Kamis, 25 Desember 2014

Mengawal Padi Musim Hujan

Musim tanam besar padi bergeser dua bulan dari biasanya Oktober ke Desember. Penyebabnya apalagi kalau bukan musim penghujan yang terlambat datang. Produksi padi musim hujan (MH) menjadi tumpuan pasokan paling besar dalam setahun, sekitar 50%. Karena itu kelancaran faktor-faktor produksi amat penting diperhatikan. Tentu saja tanpa mengabaikan dua musim lainnya, yaitu musim kemarau I (MK I) dan musim kemarau II (MK II).

MH, MK I, dan MK II hanya berlaku pada daerah sentra yang beririgasi teknis. Bila irigasinya tak memadai, petani tak bisa menanam padi tiga kali. Ketika pasokan air berkurang, petani akan beralih ke komoditas yang lebih adaptif, seperti palawija, yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, dan buah semusim semacam semangka atau sayuran umur pendek. 

Menarik mendengar pemaparan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam acara Penyuluhan Pertanian dan Pencanangan Tanam Padi di Desa Mappasengka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 19 Desember lalu. Menteri yang mengaku pulang kampung kelahirannya ini mengidentifikasi lima masalah bangsa dalam pertanian. Satu adalah soal irigasi yang secara nasional mengalami kerusakan sampai 52% karena selama 20 - 30 tahun tidak pernah diperbaiki. Di sinilah pemerintah pusat menganggarkan Rp50 triliun dari pengalihan subsidi BBM untuk perbaikan sarana irigasi yang mengairi 3 juta hektar dalam waktu tiga tahun. Bila telah berfungsi sempurna, indeks penanaman akan meningkat paling tidak 100% atau penambahan frekuensi tanam satu kali.

Kedua, masalah benih. Serapan benih sepanjang 2014, menurut Mentan, sangat kecil, hanya 20%. Karena itu alumnus Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar, ini mempertemukan tiga pihak, yaitu Kementerian Pertanian, Bank BRI, dan BUMN benih, Sang Hyang Seri. Ternyata hambatannya adalah dana subsidi bank tidak cair karena kendala administrasi di pihak pemasok benih.  

Ketiga, terkait pupuk. Pantauan Mentan, penyaluran pupuk bersubsidi di seluruh Indonesia bermasalah. Amran yang blusukan lewat darat dari Jawa Timur sampai Aceh menemukan keterlambatan itu. “Terlambat dua minggu bisa turun produksi dua ton. Kalau dikalikan 10 juta ha (luas tanam), 20 juta ton. Kita bisa ekspor. Saya hanya butuh 3 juta ton untuk swasembada,” ujarnya bersemangat. Pada 2015 target produksi padi dicanangkan 73,4 juta ton gabah kering giling. Untuk urusan pupuk ini, pihaknya sudah melaporkan ke Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Ditambah masalah benih tadi yang dari jenis tidak unggul hanya menghasilkan 5 ton gabah/hektar. Padahal kita punya benih yang mampu berproduksi 10 ton/hektar.

Keempat, alat dan mesin pertanian. Amran menyodorkan data penurunan jumlah rumah tangga petani selama 10 tahun terakhir, dari 31 juta keluarga menjadi 26 juta keluarga atau 500 ribu per tahun. “Kita harus kita cegah, dan harus ada arus balik,” tandas menteri. Karena itu, salah satu cara untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja dan menarik minat kembali dengan memberikan bantuan alat dan mesin pertanian. Pertengahan tahun depan, pihaknya akan memberikan bantuan 20 ribu unit alsintan yang ia klaim terbesar jumlahnya sepanjang kita merdeka. Alsintan itu untuk “mempersenjatai” petani Indonesia dalam bersaing dengan petani negara lain. Senjata di sini dimaksudkan untuk mendorong produktivitas lahan dan efisiensi produksi.

Kelima, optimalisasi lahan. “Yang dikatakan optimalisasi lahan adalah gratis pupuk, gratis benih, gratis alsintannya. Saya cuma butuh keikhlasan Bapak/Ibu (petani) untuk ke sawah. Saya akan bantu 500 ribu hektar di seluruh Indonesia,” janji Mentan.

Dari hasil blusukannya, Mentan Amran mendapatkan janji kenaikan produksi 12 juta ton dari tujuh provinsi. Namun karena sementara ini hanya butuh tiga juta ton, ia meminta Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, masing-masing memasok tambahan dua juta dan satu juta ton. Khusus Sulawesi Selatan, ia memodalinya dengan perbaikan irigasi 100 ribu hektar, 800 unit traktor, dan optimalisasi lahan 76 ribu hektar serta pelancaran pasokan benih unggul dan pupuk.

Dalam kesempatan yang sama, Amran menegaskan, Indonesia belum butuh impor beras. Padahal sudah ada 10 negara yang menghubunginya untuk menawarkan beras. Dari Thailand misalnya, menawarkan harga miring, hanya Rp4.000/kg. Dengan optimisme tinggi, ia yakin tambahan produksi tiga juta ton akan bisa terpenuhi.

Syaratnya, hambatan-hambatan tadi dapat dituntaskan segera. Kita tentu mendukung upaya-upaya untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan. Khusus musim hujan ini, keselamatan pertanaman perlu diusahakan dari ancaman banjir dengan memperbaiki saluran irigasi yang sudah mengalami pendangkalan, menanam varietas relatif lebih tahan genangan, juga mewaspadai serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menerapkan early warning system. Tentu saja peningkatan pengetahuan petani perlu dilakukan seperti sudah dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT).

Dan jelang panen kelak, bila ada bantuan gratis maupun bantuan produktif dengan peran serta petani berupa alat panen dan pascapanen semacam mesin panen,  mesin pengering, dan juga penggilingan haruslah tepat. Tepat lokasi maupun petani pengelolanya agar bantuan berhasil guna dan tak terjadi penghamburan dana subsidi.

Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain