Pelantikan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Senin, 20 Oktober 2014, diiringi sambutan luar biasa dari masyarakat. Hal ini menyiratkan harapan terwujudnya Indonesia makmur dan sejahtera.
Proses demokrasi di Indonesia yang disertai partisipasi masyarakat yang tinggi, telah memasuki sebuah tahapan yang semakin matang. Kekhawatiran dunia usaha akan terjadinya ketegangan politik, yang sempat mendidih, tak terjadi. Yang terjadi adalah ketegangan opini.
Suasana inilah yang menjadi modal politik kuat, yang akan menopang pemerintahan Jokowi dan JK dalam menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Masyarakat Indonesia pantas punya asa yang digantungkan setinggi langit terhadap kepemimpinan Jokowi dan JK.
Inilah untuk pertama kalinya Indonesia dipimpin duet pengusaha. Sebagai orang yang pernah menekuni bisnis perabotan (furnitur), Presiden Jokowi merasakan pahit-manis dunia bisnis. Wakil Presiden Jusuf Kalla menekuni berbagai bidang bisnis, mulai dari bisnis perhotelan, konstruksi, kendaraan, perkapalan, real estate, transportasi, tambak udang, kelapa sawit, hingga telekomunikasi. Sebagai orang yang berlatar belakang pengusaha, tentu keduanya paham betul apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kuncinya, Jokowi dan JK konsisten dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia, melalui kebijakan-kebijakan yang tepat, dan tidak terkontaminasi oleh kepentingan politik sesaat. Rakyat berharap, Presiden Jokowi senantiasa mengabdi untuk kepentingan nasional.
Anugerah alam
Indonesia banyak memiliki julukan seperti negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 18 ribu, yang berkekayaan sumberdaya alam yang sangat banyak. Keanekaragaman hayati atau satwa dan tumbuhan yang hidup di negeri ini menjadikan Indonesia disebut sebagai negeri megabiodiversitas terbesar kedua di dunia setelah Brazil.
Sebagai negeri dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4, dengan populasi penduduk saat ini kurang lebih 243 juta jiwa dan mayoritas bidang usaha atau pekerjaannya sebagai petani dan nelayan, maka Indonesia juga disebut sebagai negeri agro-maritim, dan lain sebagainya.
Letak Indonesia di kawasan tropis sangat diuntungkan dengan melimpahnya sinar matahari sepanjang tahun, tanah subur yang selalu tersiram air hujan, dan kadang kala diremajakan dengan abu vulkanik yang disemburkan gunung berapi, sangat mendukung Indonesia sebagai negeri agro-maritim. Termasuk perairan yang menghampari hampir 70% wilayah Indonesia.
Anugerah sumber daya alam yang berkecukupan dari darat dan laut, mampu menjadi pilar penyangga perekonomian nasional ketika terpuruk. Bahkan dalam kondisi negative growth sekalipun. Kekayaan sumberdaya alam itu tertoreh dalam lirik lagu group musik legendaris Koes Plus, yang menyebutkan tanah Indonesia tanah surga hingga tongkat, kayu dan batu pun bisa menjadi tanaman. Berbekal kail dan jala, rakyat pun bisa hidup dari potensi perairannya.
Kita bisa menyimaknya, bahwa dalam kehidupan rakyat juga tak terlepas dari urusan pangan. Berarti menggantungkan kebutuhannya pada agribisnis (bisnis pertanian). Sebab, subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan kelautan inilah yang bisa menyediakan kebutuhan pangan bagi rakyat Indonesia, bahkan untuk dunia.
Dengan Jokowi bertekad menjadikan desa sebagai sentra produksi pangan, akan mendorong pembangunan agribisnis dan pelakunya. Ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan pelaku usaha di desa adalah modal kuat bagi ketahanan kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Apalagi pelaku usaha agribisnis merupakan lapisan tebal di masyarakat Indonesia.
Komitmen untuk menyejahterakan rakyat Indonesia menjadi salah satu program prioritas untuk lima tahun ke depan bagi Jokowi dan JK, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah, yaitu desa dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Tak mengherankan jika pembangunan infrastruktur negeri ini menjadi fokus yang sangat mendesak untuk bisa meningkatkan kinerja masyarakat, meningkatkan kerja sama antar daerah, dan sekaligus memangkas biaya logistik dari satu pulau ke pulau lainnya. Sehingga biaya menjadi lebih murah dan disparitas harga antara Jawa dan luar Jawa dapat dipertipis.
Pelaku usaha (agribisnis)
Meraih kejayaan sebagai negeri maritim dan agraris membutuhkan keperpihakan yang serius kepada pelaku usaha agribisnis yaitu petani, peternak, petambak, pekebun, nelayan, dan sebagainya. Seperti yang pernah diungkapkan Ciputra, pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Centre, untuk membangun ekonomi suatu bangsa minimal diperlukan 2% pelaku usaha, termasuk di bidang agribisnis (pangan), dari populasi penduduk suatu negara.
Ada yang mengatakan, jumlah pelaku usaha di Indonesia masih di bawah 2% dari populasi penduduk Indonesia. Tapi ada juga yang mengatakan sudah di atas 2%. Tetapi terlepas dari perdebatan tersebut, mari kita tengok jumlah pelaku usaha di luar negeri. Di Malaysia, ada sekitar 5%, Singapura 7%, Jepang 10%, China 10%, dan Amerika Serikat 12%. Pelaku usaha merupakan salah satu motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi, termasuk di Indonesia.
Tentu saja yang kita inginkan adalah pelaku usaha yang saling memperoleh manfaat di dalam menjalankan usahanya, termasuk agribisnis pangan. Baik itu skala mikro (omzet maksimal Rp 0,3 miliar/tahun), skala kecil (omzet maksimal Rp 2,5 miliar/tahun), skala menengah (omzet maksimal Rp 50 miliar/tahun) maupun skala besar (omzet di atas Rp 50 miliar/tahun).
Dengan adanya peningkatan kegiatan usaha agribisnis, maka peningkatan produktivitas rakyat, kemandirian ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia berpotensi tercapai. Seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, yang menjadi poros maritim.
Semua harus terlaksana dalam waktu lima tahun ke depan. Memang bukan pekejaan ringan bagi Presiden baru, tapi harus dilakukan dan didukung oleh semua pihak untuk mewujudkan Indonesia Hebat. Bukan hanya sekadar slogan politik, tetapi yang sebenar-benarnya hebat!
Tri Mardi Rasa