“Untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing sapi lokal tidak tepat dengan pembatasan kuota impor. Bila kuota impor yang diterapkan, maka masalah ini akan terus berulang. Lebih baik mengenakan tarif yang dapat membantu konsumen dan memberikan insentif kepada produsen sapi,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.
Apa masalah mendasar terjadinya kenaikan harga daging sapi sehingga pedagangnya mogok?
Untuk kesekian kalinya para pedagang daging sapi mogok berjualan karena harga daging sapi tak kunjung turun semenjak Hari Raya Idul Fitri yang lalu. Bahkan pada minggu pertama hingga kedua Agustus harga daging sapi berkisar Rp130 ribu – Rp150 ribu per kg di beberapa kota besar. Inilah pertama kali dalam sejarah, harga daging sapi tidak turun malah terjadi kenaikan setelah lebaran. Omzet para pedagang pun merosot, bahkan ada yang merugi.
Masalah mendasarnya, pertumbuhan permintaan akan daging sapi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan produksi sehingga harganya naik. Jalan keluar jangka pendeknya adalah impor. Namun pemerintah secara mendadak pada kuartal ketiga ini menurun kuota impor menjadi 50 ribu ekor sapi bakalan dari rencana 250 ribu ekor. Dengan demikian pengusaha penggemukan sapi menata ulang pengeluaran sapi dari kandang mereka untuk keberlangsungan bisnisnya. Terjadilah kekurangan pasokan sapi yang mendorong kenaikan harga daging sapi.
Apakah tepat untuk meningkatkan produksi dalam negeri dengan menerapkan kuota impor?
Cara pengurangan impor dengan kuota ini yang salah. Pembatasan impor dengan kuota itu bisa jalan apabila informasinya jelas, baik terkait permintaan maupun produksi, dan tidak ada moral hazard. Data konsumsi relatif mudah didapat, tapi data produksi dan pertumbuhan tidak demikian. Kita tidak cukup hanya mengandalkan data sensus yang menyatakan jumlah populasi sapi lebih dari 12 juta ekor. Kita juga harus tahu struktur populasi itu dan status kepemilikannya. Sebagian besar sapi tersebut dipelihara masyarakat dengan skala dua hingga tiga ekor per keluarga dan akan dijual jika keluarga tersebut membutuhkan dana.
Sebaiknya pembatasan impor itu dilakukan dengan tarif. Besaran tarif dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan konsumen dan menolong produsen. Bahkan lebih baik lagi apabila besaran tarif tersebut dapat memberikan insentif kepada produsen untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Jadi, memang ini pekerjaan jangka panjang.
Apa yang dibutuhkan peternak lokal agar produktivitasnya meningkat dan mampu bersaing dengan sapi impor?
Dalam jangka pendek untuk meredam harga daging sapi pemerintah perlu mengevaluasi kuota yang dikeluarkan saat ini. Dan segera tambah kuotanya bahkan jika perlu izinkan impor sapi siap potong, bukan sapi bakalan yang masih perlu digemukkan selama tiga bulan. Dengan bertambahnya kuota, praktis feedlotter akan mengeluarkan sapi lebih banyak dari kandangnya sehingga suplai daging sapi meningkat dan harganya kembali normal.
Untuk jangka menengah dan panjang, ada empat hal yang dapat dikerjakan pemerintah agar peternak lokal mampu bersaing dengan sapi impor. Pertama, harus ada bibit yang bagus karena kualitas sapi di tangan peternak sekarang kurang bagus. Sejauh mana sekarang ini pemerintah melalui balai penelitian menghasilkan bibit sapi yang baik untuk peternak? Kedua, mengubah usaha tani sapi dari sistem tradisional menjadi yang lebih modern dengan skala lebih besar.
Ketiga, membangun infrastruktur untuk agribisnis sapi. Di kota besar seperti Jakarta harga daging sapi tinggi, sementara jumlah sapi yang besar di NTT tidak bisa segera dibawa ke Jakarta karena tidak ada kapal khusus pengangkut ternak. Dan keempat, terapkan sistem tarif sedemikian rupa sehingga dapat melindungi konsumen dan memberikan insentif kepada peternak untuk bisa meningkatkan produktivitasnya. Dan disampaikan juga kepada peternak bahwa tarif ini akan kita turunkan secara lambat laun hingga bebas tarif dalam jangka waktu sekian lama. Dengan demikian peternak dan pengusaha sapi memperoleh informasi di awal secara komprehensif untuk mengembangkan peternakannya dan berdaya saing.
Untung Jaya