Perikanan memegang peran dalam pemenuhan pangan bergizi bagi bangsa. Perairan negeri ini menjadi penghasil ikan yang bisa mendukung ketahanan pangan.
Sungguh ironis, Republik tercinta ini diberkahi kekayaan laut dengan jumlah ikan yang melimpah tapi pemanfaatannya masih belum maksimal dan konsumsi ikannya masih sangat rendah. Semestinya dengan luas laut Indonesia yang mencapai 75% dari total wilayah negeri ini dan 28% wilayah daratannya juga berupa perairan, seperti danau, sungai, dan waduk bisa menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan dunia dan sebagai negeri pelahap ikan terbanyak.
Dalam bahan pangan ikan terkandung protein tinggi yang penting bagi perbaikan gizi bangsa. Ikan juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik bagi generasi muda untuk peningkatan kecerdasan. Apalagi pada 2019 pemerintah menargetkan konsumsi ikan nasional per kapita per tahun diharapkan bisa mencapai 50 kg.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2011 konsumsi ikan masyarakat Indonesia 31,5 kg per tahun dan pada 2014 menjadi 38 kg. Bandingkan dengan negeri Jiran Malaysia, pada 2011 konsumsi masyarakatnya sudah mencapai 55,4 kg dan pada 2014 meningkat menjadi 70 kg per kapita per tahun.
Memang pertumbuhan rata-rata konsumsi ikan Indonesia tinggi, yaitu 5,04% per tahun, sedangkan Malaysia hanya 1,26% per tahun. Namun konsumsi ikan masyarakat kita tetaplah masih terbilang rendah. Nah, sekarang bagaimana cara mewujudkan potensi besar perikanan ini untuk mendukung ketahanan pangan? Yah, hanya dengan menghentikan manajemen perikanan yang open access (akses terbuka), yaitu kapan saja, berapa saja, dan siapa saja boleh mengambil ikan.
Sebab, dengan penangkapan ikan yang berlebihan atau tidak sesuai dengan daya dukung akan menyebabkan kelangkaan dan kepunahan sumber daya ikan. Pemerintah harus benar-benar menghitung stok sumber daya ini, penetapan jumlah armada kapal penangkapan, intensitas penangkapan ikan, dan memberantas illegal fishing (pencurian ikan).
Salah satu kerja nyata yang telah dibuktikan Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Susi Pudjiastuti adalah tindakan tegas menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia. Keseriusan Menteri Susi Pudjiastuti dalam memerangi aksi pencurian ikan mampu memberi efek bagi kapal-kapal nelayan asing yang sudah terbiasa mondar-mandir mencuri ikan.
Mungkin saja, aksi tersebut juga berimbas dari penurunan harga ikan pada Desember lalu. Pasokan ikan melimpah sehingga harga menurun. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) awal Desember 2014 menyebutkan, komoditas ikan segar mengalami penurunan harga 0,37%.
Bisa juga penurunan harga ikan lantaran kondisi cuaca yang mendukung nelayan untuk melaut dan karena tindakan MenKP sehingga membuat beberapa wilayah perairan Indonesia yang biasa dijadikan tempat pencurian menjadi sepi dari kapal kapal nelayan asing dan dimanfaatkan oleh kapal-kapal nelayan Indonesia.
Memang untuk memerangi para pelaku usaha ilegal tersebut di industri perikanan sangat penting. Apalagi Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sedang menggiatkan pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri. Menurut Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Saut P. Hutagalung, setahun Indonesia butuh 3,5 juta ton ikan, tapi baru bisa terpenuhi sekitar 2,1 juta ton ikan untuk dikonsumsi.
Saut berhitung, bila langkah pemberantasan pencurian ikan, pelarangan transhipment, moratorium izin penangkapan ikan, dan pembenahan di bidang perizinan dilakukan secara konsisten, diperkirakan dalam satu tahun ke depan bakal ada tambahan produksi ikan sekitar 1,6 juta ton.
Apalagi produksi perikanan tangkap juga bakal mengalami penurunan akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing). Beberapa jenis ikan akan sulit didapatkan. Dprediksi, bila kita tidak mengubah pola produksi, dua dekade ke depan bakalan tidak ada lagi ikan yang bisa ditangkap di laut. Kalau itu terjadi, tidak akan ada lagi menu ikan laut di piring-piring makanan kita. Inilah saatnya kita meningkatkan produksi melalui budidaya ikan air tawar sebagai subtitusi ikan laut. Jadi, ikan di laut mendapat ruang untuk berkembang biak.
Itu sebabnya budidaya juga harus mendapatkan perhatian dari Bu Menteri khususnya komoditas air tawar seperti nila, mas, lele, gurami, dan patin. Sebab komoditas ikan air tawar ini telah mampu berkontribusi sebesar 60% dari total produksi perikanan budidaya.
Perikanan budidaya juga telah berkontribusi dalam ketahanan pangan dan pemenuhan gizi masyarakat seriring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia. Tentu saja usaha budidaya yang dilakukan juga harus memenuhi skala ekonomi dan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Yaitu, melalui penerapan cara budidaya yang baik dan pembentukan rantai pemasaran terintegrasi. Ke depan juga harus ada penciptaan tata ruang yang mendukung sektor perikanan dan pengendalian pencemaran mewujudkan usaha perikanan-kelautan berkelanjutan.
Tri Mardi Rasa