Kekayaan laut Indonesia dengan jumlah ikan yang melimpah bukan berarti tidak akan habis. Kalau salah dalam pengaturannya, akan banyak akibat yang ditimbulkan. Seperti penangkapan ikan berlebihan atau yang tidak sesuai daya dukung sehingga menyebabkan kelangkaan dan kepunahan sumber daya ikan.
Pengaturan juga mencakup jumlah armada kapal penangkapan, intensitas penangkapan ikan, dan memberantas pencurian ikan. Untuk menegakkan aturan, Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Susi Pudjiastuti mengambil tindakan tegas dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan dari negara lain yang masuk ke wilayah perairan Indonesia.
Keberanian MenKP patut mendapatkan apresiasi. Bagi nelayan, tindakan Sang Menteri tersebut memberikan dampak yang menguntungkan, sebab mereka bisa memanfaatkan beberapa wilayah perairan yang selama ini dijarah kapal nelayan asing. Tapi sayangnya, saat musim barat kondisi cuaca dan dan perairan tidak mendukung nelayan untuk melaut. Nelayan pun terpaksa memarkir perahu atau kapal-kapal penangkap ikannya karena di bawah laut juga tidak kalah derasnya dengan yang di permukaan laut.
Lantas, apa solusinya agar para nelayan tetap bisa mendapatkan penghasilan ketika tidak bisa melaut selama 2 - 4 bulan dalam setahun? Padahal dalam kurun waktu tersebut mereka harus tetap harus menghidupi dirinya dan keuluarganya. Lalu, sejauh mana perhatian negeri bahari ini kepada para nelayan, terutama nelayan-nelayan tradisional yang hingga saat ini tingkat kesejahteraannya belum menunjukkan perbaikan?
Jumlah nelayan tradisional lebih banyak dibandingkan nelayan modern. Umumnya, mereka juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, pengolahan hasil tangkapan dan yang klasik adalah permodalan. Begitu juga dengan perahu atau kapal yang digunakan tak bermesin atau di bawah mesin 30 GT dengan sarana tangkapnya masih tradisional dan kurang efisien.
Kemampuannya pun hanya bisa menangkap di laut dangkal atau 12 mil laut. Sedangkan areal itu sudah fully exploited atau overfishing. Tak mengherankan bila hasil tangkapan sedikit sehingga berdampak pada pendapatan yang semakin rendah.
Saat paceklik karena tidak ada pemasukan untuk membiayai keluarganya, mereka mengatasinya dengan utang ke rentenir. Inilah yang membuat nelayan terjebak dalam kemiskinan. Pendapatan yang diperoleh pada musim banyak ikan terpaksa direlakan buat melunasi utang sebelumnya. Ketika Menteri Susi bersemangat dengan janjinya untuk menyejahterakan nelayan, mereka mengapresiasi dan terus menunggu kerja nyatanya. Tidak hanya menenggelamkan kapal tapi juga memberikan solusi bagi nelayan yang tidak bisa melaut saat musim barat.
Tentu, menteri pemberani ini memiliki jajaran yang bisa mengatasi masalah tersebut. Jadi kementerian tidak hanya sekadar memberikan bantuan-bantuan jangka pendek, tapi juga harus yang berkelanjutan dan sekaligus menjadikan nelayan lebih mandiri.
Nelayan membutuhkan alternatif pekerjaan yang bisa memberikan tambahan penghasilan di luar sebagai penangkap ikan laut. Mereka bisa didayagunakan dengan melatih, mengajarkan, dan memberikan kesempatan untuk bisa menekuni pekerjaan yang tidak terlalu jauh dengan bidang keahlian mereka. Budidaya rumput laut, memelihara kepiting, memproduksi olahan hasil laut, dan sebagainya menjadi alternatif tepat bagi mereka. Walhasil, para nelayan kita lebih bersemangat dan senang saat tidak melaut karena tetap bisa mengepulkan asap dapur mereka.
Dengan menurunnya hasil tangkapan lantaran kelebihan tangkap, maka salah satu jalan agar suplai ikan tetap terjaga adalah mengandalkan budidaya. Budidaya perikanan ini sangat mendesak dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Budidaya perikanan bisa menjadi pijakan bagi kejayaan dan kesejahteraan perikanan di Negeri Bahari ini dan menjadi pilar kemajuan dan kemakmuran bangsa tercinta kita. Tentunya, Indonesia pun dituntut mampu menerapkan budidaya perikanan secara berkelanjutan dan juga memenuhi kebutuhan pangan berbasis ikan.
Program minapolitan yang pernah digagas KKP harus digaungkan lebih keras lagi. Tujuannya untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berdampak pada kesejahteraan nelayan dan masyarakat sekitarnya. Apalagi dengan tren budidaya perikanan ini terus naik, diprediksi produksi ikan hasil budidaya akan mampu mengalahkan hasil tangkapan.
Pertumbuhan perikanan budidaya sangat signifikan, baik budidaya air tawar, air payau, maupun air laut. Komoditas andalannya meliputi lele, udang, kerapu, dan kakap. Berdasarkan data Ditjen Perikanan Budidaya, KKP, pada 2011, target investasi dari budidaya perikanan adalah Rp12,732 triliun dengan realisasi Rp11,331 triliun. Sedangkan pada 2012, dengan target investasi sebesar Rp21,672 triliun, realisasinya sebesar Rp21,716 triliun. Sedangkan 2013, target investasinya Rp21,799 triliun dan terealisasi sebesar Rp22,889 triliun.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebijakto mengatakan target kumulatif investasi perikanan budidaya hingga 2014 adalah Rp23,2 triliun dan hingga Juni 2014 telah tercapai Rp23,001 miliar atau 99,14% dari target.
Tri Mardi Rasa