Senin, 3 Agustus 2015

Tepat Sasaran

Pemerintah Jokowi – JK sudah menunjukkan upayanya mendongkrak produksi pangan, terutama padi, jagung, dan kedelai. Tak lama sejak dilantik Oktober 2014, Presiden Jokowi didampingi para menteri terkait, blusukan ke berbagai daerah untuk melihat sendiri masalah yang menjadi kendala pencapaian salah satu dari nawacitanya.

Hasil identifikasi masalah di lapangan adalah irigasi, pupuk, benih, alat mesin pertanian, dan penyuluhan. Misalnya saja jaringan irigasi yang sudah dipetakan sebanyak 52% dalam keadaan rusak. Pupuk bersubsidi masih telat sampai di tangan petani saat musim tanam tiba. Demikian pula benih bersubsidi juga tak tepat waktu dan tidak sesuai dengan kebutuhan petani sehingga sesampai di tangan mereka malah digiling untuk konsumsi.

Kita tentu tidak ingin gelontoran anggaran yang sangat fantastis untuk mencapai swasembada tiga komoditas itu tak tepat penyalurannya. Di lapangan sudah terdeteksi ada gejala itu karena pendekatan berdasarkan proyek masih saja terjadi pada zaman reformasi ini. Kita ambil contoh penyaluran alat dan mesin pertanian seperti traktor. Tujuannya sangat baik tentu saja untuk mempercepat dan lebih menyempurnakan hasil proses pengolahan lahan.

Namun pendataan kelompok-kelompok tani di lapangan yang benar-benar membutuhkan alsintan masih kurang akurat. Buktinya, petani-petani di daerah pantai utara Jawa Barat yang berskala usaha di atas lima hektar, masih diberi bantuan traktor. Padahal mereka kebanyakan sudah memiliki alat tersebut karena menyadari pentingnya alat tersebut untuk menunjang produksi padi mereka.

Bahkan, salah satu pelaku usaha agribisnis menyatakan, sebagian besar petani padi sekarang ini tergolong pebisnis. Sebagai pebisnis, mereka akan berani membenamkan investasi untuk mendapatkan sarana produksi, seperti alsintan, pupuk, dan pestisida asalkan mendapatkan hasil panen yang lebih dari tambahan biaya. Malah mereka lebih memilih di beri ‘air’ ketimbang alat.

Keterlambatan pasokan pupuk dan benih masih terjadi akibat berbelitnya prosedur birokrasi. Bagi petani pebisnis, ini tidak menjadi persoalan. Mereka berani beli pupuk tidak bersubsidi yang lebih mahal asalkan pupuknya tersedia pada saat dibutuhkan. Demikian pula benih sebaiknya juga disesuaikan dengan kebutuhan petani setempat.

Konteks kebutuhan petani itu tak melulu terkait dengan agroekologi, tetapi juga menyangkut pasar. Pengalaman mereka dengan benih hibrida beberapa tahun lalu cukup memberikan pelajaran mahal. Sudah berpayah-payah menanam padi hibrida yang lebih “rewel” ketimbang padi inbrida tetapi ternyata setelah panen, gabahnya tak dilirik pedagang karena pedagang tidak berani ambil risiko berjualan produk baru.

Selain pada proses produksi, kita juga melihat sisi pascapanen belum banyak tersentuh. Padahal kehilangan hasil mulai dari panen sampai menjadi beras masih tinggi sekitar 10%. Memang, sudah ada upaya memberikan bantuan mesin panen yang diklaim bisa menekan kehilangan dalam proses panen sampai menjadi gabah di bawah dua persen.

Namun di lapangan, introduksi mesin panen baru perlu sosialisasi yang baik dan pendampingan tentang cara-cara penggunaan serta pemeliharaannya di kelompok tani. Bila sosialisasi tidak memadai, dampak sosialnya akan terasa.

Pengalaman petani pantura Jawa Barat, peralihan panen cara “gebot” ke mesin perontok biasa (power thresher) saja, bukan combine harvester yang keluarannya langsung berubah gabah yang bisa dikarungi sekaligus, butuh waktu satu dekade untuk diadopsi petani. Harus ada jalan keluar bagi tenaga kerja yang selama ini mendapatkan rupiah dari kegiatan panen terutama di daerah-daerah yang melimpah tenaga panennya. Dari yang tadinya 70 orang per hektar, dengan mesin itu hanya butuh tiga sampai empat orang saja. Waktu lebih singkat dan biaya lebih hemat.

Jadi, dalam hal bantuan alsintan, kementerian dan dinas terkait di daerah melakukan perbaikan data dan melakukan pengawasan agar pemberian bantuan tepat sasaran dan tidak diselewengkan. Demikian pula perbaikan irigasi, harus mendapat pengawasan dan melibatkan masyarakat dalam pemeliharaannya. Tujuan pemerintah tercapai, petani pun mendapat nikmat peningkatan produktivitas sehingga kesejahteraan mereka lebih baik lagi.

Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain