatihan teknis menangani alsintan dan mengelola bisnis penyedia jasa alsintan supaya usahanya berkelanjutan. Untuk itu pemerintah bisa menggandeng para produsen alsintan terkait. Para penyuluh pertanian pun perlu mendapat pelatihan yang sama agar bisa membantu petani di wilayah kerjanya.
Selain itu, bantuan benih harus terjaga kualitasnya. Pasalnya, di lapangan acap kali terdengar petani mengeluhkan kualitas benih bantuan kurang baik sehingga bukannya ditanam malah dijual kembali. Mereka lalu membeli benih yang sesuai keinginan. Setelah menanam, mereka perlu diajari berjejaring dalam memasarkan produk agar memperoleh harga yang baik.
Betapapun ratusan miliar anggaran pemerintah yang dibelanjakan untuk memberikan bantuan tersebut dikumpulkan dari pajak masyarakat yang lain. Jangan sampai anggaran itu sia-sia dan rumah tangga miskin yang dibantu tidak kunjung naik kelas.
Peni Sari Palupi